webnovel

Tamu Tak Diundang

"Teruntuk kedua mempelai pengantin, saya punya pesan penting, di mana kita hidup hanya sekali di dunia. Maka jalani kehidupan berharga ini dengan penuh manfaat dan bahagia. Tuhan telah menyatukan kalian untuk menjadi pelengkap hidup satu sama lain. Semoga kalian bisa saling mendewasakan diri dengan saling percaya dan saling menyayangi ... Sekali lagi selamat menempuh hidup baru, semoga penyatuan kalian direstui Yang Maha Kuasa. Itu saja."

Nazam dan Sofia masih termangu di kursi pelaminan setelah baru saja mendengar pesan yang disampaikan oleh MC yang turut mendoakan mereka.

Tepuk tangan meriah akhirnya bisa memecah keterdiaman keduanya. Sofia memandang Nazam dengan mata berkaca.

Tanpa alasan, wanita itu justru terharu dengan debaran jantung yang tak berirama. Ia menatap Nazam lekat dan dalam.

"Kenapa?" Nazam gegas meraih sapu tangan yang ia bawa dalam saku jas, lantas segera menyerahkannya kepada Sofia.

Wanita itu menerima tanpa ragu, dan mengusap sudut matanya yang mulai terasa perih.

"Saya enggak apa-apa. Makasih, Mas." Dengan suara lirih Sofia berucap.

Jika harus jujur, di balik air mata yang hampir jatuh itu banyak tersimpan arti. Mendengar ucapan sang MC membuat hatinya berdenyut nyeri. Meski benci telah bersarang untuk lelaki yang bisa disebut mantan, tetapi kenyataannya diam-diam Sofia merindu. Rindu terlarang yang sebenarnya tak boleh dia rasakan lagi.

Selain itu, Sofia juga sangat menyesali diri, mengapa di hari istimewa ini ia harus mengingat Naran si berengsek tak punya hati? Padahal, jelas di sampingnya ada lelaki tampan yang telah meminangnya secara sah di bawah hukum.

Hal itu yang akhirnya membuat hati Sofia tak henti berdenyut menimbulkan banyak rasa sakit dari sana sini. Membuat air mata mengumpul di pelupuk mata tanpa bisa ia cegah.

Beruntungnya seorang Nazam tak begitu terganggu. Bahkan, dirinya begitu responsif, segera menyerahkan sapu tangannya agar Sofia bisa menyeka air mata di sudut pelupuk itu.

"Cieeee ...." Tiga teman Sofia menggoda keduanya tak jauh dari mereka. "Harusnya dibantu nyeka, dong, bukan cuma dikasih sapu tangan aja."

Hal itu sedikit mengganggu dan membuat Sofia malu. Nazam apalagi. Lelaki itu langsung meluruskan punggungnya dan berdeham, mengalihkan pandangan ke arah lain. Tanpa kata tentunya.

Lantas, diam-diam Nazam ngedumel dalam hati atas kejahilan Naomi, Lisa, dan Inggit.

Sofia melotot gemas atas kelakuan mereka. Namun, ketiganya memasang wajah tanpa dosa dan cuek saja. Bukannya merasa malu atas kelakuannya, mereka justru tertawa-tawa seolah hal bahagia tengah memeluk mereka.

Tamu undangan semakin ramai berdatangan. Keluarga mempelai semakin sibuk. Apalagi sepasang pengantin itu. Baru saja satu jam pernikahan telah sah, keduanya sudah dibuat lelah.

Namun, hal itu tak membuat senyum mereka pudar. Keduanya menikmati momen itu tanpa terhalang oleh rasa canggung sedikitpun.

Dan dari sekian banyaknya acara yang membuat tamu tersenyum riang, acara lempar bunga pengantin lah yang menjadikan para tamu undangan bersorak heboh. Sebab, acara inilah yang dinanti-nanti sedari tadi.

Mereka bersiap ketika sang MC menginstruksikan kedua mempelai untuk segera melemparkan bunga saat ini juga.

"Ayo-ayo, ikutan!" Naomi menarik Lisa juga Inggit penuh semangat. Mereka berdiri tepat di barisan pertama, berharap buket bunga itu jatuh ke arah mereka.

Tak hanya teman-teman Sofia saja yang heboh menantikan lemparan bungan pengantin, tetapi setengah dari tamu undangan yang hadir juga berdiri dari kursi mereka dan berbondong-bondong maju ke depan.

Nazam dan Sofia saling menatap dalam diam. Keduanya tersenyum kecil ketika buket bunga putih dipadukan dengan bunga merah muda itu digenggam bersama-sama. Meski sejatinya mereka tak benar-benar bahagia atas pernikahan yang baru saja terjadi, Nazam dan Sofia tetap merasa senang, setidaknya mereka berdua telah membuat kedua orang tua masing-masing merekahkan senyumnya.

Lihatlah betapa dalam tatapan Nazam memandang, yang terkadang membuat ketiga teman Sofia iri. Sebelumnya lelaki itu berkata jika hatinya masih datar, belum merasakan apa-apa pada Sofia. Lalu mengapa di hari pernikahan ini justru lelaki itu tampak tertarik padanya? Apakah Nazam telah mulai jatuh cinta?

"Ayo, siap! Siap! Kita hitung mundur, ya!" MC membuyarkan lamunan Nazam yang entah apa isinya. Ia pun melebarkan senyumnya dengan terpaksa.

Keriuhan itu tambah riuh saja ketika hitungan mundur dimulai.

Dalam kemriahan itu, tanpa semua sadari Naran dan Ify tiba. Mereka menghadiri acara resepsi pernikahan Sofia tanpa tahu malu.

Ify tampak anggun dengan balutan dres merah selutut, bersepatu hitam buludru dengan hak cukup tinggi. Ia melingkarkan tangannya di lengan Naran. Berjalan di karpet merah penuh percaya diri.

"Satu!" Suara serempak terdengar riuh. Penuh tawa dan teriakan heboh ketika bunga dilemparkan oleh Sofia dan Nazam.

Sofia dan Nazam tersenyum lebar memerhatikan betapa ramai para tamu menyambut lemparan bungan pengantin itu.

Akan tetapi, siapa sangka jika bunga tersebut jatuh ke tangan Ify di belakang barisan para tamu yang juga menginginkannya.

Semua pasang mata kini terarah pada mereka berdua. Perlahan para tamu undangan membelah jalan refleks. Sehingga Sofia, Nazam serta keluarga kini melihat keberadaannya.

Sofia dilanda keterkejutan yang teramat. Membuatnya membeku di tempat dan tak bisa berkata-kata. Sementara Nazam yang tak tahu apa-apa hanya diam tak mengerti.

"Ka-kalian!" Napas Lisa menggebu-gebu di sana setelah melihat keberadaan Ify.

Ketika Naran merasa malu karena menjadi pusat perhatian, justru Ify menatap lurus pada mempelai wanita. Sekilas ia mengalihkan pandangan pada Lisa, Naomi, dan Inggit. Lalu, tak lama ia kembali fokus menatap Sofia dan memiringkan sedikit senyum sembari memamerkan buket bunga pengantin di tangannya, tak peduli jika kini Sofia tampak syok berat.

"Ayo, Naran. Beri selamat mereka."

Ify sungguh tak tahu malu. Dengan enteng dirinya melenggang melewati karpet merah. Menarik tangan Naran naik ke pelaminan.

Suasana yang sempat ramai seolah hilang begitu saja, berganti menjadi hening. Semua menjadi tegang sebagian, sebab tahu Naran yang datang.

Karena kedatangannya, semua tamu yang sempat bertanya-tanya kenapa bukan Naran yang menikahi Sofia, akhirnya tak lagi penasaran. Mereka telah menemukan jawabannya.

"Selamat untuk pernikahannya. Dan terima kasih bunganya."

Ify begitu percaya diri memamerkan genggaman tangan Naran yang terlihat erat. Bahkan sudut bibirnya tersenyum tipis, sesekali melirik Nazam yang ia ketahui adalah pengantin pengganti Naran.

"Lumayan tampan," bisiknya jahat.

Entah setan apa yang merasuki Ify, tetapi memang benar jika wanita itu terlampau jahat. Lihatlah bagaimana dengan teganya ia memberi Sofia luka lagi dengan datang bersama Naran. Padahal seharusnya lelaki itu yang kini berdiri di samping Sofia menyambut tamu.

"Apa maksudnya ini?" lirih Sofia mati-matian menahan tangis. "Aku tidak mengundangmu. Bisa-bisanya datang ke mari sebagai tamu tak diundang?" Sofia hampir kehabisan kesabaran, ia sedikit menggertak Ify.

Naran yang sudah diselimuti rasa takut lirik kiri dan kanan. Memindai misal Beno datang mendadak dan menghajarnya seperti hari yang telah berlalu.

"Sebagai teman, tentu aku harus datang, bukan?" Senyum itu tampak semakin menyeramkan di mata Sofia. Lutut wanita itu mulai lemas.

Namun, kemarahan Sofia tekah berkobar. Ia mengepalkan tangannya hendak memukul Ify. Untungnya Nazam tak tinggal diam. Ia segera menangkap tangan Sofia, menatap dengan mata teduhnya seolah ia berkata, 'Tidak apa-apa.'

Sofia seakan tersadar dan segera menunjukan sikap lain. Ia pura-pura tegar dengan mengucap terima kasih.

Di saat bersamaan, tanpa diduga Lisa menjambak rambut Ify dari belakang disertai rutukan yang keluar dari mulutnya.

Sofia menganga kaget, pun lainnya.

Kacaulah sudah. Lisa and the geng membuat masalah di hari pernikahan Sofia sahabatnya.

Next chapter