webnovel

Darah Segar Dari Urat Nadi

"Disha! ... Ayo lebih cepat lagi dong kalau berdandan, itu Mas Heru sudah tiba," tutur Ibu tirinya kemudian keluar kamar.

Disha yang terpaksa menuruti kemauan Ibu tirinya hanya bisa menangis sesekali dia mengusap air mata yang menetes, terselinap di hatinya untuk melarikan diri namun diurungkan karena pasti ketangkap dan lebih parah siksaan yang diterimanya.

Maka saat di dalam kamar hanya sendirian dia mencari sebilah pisau yang tajam lalu menyelipkannya di dalam baju untuk memberi pertunjukan pada mereka, kini dia mulai memaksa bibirnya untuk tersenyum dan selanjutnya keluar untuk menemui para tamu.

Terlihat dia keluar kamar dengan berpakaian dan dandan yang membuat para lelaki terpikat, terbukti Heru yang melihatnya langsung kedua matanya melotot tidak mau mengedipkannya, terpesona oleh kecantikan Disha dengan rambut yang terurai lurus juga angin yang membuatnya terkibaskan membuat hati para tamu khususnya kaum laki-laki terpana.

Heru yang tidak sabar tanpa ada rasa malu dia mendekati Disha seraya berkata, "Waw ... Sempurna ... Disha! Betapa bahagianya diriku bisa memilikimu lihat wajahmu bagai bidadari turun dari langit." Sambil mengarahkan jari tangan kanannya ke arah wajah Disha untuk membelainya, dengan cepat Disha menepisnya seraya berkata, "Hai ... Siapa kamu? Jangan macem-macem, Siapa juga yang mau denganmu."

"Ah ... Jangan begitu lihatlah semua ini, itu untukmu atau mau yang lebih seperti rumah, mobil, perhiasan atau sekalian pesawat terbang kalau bisa. Kamu akan saya bahagiakan, kamu akan hidup terhormat, Ah ... Jangan sombong," kata Heru yang sambil tersenyum tipis padanya.

"Jangan berharap kamu bisa memiliki aku, ingat ... memang saya orang miskin tidak seperti kamu yang apa2 punya lalu dengan seenaknya kamu berbuat, sampai kapan pun saya tidak butuh macam-macam seperti ini, bawa saja kembali." kata Disha dengan agak membentak sedikit lalu berjalan maju menuju di dekat Ibunya.

"Ibu! Disha tidak mau ya Bu ... please jangan paksa Disha menikah dengan dia, dia hanya membanggakan kemewahan, sombong, berbuat seenaknya, pasti Disha jika hidup bersamanya akan lebih sensara," terang Disha pada Ibunya dengan menundukkan pandangannya dia tidak berani menatap wajah Ibu tirinya.

"Hei, ... Disha, kamu jangan buat malu Ibu ya, lihat mereka sudah susah payah datang, membawa macam-macam seperti itu, kamu mau menolaknya ... Oh ... kamu harus mengikuti kemauan Ibu, toh ini juga buat kebaikanmu biar kamu hidup lebih layak," kata Ibunya yang sudah mulai kesal.

"Sudah diam saja, mereka sudah mau memulai acaranya," imbuhnya.

Terpaksa sudah Disha menuruti Ibunya diam tanpa bersuara namun tangan kanannya mulai meraih pisau yang sudah disiapkannya, tiada orang yang tahu apa yang akan dilakukan Disha dengan Pisau tersebut, dan memang semua orang tidak mengetahui kalau Disha membawa sebilah pisau.

Orang tua Heru mendekat pada Ibu Tirinya Disha seraya berkata, "Ibu ini langsung saja, tujuan kami kemari yaitu ingin melamar putrimu untuk anak kami Heru namanya, tapi semua itu ya tergantung putrimu mau atau tidak kalau kami sebagai orang tua hanya bisa mendukung saja, tapi ya berharap sih Disha mau menerima Heru sebagai calon suaminya, hmm ... bagaimana Ibu."

"Terimakasih yang banyak saya ucapkan sudah sudi mau datang ke rumah kami yang hanya seperti ini apalagi melamar putriku yang ya ... kalian tahu sendiri ... ya ... seperti ini, miskin tidak punya apa-apa. Ya kalau saya pribadi dengan senang hati menerima ini semua, dan pastinya putriku Disha ini mau menerimanya dengan senang hati, benarkan Disha!" tutur Ibu tirinya Disha lalu melanjutkan bertanya kepadanya.

"Ha ... Saya ... Saya," kata Disha yang janggungf dan ragu untuk mengatakan.

"Disha ... Maukan kamu menerima Mas Heru untuk menjadi calon suamimu," kata Ibu Tirinya yang sambil mencubit punggung Disha, Disha pun merasa sakit karena hal itu dengan melangkah kedepan agar cubitan itu lepas, lalu dia mengeluarkan sebilah pisau yang terlihat ujungnya mengkilat-kilat seraya berteriak, "Lihat, jangan paksa Disha menerima dia Ibu, maaf Ibu bukannya Disha durhaka tidak menuruti kemauan Ibu, untuk kali ini saja Disha tidak mau Ibu, jika masih memaksa Disha menerima dia maka pisau ini yang akan berbicara agar tidak ada yang memiliki Disha."

Maka semua yang hadir berteriak serentak, "Jangan! ... Lepaskan pisau itu, nanti kamu bisa celaka."

Ibunya yang melihat hal itu juga menjadi sangat khawatir seraya berkata, "Disha, jangan lakukan itu, kita bicara baik-baik ya ... sudah lepaskan itu, baik Ibu tidak akan memaksamu lagi tapi tolong jangan lakukan itu, kalau kamu tidak ada lalu siapa nanti yang mencari uang untuk adik-adikmu."

"Sudah ... Jangan mendekat kalau tidak hmm ... lihat," teriak Disha sambil menodong-nodongkan pisau ke para tamu dan kemudian meletakkannya di urat nadinya lamu berkata kembali, "Disha sudah capek Ibu, Ibu egois selalu menang sendiri tidak mau mendengar apa mau Disha, juga Ibu hanya mementingkan harta, lihat demi harta Disha Ibu suruh saya menerima dia."

"Maafkan Ibu, Disha ... baik tidak Ibu ulang lagi," kata Ibu Tirinya.

"Bohong, Ibu selalu itu yang terucap jika Disha sudah mulai nekat seperti ini, Disha sudah tidak percaya Ibu," kata Disha yang sudah tidak bisa berfikir jernih lagi.

Maka dengan cepat Disha menggoreskan pisau itu ke urat nadinya seketika darah segar keluar dari pergelangan darah, lama semakin lama tubuh Disha mulai terasa lemah karena banyak darah yang dikeluarkannya.

Heru yang melihat itu menangis tidak ada hentinya ingin dia memeluknya dan membawanya ke rumah sakit namun orang tuanya melarangnya, Heru yang berada di samping Disha berkata, "Disha ... mengapa kamu lakukan ini, kurang apa saya ini."

"Ibu! Disha, calon Istri Heru, mengapa menjadi begini," kata Heru yang memandang Ibunya dan kemudian memandang Disha yang tergeletak lemas.

"Sudah Heru, tidak pantas kamu menangisi dia, dia tidak mencintaimu toh masih banyak wanita yang lebih cantik, lebih mapan dari dia, sudah mari kita tinggalkan rumah ini kecewa sekali hari ini harus menerima hal seperti ini." kata Ibunya Heru yang sambil menarik tangan Heru lalu membawanya pergi.

Ibu tirinya yang meluhat hal itu, semuanya gagal berkata, "Disha kamu itu tidak di untung, jelas-jelas sudah ada terlihat mata ada laki-laki yang datang melamarmu, juga yang bisa merubah nasibmu, ... eh malah seperti ini, lalu siapa yang harus menolong kita, dasar anak tidak di untung."

Ada beberapa warga yang sedang melihat akan hal itu tanpa berpikir panjang langsung mendekati Disha dan membawanya ke rumah sakit dengan berkata pada Ibu Tirinya Disha, "Hei ... kamu Mirna, tidak punya hati ... kamu sudah perlakukan Disha seperti itu, kini dia seperti ini tidak ada rasa sedikitpun belas kasihmu."

"Hei ... siapa kamu ya ... beraninya bilang seperti itu, ini urusanku ya, emang saja Dishanya aja tidak di untung coba dia mau menerima pasti hidupnya akan lebih baik tidak miskin," kata Mirna yang membentak salah satu warga itu.

"Sudah .. kalau bicara sama kamu memang benar makan hati, " pungkas salah satu warga sebut saja Ibu Sumiati lalu membawanya ke rumah sakit.

Next chapter