webnovel

Three

Kini sudah waktunya beristirahat, semua murid langsung berhamburan keluar kelas dan bergegas menuju kantin, namun masih ada juga beberapa yang masih di kelas, termasuk Aleta, Bastian, dan Zian.

"Kayak bocah anjir bawa bekel," Sungut Zian menatap Aleta aneh. Ia juga kini tengah duduk di atas meja dan menghadap ke gadis itu.

Bastian pun merebut kotak makanan tersebut dari Aleta dan melihat isinya, "Nasgor, Yan. Lu mau coba juga, gak?" tanyanya sambil menyendokkan nasinya ke mulut. Namun, seketika ia menelan makanannya, ia merasakan sakit di lehernya.

"Eh ehh,,, Lu ngapa, Bas?" tanya Zian panik.

Aleta yang melihat itu sudah pasti ikut panik, ia langsung memberikan sebotol air pada laki-laki yang duduk di sebelahnya. Bastian tentu menerima air tersebut dan langsung meminumnya beberapa tegukkan. Beberapa murid yang masih di kelas juga menatap heran ke arah Bastian.

Tenggorokan dan perutnya terasa sangat sakit. Ia melihat kembali makanan milik Aleta, dan benar saja ada makanan yang ia alergi di nasi goreng milik Aleta, yakni udang. Ada banyak udang kecil sehingga Bastian sendiri tidak menyadarinya.

Tanpa mengatakan apapun Bastian langsung melempar makanan Aleta hingga berserakan di lantai lalu ia berlari keluar kelas menuju UKS. Napasnya juga terasa sangat sesak, ia sulit bernapas.

Orang yang berada di dalam kelas bertanya-tanya tentang kondisi laki-laki itu.

Sudah cukup lama ia tidak merasakan alergi seperti ini. Bastian terus berlari di koridor sekolah, langkah kakinya juga sedikit gontai. Sulit untuknya berlari di keadaan seperti ini, tapi ia harus cepat-cepat tiba di ruangan UKS.

Begitu sampai di UKS, Bastian langsung mendorong pintunya. Ia langsung bicara pada orang yang tengah berjaga disana. "To-tolong, Dok!! S-saya kena a-a-alergi." Setelah mengatakan itu dirinya malah tumbang dan tidak sadarkan diri.

_________

"Lu pasti seneng liat Bastian kesakitan kayak gitu." Tatapannya begitu sinis.

Aleta menggeleng cepat menjawab pertanyaan laki-laki yang duduk di mejanya. Ia juga takut terjadi hal buruk pada Bastian apalagi ini karena makanannya.

Zian mengambil botol milik gadis itu yang masih terbuka bekas Bastian barusan lalu menumpahkan isinya ke kepala Aleta. Aleta tetap diam dan tidak melakukan apapun, murid yang berada di kelas juga hanya diam tak ada yang berani berurusan dengan Zian ataupun Bastian.

"Bitch!" umpatnya melempar botolnya ke lantai. Ia turun dari meja dan pergi dari kelasnya.

Gadis itu kembali terisak, air di kepalanya pun mengalir ke bawah dan membuat seragamnya ikut basah. Aleta beranjak dari kursi dan membereskan semua nasi yang berserakan di bawah.

Yang ia heran, kenapa tidak ada satu pun orang yang membelanya atau menolong dirinya? Mereka semua malah menyaksikan seolah ini tontonan yang menarik.

Aku nyesel pindah sekolah di sini.

Tangannya tidak berhenti merapihkan semua nasi yang berhamburan di lantai, air matanya pun masih terus keluar membasahi pipi mulusnya. Setelah semuanya beres, ia menyimpan kotak makannya di meja lalu keluar kelas. Ia berencana untuk menghampiri Bastian, dirinya takut terjadi apa-apa pada laki-laki itu. Padahal setahunya makanan itu tidak beracun, tapi kenapa Bastian merasa kesakitan begitu?

Kakinya terus melangkah dan mencari letak ruangan UKS, ia menduga Bastian pasti ada di sana.

Jangan tanyakan kenapa Aleta bisa peduli, ia hanya tidak ingin Bastian semakin membencinya. Setidaknya Aleta harus melakukan sesuatu.

Setelah hampir lima menit berkeliling, bibirnya tersenyum kala ia menemukan ruang UKS itu. Aleta masuk ke dalam dan terlihat Bastian berbaring di kasur serta Dokter yang tengah menanganinya. Dokter itu memberikan bantuan oksigen pada Bastian.

Sampai segitunya?

Aleta berjalan menghampiri ranjang di mana laki-laki itu terbaring. Wajahnya terlihat begitu pucat, tidak mungkin kan Ayah menaruh racun di bekalnya, karena bekal ini adalah buatan Ayahnya.

Tak lama setelah itu, Dokter menyimpan alat bantu oksigen tersebut dan menutupi sebagian tubuh Bastian dengan selimut.

"Kamu temennya?" tanya Dokter ber-nametag Angga.

Aleta mengangguk pelan, is mengeluarkan ponselnya dan mengetik sesuatu lalu menunjukkannya pada Dokter.

"Apa yang terjadi sama temen saya, Dok?"

Dokter itu membaca tulisan di ponsel Aleta. Setelah itu menjawab, "Bastian kena alergi. Kalau begitu saya mau siapin obat dulu, kamu jaga di sini, ya?" Melihat gadis itu tidak bicara, ia langsung tahu jika gadis ini memang bisu.

Alergi? batin Aleta.

Aleta mengangguk, ia duduk di kursi dan matanya tidak lepas dari wajah Bastian. Peluh keringat dingin membasahi dahi laki-laki itu, warna bibirnya pun putih dan pucat.

Dia akan baik-baik aja, kan?

Aleta mengambil tissue di meja samping ranjang lalu menyeka air keringat yang berada di wajah Bastian.

Maaf, Bastian. Kamu jadi begini gara-gara aku.

Setelahnya ia hanya diam dan terus memperhatikan laki-laki itu, saat terpejam wajah Bastian terlihat begitu tentram. Aleta mengakui jika dia memiliki wajah yang tampan, kulitnya pun putih dan bersih. Tapi, sifatnya sangat kotor dan tidak beda jauh dengan preman di pasar.

Namun, seketika Dokter itu sudah ada di samping ranjang dan membuyarkan lamunannya tentang Bastian. Dokter itu juga mengulurkan sesuatu pada Aleta, yakni handuk kecil.

"Rambut dan seragammu basah, kamu elap pake ini."

Aleta tersenyum tipis dan menerima handuk tersebut. "Terima kasih, Dok," ucapnya dengan isyarat. Jika ia lihat Dokter Angga masih terbilang muda, mungkin usianya sekitar 25 tahun ke-atas.

Angga mengangguk, meski ia tidak mengerti, tapi ia yakin itu ucapan terima kasih. "Kamu boleh pergi, kamu pasti belum makan. Lebih baik kamu makan dulu lalu kamu boleh datang lagi," ujar Angga.

Ah iya, kalau diingat-ingat ia belum makan. Mungkin Dokter itu benar, ia harus mengisi perutnya dulu. Aleta mengangguk dan beranjak dari duduknya setelah itu melangkahkan kakinya menuju kantin. Sambil berjalan ia mengelap rambutnya dan seragamnya dengan handuk yang diberikan oleh Dokter Angga.

Aleta sudah sampai di kantin, ia segera mengantri untuk membeli nasi serta lauknya.

Makanan kini sudah ada di tangannya, ia berjalan ke meja kosong lalu duduk di sana. Ditaruh makanannya di meja dan segera ia santap dengan lahap.

Aleta juga mengedarkan pandangannya, karena mendengar suara yang tidak asing menurutnya. Dan benar Saja, ia melihat Zian tengah mengganggu murid laki-laki yang sedang makan. Aleta berpikir, Bastian dan Zian ternyata gemar merundung murid-murid yang lemah. Namun, sialnya tiba-tiba mata Aleta dan Zian malah bertemu. Dengan perasaan takut, Aleta segera membuang wajahnya dan melanjutkan makannya. Perasaannya tidak enak, ia takut laki-laki itu datang ke mejanya.

Semoga dia gak ke sini.

Brak!

Aleta tersentak, ia sangat terkejut tatkala Zian menggebrak meja makannya. Ia tetap menunduk tidak berani mengangkat wajahnya. Mencoba mengabaikan laki-laki di depannya ini.

"Hai, Bitch!" sapa Zian menampakkan wajahnya tepat di depan wajah Aleta,  tidak lupa senyumannya yang membuat siapapun bergidik ngeri.

Daripada dibilang 'Bitch' Aleta lebih baik disebut 'Cacat'. Sungguh!

Aleta terus memakan makanannya tanpa memperdulikan laki-laki itu, namun tak lama dari itu Zian pergi dari mejanya. Aleta bernapas lega, karena ternyata Zian hanya menyapanya saja.

Namun, seketika ia terkejut karena Zian kembali lagi dengan nampan di tangannya lalu menumpahkan sampah sisa makanan ke nampan milik Aleta. Beberapa murid di kantin pun sama terkejutnya.

Zian terkekeh. "Kenapa diem aja? Tadi gua liat makannya lahap banget. Sekarang ayo makan!"

Aleta meneguk air liurnya, ia diam tak bergeming. Bagaimana mungkin ia harus makan makanan yang sudah tercampur sampah begini.

Dasar gila!

"Gak mau makan, hmm?"

Aleta menggeleng pelan dengan mata yang sudah lembab.

"Oke!" Zian mengangguk paham. "GUYS! GUA KASIH TAU KE KALIAN, KALO CEWE INI NGERACUNIN BASTIAN BARUSAN DAN SEKARANG BASTIAN LAGI DI UKS," teriaknya pada seisi kantin.

Aleta sangat ingin menyela jika ia tidak meracuni Bastian, tapi apa daya. Ia bisu.

Tangan Zian mengambil nampan milik Aleta lalu kembali menumpahkan isinya ke kepala Aleta. Semua orang terkejut melihat itu. Rambut Aleta juga kini penuh dengan butiran nasi serta makanan lainnya.

"INI YANG BAKAL TERJADI KALAU KALIAN BERANI BERURUSAN SAMA GUA ATAUPUN BASTIAN!! DAN KALAU SAMPAI ADA YANG BERTEMAN SAMA CEWEK CACAT INI, KALIAN PASTI GUA TANDAIN!" Zian membanting nampan itu ke lantai. "Udahlah, gua males buang-buang waktu sama sampah," ujarnya pergi dari hadapan Aleta.

Aleta jadi bertanya di dalam hatinya.

Sebenarnya aku salah apa?

Kenapa mereka senang melihat aku menderita?

Apa karena aku cacat?

Kenapa mereka sangat jahat?

Apa mereka gak punya hati nurani? Sampai memperlakukan aku seperti ini.

Apa orang cacat cuma boleh bersekolah di sekolah khusus?

Ia menangis, rasanya menyakitkan. Aleta tidak pernah membayangkan akan seperti ini rasanya penyandang disabilitas bersekolah di sekolah biasa. Ia dirundung habis-habisan dengan dua orang laki-laki.

Baru dua hari ia bersekolah di sini, tapi dirinya sudah dipermalukan separah ini.

☘️

Next chapter