3 Tak Sabar

Hancur, marah, kecewa ada di dalam benak Chandra saat ini. Bagaimana tidak? Wanita yang amat dia cintai tega melakukan itu kepadanya, sekarang dia berdiri mematung di dalam kamarnya, tepat berada di depan cermin dengan senyuman menyeringai. Tangan satunya mengepal, sementara tangan yang lain mengetuk-ketuk cerminnya dengan kasar, menyalurkan emosi yang ada di dalam hatinya, sampai-sampai cerminnya itu retak dan kepalan tangannya sedikit berdarah, tapi dia tak memperdulikan itu, baginya luka itu tak sebanding dengan sakitnya luka di hatinya.

Setelah lega dengan menyiksa diri sebentar, Chandra lalu bergegas untuk menuju ke arah cafe tempat kencan butanya sekarang juga. Tak sabar menunggu satu jam lagi. Karena kalau dia menunggu lebih lama pastinya akan semakin kesal karena kesepian di dalam rumahnya dan hatinya tidak stabil sekarang, jadi ingin mencari ketenangan terlebih dahulu. Barangkali di cafe dia bisa mengobati sedikit rasa sakit hatinya ketika mendengar alunan musik di sana dan keramaian yang menurutnya bisa menghiburnya.

Chandra pun berjalan ke arah di mana gantungan bajunya berada. Meskipun dia tak bisa melihat tapi dia sudah hafal betul tata letak kamarnya, hanya saja kadang dia sesekali masih tersandung karena kamarnya sering berantakan gara-gara kecerobohannya yang menaruh sembarangan itu, dia meraih jaket kulit buayanya yang menggantung di gantungan yang sudah ada di depannya saat ini, lalu memakainya dengan kasar.

Setelah itu dia ke arah luar kamarnya dengan mencari-cari tongkatnya. Saat ia frustasi dan tak menemukan tongkatnya. Chandra pun berteriak dengan sangat kencang, hingga otot di lehernya sangat kentara. "Bik, Bibiiiiiik. Cepat carikan tongkatkuuuuu!"

Salah satu bibik yang mendengarnya pun memenuhi panggilannya dengan berhamburan, menaiki anak tangga satu persatu dengan secepatnya, tak mau kelamaan dan membuat Chandra marah karena menunggu terlalu lama, lagian baru kali ini bibik mendengar nada suara Chandra yang sungguh menyeramkan seperti itu, jadinya bibik tau kalau Chandra sedang kesal sekarang, makanya bibik tidak mau kelamaan bergegas ke arahnya.

"Iya Tuan mudaaa, siap laksanakan perintah, Tuan," balas bibik yang kini sudah berada di depan Chandra dengan nafas yang terengah-engah. Sekali-kali bibik yang bernama Mira itu mengatur pernafasannya dengan menghembuskan nafasnya Kasar, supaya selanjutnya dia bisa menjawab semua ucapan Chandra dengan lancar.

"Cepat carikan tongkat ku, Biiik, cepaaaat sekarang juga! Aku lupa melemparkannya ke mana tadi!" perintah Chandra dengan nada yang tetap kesal. Dia pun duduk di atas kursi yang berada di belakangnya, menunggu bik Mira mencarikan tongkatnya.

Akhirnya dalam waktu beberapa menit saja bik Mira pun menemukannya, bik Mira berjalan ke arah Chandra dan menyerahkan tongkatnya, tepat di tangannya. Chandra yang merasakan tongkatnya sudah berada di depan tangannya, dia pun mengambil tongkat itu, tersenyum tipis dan mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Oke, terimakasih, Bik, kalau begitu saya pergi dulu! Sampaikan kepada Papa saya pergi dulu! Dan juga bilang ke Papa, dia jangan boleh datang lama-lama, harus secepatnya," pesan Chandra yang membuat bik Mira bingung.

Bik Mira ingin tau siapa dia yang dimaksud oleh tuan mudanya itu, tapi bik Mira tidak seberani itu untuk bertanya kepada Chandra karena semua itu sangatlah lancang, jadinya dipendam saja di dalam hatinya keingintahuannya itu, lalu bik Mira hanya menggaruk kepalanya yang tidak gatal, sambil menghafalkan semua pesan Chandra, dia suka lupa karena penyakit pikunnya sering kambuh. Mungkin karena faktor umur, sudah lama bik Mira kerja di rumah ini puluhan tahun, makanya sudah terpercaya dari umurnya 25 tahun sampai 45 tahun sekarang, Jadinya berkali-kali bik Mira berkomat-kamit supaya mengingatnya.

"Bik, apa Bibik mendengarkan ku? Bibik ingat kan pesanku? Awas ya kalau lupa, jangan sampai pikun! Bye!" lanjut Chandra lagi, mencoba mengingatkan bik Mira tentang itu, karena Chandra sungguh tau kalau bik Mira orang yang sangat pikun. Tapi bik Mira sangat terpercaya dan sesepuh di rumah ini.

Bik Mira tersipu malu mendengar ucapan Chandra itu, dia mengangguk mengerti. Terus menghafal betul pesan itu, sampai-sampai karena dia takut lupa, dia pun berjalan ke arah kamar papa Chandra. Memberanikan dirinya untuk mengetuk pintu, karena katanya keadaan sedang darurat, takut dia melupakannya.

Tok, tok, tok!

"Tuan ... Tuan ... ini, Bibik, mohon Bibik diizinkan untuk menyampaikan pesaaaan."

"Yaaaa ada apa, Biiiiik, cepat katakaaaan. Hmmm mengganggu saja, Bibik ini. Aku lagi beromantisan dengan istriku iniiii huh!" keluh Cito yang mendengar teriakan bibik dari luar, suara Cito memang terdengar sangat merdu dan menggelikan karena dia lagi beradegan dengan istrinya, jadi tak membuka pintunya karena tak mau menghentikan adegannya itu.

Cito juga memaklumi bik Mira karena kepikunannya, lagian bik Mira juga sudah sangat berjasa sejak Chandra kecil, makanya sudah dianggap keluarga sendiri di rumah ini, jadi meskipun bik Mira pikun atau kadang lalai, mereka semua tidak akan pernah memecatnya.

"Maafkan, Bibik yang mengganggu ini, Bibik hanya mau bilang kalau Tuan muda sudah berangkat ke cafe, katanya bilang sama dia kalau tidak boleh lama-lama datang, begitu, Tuan," balas bik Mira yang gemetaran ketika menyampaikan itu, takutnya Cito marah dan akan memarahi Chandra, karena selalu bibik lah yang tak tega kalau Cito memarahi Chandra, bagi bibik Chandra seperti anaknya sendiri dan bibik selalu menenangkannya ketika Chandra bersedih.

"Apa, Bibik bilang? Chandra pergi sekarang juga? Hahaha, anak itu ternyata sangat bersemangat dan tak tahan juga untuk menemui Citra, berarti perjodohan ku pastinya akan sukses betul, benar-benar keren. Ini berita sangat menyenangkan, haha, baiklah, Bibik boleh pergi!"

Bik Mira merasa senang ketika mendengar majikannya itu senang dan tak akan memarahi Chandra, beliau pun pergi dengan senyuman yang merekah di bibirnya. Sambil berceloteh. "Syukurlah Tuan muda dan Tuan besar tidak berselisih lagi, aku sungguh takut kalau mereka berselisih pastinya rumah dan seisinya ini akan menjadi korbannya.

Memang seperti itu ketika Cito dan Chandra berselisih waktu itu, gara-gara kesalahan sedikit saja membuat keributan yang sungguh luar biasa. Dulu Chandra pernah tak sengaja melukai mamanya, lalu Cito yang mengira Chandra sengaja akhirnya berselisih dan memaki Chandra habis-habisan, jadi Chandra benar-benar tidak suka dengan mamanya itu, karena gara-gara mamanya itu selalu membuat dia dan papanya sering berantem, karena mamanya itu adalah mama tiri, jadi sering ada kesalahpahaman yang tercipta pada mereka, juga semenjak Chandra berumur 5 tahun sudah diurus oleh bik Mira setelah mamanya sendiri meninggal karena penyakit yang tiba-tiba menyerangnya, lalu papanya itu menikah lagi saat Chandra berusia 10 tahun. Semenjak saat itulah Chandra menjadi seorang yang tak suka bicara kepada papa atau mama tirinya karena malas apabila dipersalahkan lagi.

avataravatar
Next chapter