5 005

Nana hari ini pulang lebih awal, dia memang sudah tidak lembur lagi. Ya, hari ini dipastikan tidak ada karyawan yang mengambil lemburan lagi khawatir bakal seperti Nana. Bos atau atasannya tampaknya sangat perhatian dengan para karyawannya. Walaupun dikatakan pulang lebih awal sebenarnya pulangnya juga jam 5 sore menjelang Maghrib jadi sekalian dia mengunjungi masjid megah di tengah kota metropolitan ini untuk beribadah dan berserah diri pada Yang Maha Kuasa.

Kapan lagi dia punya kesempatan berjamaah di sini?

Tapi, dia masih kepikiran dengan orang yang ada di rumah kontrakannya, jelas sekali pintu itu dia tutup rapat dan terkunci, sebisa mungkin menandakan bahwa tidak ada orang di dalam sana. Jika mengingat kembali, Nana merasa perlakuannya padanya itu terlalu kejam.

Nana menenangkan diri sejenak begitu mendengar adzan berkumandang, dan dia segera mengambil air wudhu dan memercikkannya ke badannya.

Kini setelah ada jeda untuk mengeringkannya dan meraih mukena ditempat yang telah disediakan, saatnya beribadah dengan khusyuk.

Nana memohon dengan sangat pada pencipta ruh-nya, dia memohon dengan sangat untuk kelancaran hidupnya, dia juga mohon dengan sangat untuk kebahagiaan hidupnya.

'Apa selamanya diriku akan hidup susah?' itu pikir Nana, dia tidak ingin kerja kerasnya berujung dengan sia-sia.

Lalu, setelah membereskan tempat ibadahnya, dia segera pulang. Nana melihat sekitaran trotoar ada penjual bakso yang laris dengan aroma yang begitu sedap. Wajah Nana tertuju pada gerobak bakso yang nangkring di pinggir jalan itu.

GLEK!!

Sesaat membuatnya menelan ludah, aroma bakso yang tercium dari lubang hidungnya ini menggugah selera, seketika membuat perutnya berbunyi meronta-ronta untuk mencicipinya.

Apakah itu yang dinamakan telepati?

Siapa saja tidak tahan apabila perutnya kosong saat mencium aroma makanan yang begitu lezat pasti secara refleks ingin sekali melahapnya langsung.

Nana terpikir untuk membelinya, entah kenapa? Apa karena dia tergoda dengan aroma kenikmatan ini?

Dia juga memikirkan seorang pria yang ada di rumahnya, 'Apa dia sudah makan?' biasanya seorang pria kurang bisa memasak.

Nana akhirnya kembali perlahan tepat di depan gerobak bakso tersebut, sebelum membelinya, dia juga bertanya-tanya dalam dirinya ..., "Apa yang membuat dagangannya laris?"

'Kira-kira berapa ya, keuntungannya dari menjual bakso?' disamping ingin membeli, Nana yang takut kehilangan pekerjaannya karena mendapat hukuman ini bertekad untuk menjadi pengusaha suatu saat nanti. Dia selama ini sudah menyisihkan sejumlah uangngnya dari hasil bekerja dan menabungkannya di Bank.

"...." Dia tidak mungkin mengurungkan niatnya untuk membeli bakso tersebut.

"Cari apa neng?" tanya abang bakso tersebut.

Tukng bakso itu sembari berjualan bakso, dia menjual es degan, es jeruk, es teh (ya, aneka es) dengan dibantu oleh istrinya (tampaknya wanita di dekatnya itu istrinya ....)

"Bakso? Es? Apa Camilan?" tawarnya lagi karena Nana tidak segera menjawab dan masih berpikir hening dengan melihatnya. Jujur saja dia masih bingung ingin membelinya, takut uangnya terkuras habis karena sering jajan.

"A-ah, beli 2 bang ... sama es teh 2 ya, bungkus." Akhirnya Nana mengatakannya.

"Oh, bungkus, ya. Oke, oke!!" seru abang tukang bakso dengan riangnya.

"Es teh 2 bungkus!" seru abang tukang bakso yang membisikkan perkataannya pada wanita di sebelahnya itu.

Abang tukang bakso melayaninya dengan cepat.

"Pake lontong, neng?" tanyanya memastikan.

"Ah~ tidak usah," kata Nana menjawabnya. Dia berpikir bisa makan pakai nasi kalau nantinya dia menanak sedikit nasi di rice cooker mungkin memakan waktu sekitar 30 menit saja.

"Berapa, bang?" tanya Nana begitu abang tukang bakso sudah selesai membungkus semua pesanannya.

"25 ribu, neng. Saya tambahkan lontong 1, ya ... karena tidak ada kembalian."

Loh ternyata uang yang dipegang Nana kurang, dia berpikir baksonya pasti seharga sepuluh ribuan dan es tehnya dua ribuan, "Ganti kerupuk aja, bang." kata Nana sembari mencari uang lima ribuan dari sisa uang pembelian nasi bungkus tadi pagi. Nana lupa kalau dia tadi pagi menyerahkan uang pecahan 5000 jadi begitu ketemu uang sepuluh ribuan utuh dia menjadi tersadar kalau belum membelanjakannya.

Akhirnya Nana membayar dengan uang sepuluh ribu dan kembalinya 5000.

"Monggo, bang."

Abang tukang bakso menyambut kepamitan Nana dengan baik, "Monggo, monggo."

*Note: "Monggo," kalau diartikan ke bahasa Indonesia, "Mari," bisa jadi saat kita telah pergi membeli sesuatu di jalanan atau pedangang kaki lima itu sebagai sapaan, "Sampai jumpa."

Lanjut, kini Nana membawa sekantong bakso dan sekantong es teh di kedua tangannya.

*Panas x Dingin*

Beberapa menit kemudian, Nana sampai di rumah kontrakannya dengan cepat. Dia memang buru-buru ingin pulang. Dia mencari kunci rumah yang ada di kantongnya, "Nah ketemu!" begitu menemukannya dia segera membukanya.

CEKLEK!

Tentu saja, seorang laki-laki tampan di rumahnya ini sudah siap menyambut kedatangan tuan rumahnya. Dia segera berdiri di balik pintu rumah, dan begitu Nana membuka pintu rumahnya, wajahnya seketika merah merona melihat laki-laki tampan yang tertunduk begitu sopan menyambut kepulangannya.

*Fix, dia bukan orang jahat!! Batin Nana berpikir demikian.

"Selamat datang kembali," Dia mengucapkannya dengan lembut.

*Biasanya scene seperti ini hanya ada di dorama atau di manga romance :"v

"Oh, iya mas." Tentu saja jawaban Nana itu terdengar dingin di telinga laki-laki tampan yang sudah susah payah bersikap sopan untuk menyambutnya.

Sesaat membuat lelaki itu menyeringai kecil. Nana masih tidak bisa melupakan kejadian tadi pagi, dia melihat sekujur tubuh lelaki yang ada di depannya ... tampaknya bekas luka itu menghilang, 'Apa dia berusaha mencuci pakaiannya?' Jauh sebelum pergi Nana memang melemparkan sejumlah pakaiannya yang tampak longgar untuk bisa dipakai olehnya namun, tidak dengan celananya.

Lelaki itu berusaha tersenyum lembut pada Nana guna mencairkan susasana canggung dan tegang ini. Sementara Nana juga berusaha tersenyum walau terlihat dipaksakan.

Nana kemudian menyodorkan bungkusan yang ada di tangannya padanya, dia segera menerimanya dengan senang hati.

Nana menutup pintu rumahnya kembali dan menutup jendelanya. Dia juga menguncinya rapat-rapat, karena dirasa sudah tidak akan keluar rumah lagi.

"Eh?" celetuk lelaki itu keheranan melihat bungkusan itu.

"Kenapa?" Nana bertanya penasaran, "Kamu tidak suka?" tanya Nana memastikan karena kalau dia ini orang kaya pastinya jarang makan makanan di emperan alias pinggir jalan.

Dia bergeming cukup lama memandangi bungkusan itu dan membentuk mata sipitnya tanda dia sedang ingin membuat penolakan.

"Bukan begitu tapi ...,"

"Tapi apa?"

Nana sedikit menaikkan nadanya kesal, kalau sampai dia menolaknya ...!!

"Jika kita akan memakan ini, maka ... masakanku akan sia-sia malam ini." Ucapnya dengan wajah agak sedih.

"Eh?" celetuk Nana heran, 'Masakan katanya?' dalam hati Nana yang tidak sadar kalau masakan maksudnya dia sudah memasak di rumahnya.

"Eeeeeeee!!!" begitu Nana baru paham maksudnya itu, membuat lelaki ini terkejut juga.

________

'Orang ini selain sopan, dan baik ternyata terampil juga ... siapa sih cowok ganteng yang ada di depanku ini?' faktanya mereka berdua belum saling berkenalan.

Seperti apa kisah mereka berdua selanjutnya?

To be Continued

avataravatar
Next chapter