1 singkong hangat

saat sisa purnama tenggelam membawa bayangan malam, derit timba sumur memecah subuh, gemercik air yang berjatuhan karna ember yang berbenturan dengan batu terdengar nyaring,

Hawa dingin semakin membuat ku enggan membuka mata, rasanya seperti perekat kuat menempel di mata ku, adzan lirih dari mushola masih terdengar terkalahkan suara tali yang ku tarik, ku raih ember terakhir hingga bak hitam besar terisi penuh,

Debar jantung ku masih terasa tapi aneh nya lengket mata ku tak tak menghirau kan kembang tengkuk jantung ku, hari ini hari yang ku tunggu tunggu hingga tadi malam aku tidak bisa tidur,tak sabar rasanya menyambut mentari, ya tuhan.. aku masih belum percaya,hari ini bapak dan ibu akan mengantar ku ke pesantren,

bak tersetrum aliran listrik bulu kuduk bergidik, oh..dinginya air

"sarapan dulu" suara ibu, ternyata ibu tau Alquran yang ku baca telah ku tutup.

"Ia Bu" singkong hangat baru ibu keluarkan dari panci, aroma khas singkong kukus semerbak memenuhi ruangan,aku dan dua adik ku langsung berebut duduk di kursi,

harum singkong hangat yang selalu melekat di ingatanku,kini berada di depan mata ku,cacing cacing di perut seperti langsung berdemo ketika aroma hangat singkong merebak di udara,

"Bu Nilam ikut ya bu.."

"Ayu juga..."

"Ia.. tapi janji nanti di sana jangan minta yang neko neko"

"Janji Bu janji.."

tidak seperti biasanya kdua adik ku Nilam dan ayu terlihat lebih sumringah,

Aku memang bukan dari keluarga mampu,ibu dan bapak hanya buruh musiman,bila sedang musim panen ibu bisa mendapat upah lebih dari hasil mengais jagung sisa panen,setiap sore bapak mencari sampingan sebagai tukang pikul di sebuah toko,

Betapa bahagianya diriku ketika bapak memberitahu prihal aku akan di masuk pesantren,memang bukan pesantren terkenal tapi itu lebih dari cukup.

Aku lihat kembali tas tas yang berjajar rapi di samping lemari, rasanya aku masih belum percaya, hidup mandiri,

dan yang aku dengar tentang pesantren berklebatan di otak ku, ah..rasanya otak ku ini penuh dengan bayang bayang pesantren,

Entah kenapa tiba tiba tubuh terasa berat, kaki seakan enggan untuk ku gerak kan,kantung mata ku terasa perih,air mata ku merembah terjun bebas tanpa bisa ku tahan,

oh tuhan ini momen bahagia tapi knapa aku menangis,

aku tersentak ternyata ibu sudah duduk di samping ku,

"Bismillah... dadiio bocah Soleh ndo..ibu mboten saged Maringi luih"

suara ibu pelan,tatapan lembut nya membuat aku semakin merindukan senyum teduh ibu,

ibu mengelus rambut ku,kenangan masa lalu seperti filem yang tak henti henti nya di putar, secepat ini kah..? Fikiran ku melayang, ya rob.. perasaan seperti baru kmarin ibu mengantar ku ke sekolah dasar.

guratan senyum ibu yang tak pernah aku lupa mengembang di wajah ibu,tapi kali ini berbeda, senyum itu tiba tiba ku rindukan saat peluh mata mengalir di pipinya, leher ku terasa kering,lidah ku kelu,oh ibu andai aku bisa menghapus air mata mu dengan rasa bangga kelak amin..

"Pa.."aku memanggil bapa yang berda di Selasar Samping rumah

Bapa hanya tersenyum dan memeluk ku,aku menangis aku tak bisa membendung air mata ku,

"Anam..doa mu keijabah.."suara bapa terdengar pelan di telinga ku,

aku ingat dulu sering merengek meminta di masukkan ke pesantren saat lulus SD,setelah lulus SMP,bapak baru bisa membiayai ku masuk pesantren,

bapa mengelus rambut ku

"Dadi bocah sing Soleh yo ndo..."

kata bapa lirih..

terdengar suara mobil coak berderum,

"tiin.. tiin..."

"pak jen.."seorang supir memanggil bapa,

"ia de Tarno sebentar ya ada yg masih di dalam..."

"ok pak jen...."

aku bergegas mengangkat barang yang masih ada di dalam rumah.

hanya mobil coak yanag bisa bapa sewa itu pun supir sukarela karna ingin membantu bapak ku,

Angin pagi masih terasa saat mobil mulai berderum kembali,ibu,Nilam dan ayu duduk di depan,bapak,uwa,ustad ku,Gofur,Abdul dan aku duduk di bak belakang,

mulut ku terasa terkunci,sesekali tersenyum membalas gurauan Abdul dan Gofar,tenggorokan ku terasa kering,

"Gambang suling ngumandang swarane"

suara ustad memecah lamunan ku,

"Tulat tulit kepenak unine"

Abdul dan Gofar menyambung sambil menabuh ember yang ku bawa,menjadi irama musik sederhana,aku tersenyum, balik menabuh dan menyambung nyanyian,

suarana menjadi riuh,aku tertawa dan seisi mobil bernyanyi,ta ketinggalan Nilam dan ayu yang ada di depan,

"Ra re ra re Ra Ra..."

"Unine mung nrenyuh ake

Barengan lan kentrung ketipung suling

Sigrak kendangane"

sepanjang jalan kami bernyanyi menjadi pusat perhatian ketika melewati rumah rumah rumah warga,

Angin sepoi sepoi menyapa saat kami tiba di sebuah tempat lapang,terlihat bentangan sawah luas yang subur di tanami padi,gemricik air dari parit semakin membuat suasana sejuk,

kami berhenti tidak jauh dari pesantren,

aku turun dari mobil,ternyata bukan hanya aku yang baru mendaftar masuk,di depan pesantren berjajar rapi meja dan para santri,dngn Bender di belakang bertuliskan "pendaftaran santri baru"

para orang tua dan santri terlihat sedang sibuk mengisi formulir dan sesekali bertanya,

Ibu,Bapa dan aku mengikuti arahan ustad ku,

"Nilam sama ayu di sini dulu ya sama uwa"

"ia Bu.."Nilam menjawab"

setelah aku mendaftar,mengisi formulir,seorang santri mengantarkan aku,ibu,bapa dan ustad ke rumah Abah yai,tidak jauh dari tempat pendaftaran,

ibu mengajak Nilam,uwa dan ayu,saat hendak ke rumah Abah,

Ketika sampai di teras rumah,hawa sejuk seakan menyambut kami,mempersilahkan masuk,dua pohon mangga yang sangat rimbun,berjajar kiri kanan bagaikan gerbang, di pojok sebelah kiri terdapat pohon jambu dan belimbing yang berdepetan,rumah sederhana dengan pintu dan jendela tinggi,mirip dengan bangunan rumah pada saat penjajahan Belanda dulu,

pintu dan jendela terbuka lebar hingga apa yang ada di dalam bisa terlihat dari luar,makanan ringan tertata rapi,jeruk,salak,duku,dan yang menjadi pusat perhatian ku gelas air minum ditata hingga menjulang di atas nampan,santri tadi yang mengantar kami bersalaman dengan pria berkulit putih bersih,rambut hitam dengan uban tipis,sorban putih melilit peci,baju Koko sederhana dengan sorban hijau tua melintang,sarung putih semakin membuat beliau berwibawa,yang ku tebak itu Abah yai,dan ternyata benar, ia mencium bolak balik tangan beliau,Abah mempersilah kan kami masuk,tikar merah terbentang aku memilih duduk paling pojok, aku tertegun sungguh Abah yai memperlakukan semua tamunya dengan istimewa tanpa membeda bedakan,ustad ku mengenal kan ku,

Abah menetap ku,aku tersenyum dan langsung menundukkan kepala ku,

"ho..ini Anam...ngaji di sini ya Anam,jangan minta pulang ya.."kata Abah

ustad ku tertawa ibu dan bapa juga ikut tertawa,aku hanya tersenyum,

setelah beberapa menit berbincang Abah memanggil santri yang mengantarkan kami tadi,santri tadi masuk ke dalam, beberapa menit kemudian seorang santri lain keluar dari dalam dengan membawa wadah dari bambu ber isi nasi,kemudian menyusul santri lain dengan nampan berisi lauk pauk,

entah kenapa tiba tiba jantung ku berdebar waktu seolah berhenti,mata ku tertuju pada gadis berkrudung kuning kunyit,wajah ayu,hitam manis dengan senyum tipis,pandangannya tertunduk,sorot matanya membuat ku tak henti menatap nya,hingga ia hilang dari pandangan ku,

Abah mempersilahkan kami menyantap hidangan yang sudah di siapkan,setelah kami selesai Abah mengajak kami solat berjamaah di masjid,Alhamdulillah siang ini hanya rombongan kami yang soan ke rumah Abah, kata pa ustad untung kita datang nya agak terlambat, kemarin mungkin rumah Abah sudah penuh sesak oleh para tamu dari berbagai penjuru,

aku sengaja turun dari masjid lebih dulu,tepat di Selasar masjid,aku duduk,

aku tersenyum,hamparan langit biru membentang,begitu tenang siang ini,panas terik matahari tak terasa, desir angin membelai bersamaan dengan kembang tengkuk jantung ku,otak ku masih terbayang gadis berkerudung kuning kunyit yang ku lihat di rumah Abah yai,

avataravatar