webnovel

Suara Hati Ify

Tak ada yang mengerti mengapa Ify senekad itu, bahkan Naran. Keributan yang terjadi bukan hanya membuatnya malu, tetapi juga menyesal.

"Fy, kamu sebenernya kenapa, sih? Apa mau kamu sebenernya dengan melakukan hal tadi?" Naran geleng-geleng usai mengintrogasi wanita yang selalu terlihat lugu itu. Dan hari ini ia melihat ada sisi lain dari Ify untuk pertama kalinya sejak jalinan itu ada.

***

Beberapa waktu lalu setelah Naran dan Ify diusir dari pesta resepsi pernikahan Sofia, Ify tak langsung pergi ketika Naran menariknya. Dengan kasar Ify melepaskan tangan Naran dan berjalan maju tepat ke hadapan wajah ibunda Sofia.

"Benar! Aku datang ke mari memang ingin memamerkan bahwa Naran telah menjadi milikku! Terserah kalian mau mencaci dan memaki sesuka hati. Tapi lihatlah, di sini aku pemenangnya." Ify menatap tajam Sofia sinis. Tangannya menunjuk diri.

"Aku ingin katakan pada kalian bahwa diri ini yang sering kalian bicarakan secara diam-diam di belakang juga bisa mendapatkan sesuatu yang mustahil. Aku mendapatkan kehidupan yang kuinginkan!" sambung Ify membuat Sofia tambah sakit hati.

"Apa maksud kamu, Fy?" tanya Sofia mencoba untuk tak menangis. "Bicara yang jelas, apa kamu punya dendam pribadi padaku? Sampai harus melakukan ini? Setelah kamu mencuri Naran dan menghancurkan segalanya, kamu belum puas? Apa masalahmu!" Sofia tak tahan, turun juga dari pelaminan.

Akan tetapi, karena tak hati-hati, dirinya malah menginjak juntaian gaun yang dia kenakan sendiri, lalu melayang jatuh.

Semua pasang mata yang menyaksikan membelalakkan mata. Sofia akan segera jatuh.

"Aaaa!" teriaknya tak tertahan.

Namun, Nazam datang tepat waktu. Lelaki itu menangkap tubuh istrinya sehingga Sofia tak jadi jatuh.

Suasana diam. Bahkan MC pun tak bisa mengeluarkan kata-kata seperti biasa.

"Kamu enggak apa-apa?" Usai Nazam menyelamatkan istrinya dari insiden yang mungkin membuatnya malu, Sofia pun tersadar dan berusaha memperbaiki posisi berdiri.

Dengan canggung ia merapikan pakaiannya. "E-enggak apa. Makasih, M-Mas."

Lupa sudah dengan Ify si mulut jahat. Sofia sibuk dengan rasa tak nyaman sekarang. Dengan jantung yang seakan mau copot, ia mengatur napas agar kembali normal.

Ibundanya melangkah setengah berlari, pun ayahnya. Mereka menanyakan apakah Sofia baik-baik saja. Mereka berpikir anaknya baru saja akan pingsan karena hal tak terduga terjadi. Ini membuat mereka kembali murka dan mengusir Ify lagi.

"Petugas keamanan mana ini! Ada kekacauan begini malah diam saja! Cepat kemari dan seret dua tamu tak diundang itu keluar!"

"Bun, Bun, sabar ...." Berbeda sekali dengan ibunda Sofia, sang suami justru bisa lebih tenang meski sejatinya jauh dalam lubuk hati ia menyimpan rasa geram.

Ify yang sudah tak waras memiringkan bibir sinis. Mual melihat adegan tersebut. Entah mengapa, wanita lugu dan ramah ini mendadak menjadi seperti ini. Apakah karena sedang hamil? Bisa jadi, bisa juga tidak.

Berbeda dengan Ify yang nampak jijik, justru Naran sang mantan kesal bukan main. Jauh dalam benak bersarang rasa cemburu yang menggebu. Ia sadar diri, seharusnya sekarang dialah yang ada di posisi itu. Naran pun Diam-diam mengepal tangan.

Ify tak lagi punya kesempatan bicara ketika petugas keamanan tiba. Keduanya diusir secara tidak hormat. Siap-siap saja mereka sebentar lagi akan kembali mendapat amukan dari orang tua Naran, sebab hal ini pasti akan segera tersampaikan pada keluarganya.

Begitulah kronologis kejadian tadi. Kejadian yang memalukan dan membuat Naran marah bukan main untuk pertama kalinya.

Naran dan Ify kini sudah berada di kosan milik Richard, duduk berhadapan di atas karpet motif turki. Sejenak Ify terdiam, ia punya alasan kuat mengapa melakukan itu.

"Katakan yang sebenarnya, Fy. Kamu ngajak aku ke sana bukan karena ngidam, kan?" Sekali lagi Naran mencoba memecah keterdiaman itu.

Ify menghela napas cukup berat. Ia pun memandang Naran tajam. Menunjukkan senyum kecil yang tak Naran tahu artinya apa.

Tak lama Ify menangis.

"Kamu juga begini, Ran? Kamu juga?"

Naran sangat bingung. Mengapa sejak ia diusir ibunya menjadi wanita aneh yang emosinya mudah berubah-ubah. Terkadang dia riang seolah tak ada beban, terkadang murung, terkadang menunjukkan dia baik-baik saja, dan terkadang menangis tanpa sebab.

"Maksud kamu apa, Fy? Aku gimana?" Lelaki itu menyandarkan di kursi frustrasi.

"Kamu juga sama kayak mereka, Ran. Enggak ngerti. Aku tahu kamu terpaksa terima aku, tapi jangan ikutan begitu juga. Aku sendirian sekarang, butuh orang yang—" Ucapannya terhenti. Ify menutup mulutnya sendiri, lalu ia pergi meninggalkan Naran di teras rumah.

Lelaki itu heran sekaligus kesal. Setelah apa yang dilakukan Ify di tempat pernikahan Sofia, wanita itu malah marah-marah padanya.

Naran bangkit dari duduk. Ia pergi tanpa tujuan, semua demi bisa mengusir penat dalam kepala.

Ify masih menangis di dalam kamar.

"Sialan! Nggak ada yang ngerti bahkan ketika hidupku hancur! Mereka cuma sibuk menyalahkan, men-cap aku sebagai penjahat yang mencuri calon suami orang."

Menatap ke arah cermin, ia melihat penampakan dirinya yang kusut bukan main.

"Susah payah mendapatkan gaun cantik ini, malah kacau! Padahal aku datang ke sana ingin sekali menunjukan betapa aku bahagia bisa memiliki Naran, tapi kenapa Sofia malah acuh tak acuh!"

Wanita itu mencebik kesal. Ingat sebelum pergi, ia membujuk Naran agar membelikan gaun cantik itu tak peduli meski harus ditukar dengan kalung pemberian ibunya dulu. Ify sudah kelewatan, memang.

"Aku tak tahan dengan mereka! Muak pada orang-orang kaya itu. Dunia mereka seakan mudah untuk dilalui, mudah mendapatkan hal-hal istimewa dalam hidupnya. Sementara aku? Selama ini hanya mampu menyunggingkan senyum palsu, dan mereka sama sekali tak memikirkan bagaimana perasaanku yang sesungguhnya. Menjijikkan! Aku benci! Benci!"

Wanita itu melemparkan bantal ka lantai, kesal sendiri.

Sebut saja itu memang alasan. Namun, alasan itu tak akan pernah ada jika ego dan ketamakan serta iri dengki tertanam dalam hatinya.

Ify sebenarnya hanyalah gadis muda biasa yang mempunyai berjuta mimpi. Namun, permintaan kecil Sofia telah mengubahnya menjadi gadis pengkhayal tinggi.

Bukan suatu hal besar, Sofia hanya meminta Ify mengajarinya mata pelajaran Matematika yang sulit sekali ia mengerti. Dan itulah awal dari semua kekacauan ini.

Awalnya semua baik-baik saja. Bahkan kedekatan itu terus berlanjut hingga keduanya menjadi sahabat lengket yang setiap hari akan bersama.

Namun, lambat laun Ify berubah ketika mereka mulai masuk ke perguruan tinggi. Sofia memiliki tiga teman baru yang akrab dengan begitu cepat hingga gelar sahabat itu mereka dapat.

Rasa iri itu akhirnya tumbuh dalam hati Ify perlahan-lahan. Dan, dari waktu ke waktu timbul benci terhadap Sofia tanpa alasan. Apa pun yang Sofia miliki, Ify ingin. Tak terkecuali Naran, pacar Sofia.

Dengan sadar Ify mencintai lelaki itu dalam diam tanpa dosa.

Lantas, hari ini ia datang untuk menunjukkan jati diri dia yang sebenarnya. Ify ingin menyampaikan betapa dia benci pada Sofia, sayangnya kesempatan untuk mengatakan itu tak ada, sebab lebih dulu diusir oleh petugas keamanan.

Wanita lugu ini berubah menjadi monster bagi sahabatnya. Dan entah sampai kapan dia akan terus begitu.

Next chapter