1 Prolog

...

PERKIRAAN cuaca hari ini menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika tidak akan terjadinya turun hujan. Namun pada kenyataannya, hujan turun dengan sangat deras membasahi bumi ibu pertiwi. Tak hanya itu, bahkan suara gemuruh guntur dan kilatan cahaya petir ikut memukau gendang daun telinga para manusia. Membuat takut akan takdir Tuhan yang sudah berada di depan kita. Kita tidak tahu setelah ini akan ada apa dan terjadi apa, karena takdir Tuhan itu tidak bisa ditebak. Seperti cuaca hari ini yang seharusnya damai tentram, malah membuat bumi ibu Pertiwi luluh lantah karena siraman air yang membuatnya basah.

Tanpa mau menunggu hujan sedikita reda, aku langsung melajukan motorku dengan kecepatan rata-rata menuju Grand Ballroom termewah yang berada di pelantara Jakarta. Tidak peduli baju dan kerudung yang aku kenakan akan basah karena terguyur air hujan. Sing penting aku harus segera sampai ke tempat tujuan, karena pesta pernikahan akan segera dimulai beberapa menit lagi. Toh selain itu, aku juga sudah memakai jasa hujan untuk meminimalisir tubuhku terkena air.

Dan sebenarnya tidak masalah jika aku tidak hadir, apabila yang menikah itu dari kalangan biasa. Tapi masalahnya, yang akan menikah itu seorang public figure yang kekayaannya bisa membeli teluk Jakarta. Konon katanya public figure itu adalah satu-satunya aktor yang berasal dari konglomerat terkaya kedua di Indonesia.

Siapa sih yang tidak kenal dengan sosok public figure soleh berdarah campuran itu? Bermata sipit tapi berhidung mancung, kulitnya putih khas Asia tapi bukan putih Indonesia, dan ia memiliki lesung pipi yang menjadi primadona untuk memukau para wanita.

Beruntung sekali wanita yang akan dinikahinya, meskipun hatiku terasa sesak entah karena apa.

Apa karena aku mengaguminya terlalu berlebihan?

Ya selama aku bangun dari koma, aku langsung mengagumi sosok laki-laki itu hingga sekarang. Padahal sebelumnya aku tidak tahu jika ada sosok public figure bernama Pandu Lintang Angkasa Biru. Perasaan aku koma hanya satu minggu, tapi kok banyak sekali yang berubah?

"Kenapa mas?" Tanyaku bingung karena tiba-tiba jalanku dihadang oleh seorang laki-laki yang memiliki tubuh gemuk besar.

"Boleh tunjukkan kartu undangannya? Karena hanya yang bisa menunjukkan kartu undangan yang diperbolehkan untuk masuk ke dalam,"

Ahh...iya aku baru inget, ini bukan pernikahan orang biasa yang bisa masuk secara bebas tanpa membawa surat undangan. Ini pernikahan pandu, si public figure yang rumornya adalah laki-laki tak tersentuh yang dikelilingi musuh-musuh. Jadi tak boleh sembarang orang yang bisa masuk ke dalam, karena hanya orang-orang tertentu saja yang beruntung. Itupun harus terseleksi.

"Oh ini mas, saya karyawan Anemone. Ini ada ID Card saya jika mas tidak percaya," kataku sambil melepaskan ID Card yang aku kalungkan di leher dan aku serahkan pada laki-laki berbadan sekal itu sebagai bukti.

Laki-laki itu mengambil ID Card dan memperhatikan aku dari ujung kaki hingga ujung kepala.

"Kenapa tidak memakai baju seragam Anemone? ID Card bisa saja dipalsukan."

Sontak aku langsung terkejut. Ternyata untuk masuk ke dalam gedung pernikahan public figure itu sangatlah rumit. Alih-alih masuk tempat wahana.

"Ya Allah mas, itu ID Card asli. Saya enggak pakai seragam karena saya yang akan menjadi master of ceremony di acara pernikahan ini. Masa saya pakai baju seragam, kan nggak lucu mas. Kalau mas enggak percaya juga, mas boleh deh panggil teman saya yang ada di dalam dan suruh ke sini!"

"Tapi an..."

"Saya percaya, silahkan masuk!" Suara bariton memotong suara laki-laki itu dengan cepat. Ia datang dari arah belakang. Ingin menoleh tapi suara beriton itu kembali memerintahku untuk segera masuk, tapi suaranya lebih keras dibanding suara pertama tadi, "Cepat masuk atau semuanya akan terlambat!"

Terlambat? Apa maksudnya? Oh mungkin akan terlambat jadi MC. Ya, kalau MC terlambat acara pun pasti akan kena masalah dan diundur.

Tanpa menghiraukan kedua laki-laki berbadan sekal itu, aku segera masuk ke dalam grand ballroom yang sudah dirias sedemikian rupa. Banyak bunga, cahaya lampu, dan kain-kain yang mendekorasi ruangan itu. Dan rasa-rasanya kedua laki-laki itu akan ribut. Aneh jika dipikir-pikir, kenapa aku yang akan menjadi MC di acara penting ini dilarang masuk? Padahal aku sudah memberikan bukti bahwa aku karyawan Anemone yang ditugaskan sebagai MC.

Aneh dan membingungkan, memang! Apa laki-laki yang melarang aku masuk tadi mau merusak acara pernikahan bosnya sendiri? Jika iya, bersyukurlah bahwa ada yang mengetahui kebusukanya, yaitu laki-laki yang telah mengizinkan aku masuk, meskipun aku tidak tahu bagaimana bentuk wajahnya. Sehingga aku diperbolehkan masuk oleh laki-laki bak malaikat tak bersayap itu.

"Gimana persiapannya?" Tanyaku pada Rea, salah satu rekan kerja sekaligus sahabat terbaikku. Rea Permata.

"Alhamdulillah sudah 97 % dan kehadiran lo di sini menambah angka menjadi 100%," jawabnya sambil menyengir kuda.

"Oh, sudah final dong? Kalau calon mempelai pria dan wanitanya sudah datang?"

Rea menepuk jidatnya, ia tidak menyangka jika sahabatnya itu benar-benar astagfirullah. Lola alias loading lama. Sudah dibilang persiapan sudah 100 persen, dan itu berarti semuanya sudah siap. Baik dari mempelai pria, wanita bahkan sampai tetek bengeknya sudah siap.  "Sekarang,  lo mendingan cepat buka acaranya dari pada lo dipenggal sama Pandu. Lo tahu sendirilah rumor Pandu bagaimana."

"Iya deh..." kataku sambil bergegas melangkah ke arah podium. Tidak, lebih tepatnya ke arah pelaminan. Dimana pandu ada di sana dengan kedua orangtuanya. Menatapku dengan tatapan tajam seolah ingin membunuhku. Ditambah dia terkenal sebagai seorang Mafia yang pro akan kepolisian. Kok bisa? Aku juga tidak tahu, yang pasti musuhnya berkeliaran.

Ku lihat jam di pergelangan tanganku. Lebih 10 menit dari waktu yang seharusnya. Pantas saja Pandu menatapku seperti itu, karena menurutnya 'Time is money' dan aku sudah melanggar prinsip hidupnya itu.

"Assalamualaikum warrah..." salamku terhenti. Tubuhku ambruk tapi tidak sempat menyentuh permukaan tanah. Ada tangan kekar yang melingkar erat di tubuhku dan membawanya ke dalam sebuah dekapan. Bau Parfum tercium sangat tidak asing, sangat aku kenal tapi aku tidak tahu itu milik siapa. Kejadian itu terjadi secara tiba-tiba tanpa aba-aba. Ku dongkakkan kepala untuk melihat siapa pemilik tangan kekar dan parfum itu. pandu, sang calon mempelai pria kini mendekap tubuhku erat, membawaku ke dalam pelukannya. Terlihat setetes air mata menetes dari kelopak matanya yang kelabu. Dan aku tidak tahu apa yang menjadi penyebab air mata itu keluar, seolah sedang menyampaikan rindu.

"Apa kabar?" ucapnya membuat dekapan di tubuhku semakin erat, membuat aku semakin merasakan sesak.

"Saya, baik. Baik sekali malah kalau masnya enggak dekap saya seperti ini. Kasihan mas itu calon istrinya, pasti dia cemburu."

Air mata itu terus menetes, "Enggak ada pernikahan! Pernikahan dalam hidupku hanya satu kali dalam seumur hidup. Justru istri saya yang akan cemburu melihat saya menikah lagi,"

"Hah? Maksudnya?" karena sumpah aku sangat bingung. Istri? Bukannya Pandu baru akan menikah?

Deg...

Satu ciuman mendarat di pipiku. Membuat aku terkejut setengah mati. Pandu Lintang Angkasa Biru kini mencium pipiku di depan sang calon mempelai wanita. Ingat! aku masih di dalam dekapan laki-laki berparas tampan itu. Berusaha berontak namun tidak bisa. Tenaganya lebih kuat daripada tenagaku.

"Karena kamu istriku, aku tidak akan membuat kamu cemburu dan terluka lagi karena aku. Cukup dulu aku melukaimu, sekarang jangan. Sudah cukup kamu menghukum ku, aku gila kehilanganmu Shabrina."

Kulihat semua orang yang duduk di bangku terdepan mulai menghampiriku dan public figure itu. Terlihat mereka meneteskan air mata, terutama sang mempelai wanita. Merasa bersalah itu yang aku rasakan sekarang. Ku lihat teman-teman seperjuangan ku di Anemone, mereka juga tampak sama terkejutnya denganku setelah mendengar pengakuan Pandu.

Bagaimana bisa aku menjadi istri Pandu? Menikah saja aku belum pernah.

"Maaf boleh lepaskan tangannya! Sepertinya anda sudah salah orang, saya Hana bukan Shabrina."

Laki-laki itu menggelengkan kepalanya sambil mendongak menatap langit-langit. Tangannya masih bertengger manis memelukku.

"Tidak, aku yakin itu kamu."

"Bukan, aku Han...," ucapku terpotong.

"Kamu Shabrina dan apa yang dikatakan laki-laki itu benar. Mama dapat merasakan kehadiranmu Shabrina, mama merasakannya karena mama yang telah melahirkan kamu. Batin seorang ibu dan anak itu kuat," ucap seorang wanita paruh baya yang berdiri di barisan kedua setelah orang tua Pandu, tepat di belakang sang calon mempelai wanita.

"Aku juga yakin itu kamu Shabrina, kamu sahabat aku. Kamu istri dari Pandu. Kamu jangan takut, pernikahan ini hanya sebuah rekayasa untuk memancing kamu. Membawa kamu kembali ke dalam dekapan Pandu, karena Pandu sudah berhasil mengendus keberadaan mu setelah kecelakaan itu. Meskipun kabar amnesia mu membuat kami tak bisa memaafkan diri kami sendiri, karena kami sudah gagal melindungi kamu dari kekejaman Mario yang ingin membunuh satu-satunya keturunan Alexander."

Aku menatap ke arah Pandu dan Pandu langsung melepaskan dekapannya. Amnesia? Ya, bahkan sampai detik ini aku masih belum bisa mengingat dari mana aku berasal, siapa namaku dan dimana keluargaku. Ingatanku buntu dan hanya mengingat saat aku berada di rumah sakit dengan peralatan medis yang memenuhi tubuhku.

"Kamu kenal Rea? Dia adalah orang kepercayaan kami untuk menjagamu.'

Aku langsung menatap Rea yang tengah tersenyum ke arahku ,seolah ia membenarkan apa yang dikatakan Pandu kepadaku.

"Kita pulang ya sayang, kita mulai semuanya dari awal. Aku janji, aku akan jaga kamu. Dan tenang saja, Mario sudah aku jebloskan ke dalam jeruji besi seumur hidup."

"Tapi saya,..."

"Enggak ada kata saya, aku enggak suka,"

Pandu membawa tubuhku lagi-lagi ke dalam pelukan. Air mata yang tadi sempat terjatuh kini telah tergantikan oleh sebuah senyuman yang menghangatkan.

"Ternyata kamu benar, Takdir Tuhan itu memang indah. Seperti Tuhan yang telah mentakdirkan kita untuk bersama kembali, istriku."

"Jika, saya telah menikah dan anda suami saya. Tolong beri saya bukti."

Jujur saja aku masih belum bisa percaya. Bagaimana pun Pandu adalah seorang mafia berdarah dingin. Bagaimana jika ia berbohong? Bagaimana jika ia hanya ingin memanfaatkan aku saja? itu tidak boleh terjadi. Wanita tidak boleh lemah, wanita harus cerdas.

"Ya Allah, jika dia memang suamiku berarti dia adalah mahram ku. Tapi, jika bukan? Tamatlah hidupku. Ya Allah maafkan hamba, " Batinku berteriak. Aku baru mengingatnya. Laki-laki dan perempuan yang bukan mahram itu tidak boleh bersentuhan, bahkan lebih baik ditusuk besi yang panas dibandingkan bersentuhan dengan yang bukan mahram. Refleks aku langsung melepas dekapan Pandu secara paksa.

"Kenapa?"

"Jangan sentuh saya selagi kamu belum memberikan bukti,"

...

avataravatar
Next chapter