webnovel

Nama Dari Mereka Yang Terpilih

Seseorang yang sedang terbaring di atas ranjangnya seketika membuka mata saat sinar Matahari mengenai wajahnya.

"Kakak, sudah pagi lho~" Suara menggemaskan itu terdengar melalui telinga kirinya yang tidak terhalang bantal seperti yang kanan.

Usai mengedipkan mata beberapa kali ketika bangkit dari ranjang, lelaki itu melihat sosok pemilik suara serta pelaku yang membuat kamar gelap menjadi terang dengan menyingkap gorden ruangan itu.

Seorang gadis SMP …. Mungkin ia antara 13 dan 14 tahun. Rambut pendeknya memiliki warna putih sedikit terlihat ada biru. Senyum yang disunggingkan olehnya memberikan perasaan tenang di hati.

"—Pagi, Lia."

"Pagi juga. Kakak berangkatlah sendiri nanti, aku pergi duluan karena teman-teman sudah datang menjemputku," balas gadis itu yang kemudian pergi meninggalkan laki-laki tersebut.

Kini, lelaki itu sendiri. Ia tetap berada di atas ranjangnya, bagian bawah tubuh pun masih berselimutkan kain lembut berwarna putih polos.

Beberapa saat kemudian, ia beranjak dari ranjangnya dan mengambil handuk yang tergantung di atas pintu lemari karena itu dibiarkan terbuka, dan pergi ke kamar mandi.

Hal yang perlu dilakukan pada kamar mandi saat pagi hari ia lakukan. Ketika hendak pergi, pandangannya tanpa sengaja terarah ke cermin.

"Aku ini … berbeda, ya?"

Di hadapan cermin pada kamar mandi, tangannya menyentuh kaca bening yang dapat memantulkan pandangan itu, dan menggumamkan sesuatu untuk diri sendiri.

Beginilah penampilannya. Laki-laki SMA 18 tahun—mendekati 19, rambut putih yang menyerupai dengan salju dan sepasang mata berbeda warna. Kanan ungu, sementara kiri emas. Itulah yang membuat ia berbeda dari kebanyakan.

"Karena alasan ini … aku sering dirundung."

Telapak tangannya semakin mendorong ke cermin. Namun, ia segera melepasnya, dan raut wajah bingung tercermin di wajahnya.

"Tunggu, sejak kapan aku dirundung?" Alisnya berkerut ketika menyuarakan itu. "Hari-hariku di sekolah terasa biasa saja. Setidaknya, perlakuan mereka tidak sampai merundungku."

Semakin ia memikirkannya, semakin banyak pula waktu yang dihabiskannya. Ia segera pergi dari sana usai membuang nafas untuk melupakan masalah tersebut.

Di ruang makan, ia menemukan surat di sisi piring berisi lauk yang tadinya ditutup dengan piring lain. Tertulis di sana adalah :

"Untuk Kak Ethan. Jika membuka pintu kulkas, tolong ditutup kembali. Pintu rumah juga, jangan lupa untuk dikunci. Dari adik sepupumu, Rosalia."

Melipat surat tersebut, laki-laki berambut putih bernama Ethan itu pun berbalik. Yang ia temukan adalah … kulkas dengan pintu terbuka karena ia lupa menutupnya setelah mengambil kecap dari sana.

***

Berdiri di depan kaca suatu toko pakaian, seorang gadis menatap sesuatu di sana dengan sepasang mata biru yang berbinar.

"Indahnya~"

"Kak Sophi, uang kita bisa sekarat, lho."

Jauh di belakang gadis pirang panjang yang fokus pandangannya ada di balik kaca itu, gadis lain dengan warna rambut sama tetapi pendek berdiri memperhatikannya.

"Iya, iya. Aku tahu." Sophia memalingkan wajah dari sana dan berniat untuk segera menyusul adiknya.

—Namun, baru selangkah ia berpindah dari tempat tadinya berdiri, ia kembali memalingkan wajah menatap kaca toko itu.

Melihat keanehan kakaknya, gadis berambut pendek itu berjalan dan menepuk pundak gadis berambut pirang panjang itu, "Kak Sophia …."

"A-Ah! I-Iya? Ke-Kenapa, ya?"

Terkejut sebentar, gadis berseragam sekolah berwarna putih dengan rok hitam berbalik untuk menatap adiknya serta memberikan senyum, walau dipaksakan.

"Kamu kenapa?"

"Bukan apa-apa! Aku cuma …. Ah, benar! Aku cuma ingin memperbaiki topiku yang agak miring!"

Segera, ia kembali berbalik menatap kaca melalui mata birunya. Usai memperbaiki topi baret coklat yang dikenakan di atas rambut pirang panjang miliknya, ia pun pergi dari sana.

"Kak, tunggu."

Adiknya berlarian kecil untuk menyusul. Sementara yang melarikan diri jatuh dalam pikiran bertanya-tanya di dalam benak, "… Mungkin, cuma perasaanku saja. Seseorang sedang memanggilku dari balik cermin."

***

Sebuah lamborgini berhenti di depan gerbang pembatas antara dunia luar dan kawasan sekolah.

Ketika pintu lamborgini terbuka, dari sana turunlah seorang pria tinggi serta tubuh dipenuhi otot berpakaian jas dan celana serba hitam termasuk kacamatanya.

Setelah itu, barulah orang yang dikawal turun. Seorang gadis berambut hitam panjang bergelombang serta diikat di kedua sisi.

Beberapa murid yang kebetulan berada di sana terpana. Suara orang-orang di bagian belakang terdengar heboh membicarakan tentang siapa gadis itu.

Merasakan kehebohan tersebut, gadis berpakaian lolita hitam itu pun memalingkan wajah ke samping dan memberi mereka senyuman manis. Hal itu membuat keadaan semakin berisik.

Tak lama kemudian, seorang pria lain berpenampilan kurang lebih sama dengan sebelumnya turun dari lamborgini.

"Nona, mari pergi."

Kedua pria tadi pun berdiri di samping gadis bertopi yang itu selaras dengan gaun lolita hitamnya. Mereka berdua menjaga gadis itu dari kedua sisi, memasuki wilayah sekolah.

Setiap orang yang mereka lalui—baik itu di taman sekolah atau aula dan lorong—selalu menepi ketika menyadari keberadaan kedua penjaga serta gadis yang ada di tengahnya.

"Sekolah, ya?" Gadis itu menutup kedua mata saat berjalan. "Aku sangat menantikan apa yang akan terjadi di sini." Bibir merah menggodanya pun membentuk sebuah senyum.

***

Pandangan yang nampak bosan terarah ke jendela sebuah kelas. Laki-laki yang duduk di paling depan pojok kanan itu terkadang menanggapi perkataan teman sekelas yang duduk di sekitarnya.

"Eh, punya cermin?" tanya orang yang ada di belakangnya. Laki-laki berambut lurus rapi itu pun merogoh tas kemudian menggeleng karena tidak mendapati apa-apa, membuat orang yang bertanya kecewa, "Yah …. Yang lain?"

"Mana ada, lah. Buat apa coba bawa yang begituan? Mau dandan? Tanya anak-anak cewek sana." Orang yang duduk di baris kedua kiri menanggapi demikian.

"Halah, alih-alih minjem kaca. Kesenggol cewek saja udah jantungan," jawaban lain datang dari orang yang duduk di sebelah laki-laki yang ditanyai tentang cermin.

Semua yang duduk di sana tertawa. Namun, laki-laki berambut hitam panjang serta memakai kacamata tadi hanya memberi senyum.

"Diam terus. Ada masalah?"

Menyadari bahwa hanya laki-laki itu yang tidak tertawa, temannya yang duduk di belakang tadi pun bertanya.

"Indra emang gitu dari sananya. Harus sabar kalau sama dia. Kayak bicara sama dinding." Semua lalu kembali tertawa karena ucapan orang yang ada di sebelah orang yang bertanya.

Indra menggeleng, "… Sembarangan. Aku diam karena kurang sehat. Maunya sih izin, tapi ya … gitu."

"Murid rajin~"

"Yoi."

Semua pun kembali tertawa.

Sekali lagi, Indra menggeleng. Kelakuan teman-temannya memang seperti ini setiap harinya di sekolah ini.

****

Sejauh mata memandang, hanya ada warna putih di sana. Tepat di tengah-tengah tempat tersebut—anggap saja di tengah—berdirilah seorang pria tinggi memakai jas serta sarung tangan putih.

Kepalanya terlihat aneh. Semacam bola hitam putih, tetapi terdapat pola yang melambangkan wajah. Mata kiri hitam bulat, mata kanan putih putih. Kumis hitam sebalah kiri sementara kanan putih. Lalu, bibir kiri hitam melengkung ke atas sementara yang kanan putih melengkung ke bawah.

Ia terlihat menatap layar biru transparan di hadapannya. Terpampang di layar tersebut, adalah tulisan yang tidak jelas hurufnya.

<Pada layar ini, tertulislah nama-nama dari mereka yang telah mendapat berkah serta kekuatan dari Pedang Suci.>

Suara semacam mesin—sistem dan semacamnya—menggema di tempat serba putih itu. Tentu, suara tadi berasal dari pria aneh tersebut.

<Meski ingatan kalian telah menjadi samar, aku masih ingat jelas tentang perjuangan keras yang kalian tunjukkan untuk menyelamatkan dunia ini dari mereka.>

Layar biru transparan tadi menghilang.

<Nah, maukah kalian menyelamatkan dunia ini sekali lagi? Ini, adalah permohonanku, pada kalian para pemilik Pedang Suci, Kesatria Suci. Dengarlah panggilanku, dan lindungilah dunia ini sekali lagi.>

Coba cek komentar paragraf. Aku naruh visual tokohnya di sana

Zikakecreators' thoughts
Next chapter