11 11. With Lily

Vernon merapikan kemejanya, bersiap untuk pergi ke kantor sembari mengantarkan Lily ke sekolah. Rahee mengizinkan Lily untuk tinggal bersama Vernon, menurutnya hal yang wajar jika Lily ingin tinggal bersama kekasihnya, ya--Rahee juga pernah muda, ia pernah memiliki keinginan semacam itu. Namun, Rahee tidak tahu bahwa sebenarnya pria yang di kencani oleh anak gadisnya itu bukanlah pria yang seumuran atau hanya berbeda setahun dua tahun saja, pria itu sudah lulus kuliah dan bahkan sudah memiliki pekerjaan.

Lily merapikan rambutnya yang sengaja ia urai, Vernon menepuk pundak gadis itu pelan, "Ayo, udah siap?" Lily mengangguk semangat, sembari menggedong ransel nya Lily mempertipis jarak antara dirinya dan Vernon. Vernon menyeringai, "Sudah berani nempel ya, hm?"

"Memang kenapa? Kamu kan pacarku, jadi aku berhak dekat denganmu" balas Lily ketus. Vernon terkekeh, "Ya, untuk itu memang benar. Teruslah menempel padaku, agar nanti kau bergantung dan tidak akan pernah bisa lepas dariku" Lily menatap tak percaya, pria ini menyeramkan, dan pria itu adalah kekasihnya sekarang. Ya, kekasih.

Vernon menggenggam tangan Lily, perempuan itu tidak menunjukkan ekspresi apapun, sorot matanya tetap tajam dan dingin. Vernon juga tidak mempermasalahkan itu, karena dirinya pun sama seperti kekasihnya. Setelah keduanya memasuki mobil, tidak ada percakapan apapun. Mungkin karena keduanya belum terbiasa atau memang asik diam, seolah berbicara sangat melelahkan.

Vernon mengantar kekasihnya sampai didepan gerbang sekolah, banyak siswa atau siswi lain memperhatikan keduanya. Tidak jarang mereka terdengar membicarakan Lily. Vernon agak heran dengan apa yang ia saksikan dihari pertamanya mengantar Lily. Mengapa Lily terkesan seperti tidak memiliki teman?.

Sorot mata siswa-siswi itu seolah menunjukkan ketidaksukaan mereka pada Lily yang tengah digandeng mesra oleh seorang pria tampan. Vernon balas menatap siapapun yang melihatnya dengan tatapan menggoda, kesal atau yang lainnya. Tentu saja dengan tatapan dinginnya yang menusuk, pria itu mendecih tatkala matanya melihat seorang gadis yang sebelumnya merendahkan Lily tempo hari.

"Tolong katakan padaku, kenapa mereka menatapmu seperti itu? Seolah mereka baru saja memiliki sepasang mata, rasanya ingin ku keluarkan mata--"

"Diamlah. Aku akan masuk kedalam, kau semangat bekerjanya--Vernon" ujar Lily yang menarik tangannya, melepaskan gandengan tangan dari kekasihnya. Sangat terlihat Vernon sangat kesal dengan hal itu, namun ia memilih diam dan mengembangkan senyum mengerikan miliknya. Bak seorang vampir, ia tersenyum lebar dengan wajah pucatnya.

Diam-diam, dia menyusun rencana untuk seseorang.

🍒🍒🍒

"Selamat sore, Lily" sapa Vernon yang sedari tadi sudah menunggu di gerbang sekolah. Lily mengendikkan bahu, ia melepaskan tasnya kemudian melemparnya kearah Vernon. Dengan sigap, pria itu menangkap tas anak SMA itu dengan cepat. Ia menggelengkan kepalanya, "Aku bisa saja 'menghabisimu' kalau saja aku mau" peringat Vernon pada Lily. Gadis itu kembali mengendikkan bahu, "Memangnya ada ya, seorang gadis yang rela tubuhnya rusak sepertiku? ku yakin tidak."

"Itu jawaban yang menyebalkan, Lily" dingin Vernon. Lily membuka pintu mobil, mengabaikan Vernon yang masih kesal.

"Tidak sopan seperti itu, Lily." Lily menghela, "Aku ini pacarmu, apa tidak bisa kau memperlakukanku berbeda? Spesial. Walau usiaku jauh lebih muda." pinta Lily yang kemudian menyandarkan punggungnya ke jok mobil, setelah memasangkan seatbelt.

"Kau terlalu banyak mau." kesal Vernon. Ia memasang seatbeltnya, menyetir mobilnya dengan kecepatan rata-rata.

Lily terlihat sangat tidak nyaman dengan posisi duduknya, membuat Vernon risih sendiri melihatnya, "Hei! Duduklah yang benar, aku tidak suka melihatmu seperti itu."

"Hm." gumam Lily.

"Yang benar saja. Kau ini kenapa? Ada yang mengganggumu? katakan padaku, siapa dia, maka esok hari dia tidak akan lagi mengganggumu." ujar Vernon, Lily tertawa, "Tidak. Tidak sama sekali. Hanya saja, aku curiga jika anak dari orang yang membunuh orang tuaku, berada satu sekolah denganku." ucap Lily berhasil membuat Vernon menunjukkan seringaiannya.

"Sepertinya, aku bisa dengan mudah menemukan anak itu," Lily menoleh, "Benarkah?"

"Mungkin akan meleset beberapa kali, tapi aku yakin bisa. Jangan ragukan naluri seseorang sepertiku, Lily Jung."

"Kira-kira siapa ya? A-aku sedikit tidak yakin." Vernon berdeham, pria itu membenarkan posisi duduknya, "Aku yakin dia berada didekatmu, berada tidak jauh. Entah dia orang terdekat-- ah, kau tidak punya teman" ujar Vernon setengah meledek. Lily mencebikkan bibirnya, "Kau menyebalkan sekali, ahjussi"

"Apa kau bilang?"

"Ahjussi"

"Mati saja kau!" umpat Vernon.

"Baiklah." balas gadis itu singkat dengan senyuman menantang.

"Jangan gila, Lily Jung!" Lily tertawa keras, "Kau tadi menyuruhku mati, Vernon. Kenapa kau malah marah ketika aku mengiyakan?"

"Kau tidak bisa mati dengan mudah, Lily."

avataravatar