22 Kekesalan Citra

Ternyata kalian enggak bisa dikasih target.

Jujur aja gue mau langsung update dua bab kalo kalian menuhin target….

Siapa yang udah ga sabar makam pertama Dee dan Demir. Tunjuk tangan.... Malam ya. Gue enggak mau kotorin pikiran kalian.

Mulai sekarang gue akan ajak kalian berinteraksi…..

Setuju enggak kalo Dee dan Demir update tiga bab setiap hari??

Mana suaranya?

Bara dan Dila sudah menuju ending season satu. Rencananya bulan depan update Dila enggak sebanyak biasanya. Couple D bakal getol update gantiin BaraDila. Setuju gak?

Maaf enggak bisa update banyak untuk semua novel sekaligus. Harus ada yang up dikit buat up banyak di cerita lain.

Mamak belum bisa nulis banyak. Dunia nyata lebih sibuk. Kerja dan urus dua anak menghabiskan waktuku. Ini kudu pintar bagi waktu. Belum ngurus Bapaknya bocil. Eh….. kok jadi Curhat.

*****

Setelah Bryan pergi Citra tertunduk lesu. Citra menangis tersedu-sedu karena tidak memiliki pilihan. Kedua pilihan yang diberikan oleh Bryan tidak menguntungkannya. Menikah dengan Bryan atau menggugurkan bayi dalam kandungannya?

Citra berprinsip hanya menikah untuk satu kali. Jika dia nekat menikah dengan Bryan, maka bukan kebahagiaan yang akan didapatkan justru sakit hati. Pria itu sangat mencintai Dee. Wanita mana yang mau menikah dengan pria yang mencintai wanita lain, meski pernikahan mereka hanya karena tanggung jawab.

Bryan bertanggung jawab atas bayi dalam kandungannya. Citra lebih memilih untuk tidak menikah dan melahirkan anaknya seorang diri. Bagi Citra di zaman sekarang tidak ada keanehan jika ada perempuan yang punya anak tanpa suami.

Memang budaya Indonesia belum menerima seperti itu namun di kota besar seperti Jakarta, Surabaya dan Bandung hal seperti ini sudah tidak tabu lagi.

Prinsip Citra hidup tanpa mendengarkan komentar orang lain. Citra hamil diluar nikah bukan karena kenakalannya, namun karena nasibnya yang malang. Citra menjadi pelampiasan patah hati sang atasan.

Citra mengelus perutnya yang masih datar. Meski anak itu tidak pernah dikehendaki kehadirannya, namun cintanya pada sang anak sudah terlanjur tumbuh. Inilah yang dinamakan mencintai sebelum pernah melihatnya. Sampai kapanpun Citra tidak akan menggugurkan kandungannya. Perempuan itu sedang berpikir keras bagaimana cara menghindari Bryan.

Citra tidak ingin menikah. Pernikahan yang dipaksakan pada akhirnya akan menyakitinya. Lebih baik ia dan Bryan tidak menikah.

Citra terlanjur mengenal bagaimana sifat Bryan. Selama jadi anak buahnya Bryan, Citra sudah bisa menilai bagaimana sikap pria bule itu.

Untuk seorang bule, Bryan memiliki kesetiaan yang tinggi. Pria itu saking cintanya sama Dee, rela meninggalkan ibu dan adik-adiknya di Jerman hanya untuk dekat dengan Dee.

"Ya Tuhan apakah yang harus aku lakukan? Aku tidak sudi menikah dengan pria itu. Jika pada akhirnya aku akan tersakiti lebih baik aku tidak menikah. Pernikahan hanya berdasarkan tanggung jawab akan menyakiti kami berdua. Ya Tuhan aku tidak punya pilihan lain. Dia memintaku menikah atau menggugurkan bayi ini. Aku tidak bisa memilihnya, nggak ada pilihan yang terbaik untukku. Kenapa nasibku malang sekali? Tuhan apakah ini takdir yang yang Engkau tuliskan untukku? Aku tidak rela menikah dengan pria itu. Dia melakukannya hanya untuk kepentingan dia sendiri. Aku tidak ingin menjadi istri yang tidak dianggap. Wanita mana yang bisa menahan perasaannya jika mengetahui suaminya mencintai wanita lain. Aku bukanlah malaikat yang berhati lapang dan luas untuk menerima semua ini." Citra meneteskan air mata.

Citra ketiduran sambil menangis, tak menyadari kedatangan Sesti, kakaknya. Sesti baru saja pulang kerja. Sesti punya kunci cadangan sehingga bisa masuk rumah tanpa memanggil Citra. Tadinya Sesti sudah sudah memencet bel namun tak ada jawaban. Takut sesuatu terjadi pada sang adik, Sesti memakai kunci cadangan membuka pintu.

Sesti bernapas lega melihat sang adik tertidur di sofa. Akhir-akhir ini Citra sering ketiduran. Mungkin efek kehamilannya.

Sesti mengelus pipi Citra. Merasa takdir mempermainkannya dengan sang adik. Sesti sudah lima tahun menikah namun tak jua diberi keturunan sementara Citra malah hamil karena pemerkosaan yang ia alami. Takdir macam apa ini?

"Kak kapan datang?" Citra terjaga karena sentuhan Sesti.

"Baru saja." Sesti tersenyum sumringah. Ia melihat bekas air mata telah mengering di pipi sang adik.

"Kenapa kamu nangis Cit?"

Bukannya menjawab Citra malah menangis terisak-isak seraya memeluk Sesti.

"Dia datang kesini kak."

"Siapa yang datang?"

"Bryan kak," cebik Citra.

"Kenapa bajingan itu datang kemari?" Sesti mendadak marah ketika mendengar nama Bryan.

"Dia tahu jika aku hamil."

"Darimana dia tahu?" Sesti shock.

"Sepertinya dia memata-matai Icit kak."

"Terus apa yang dia bicarakan sama kamu?"

"Dia bilang akan bertanggung jawab."

"Bukankah itu bagus?"

"Dia menikahiku hingga bayi ini lahir kak. Setelah itu dia akan menceraikanku. Icit hanya mau menikah sekali seumur hidup. Icit enggak mau nikah hanya karena tanggung jawab. Pernikahan macam apa itu. Menikah hanya sampai anak ini lahir. Icit enggak mau mempermainkan pernikahan."

"Kamu sudah bersikap benar. Kalian tidak usah menikah sekalian. Pada akhirnya kamu juga yang akan tersakiti." Sesti mendukung sikap sang adik.

"Cuma Bryan kasih aku pilihan kak. Menikah dengannya atau gugurkan bayi ini. Demi Tuhan Icit enggak mau melakukannya. Jika Icit nolak nikah dia akan melakukan sesuatu agar bayi dalam kandungan Icit keguguran."

"Bajingan." Sesti mengumpat keras. Berani sekali Bryan mengancam Citra.

"Kamu tidak boleh menggugurkan kandungan kamu. Biarkan anak itu lahir. Untuk legalitas kakak akan mengakui anak kamu Cit."

"Apakah aku lebih baik pergi dari sini? Jika Icit masih di rumah ini, Icit takut jika dia datang kemari lagi. Icit akan pergi dari rumah ini ketika malam. Icit yakin anak buah Bryan ada di sekitar sini mengawasi kita."

"Lebih baik kamu pergi ke Singapura, tempat mama. Kamu jangan khawatir. Kakak akan jelasin sama mama apa yang telah terjadi sama kamu. Mama enggak bakal cekik kamu."

"Kak." Citra kembali memeluk Sesti dengan erat.

avataravatar
Next chapter