3 Misi Sukses

Sia pun mundur dan tersedak oleh ludahnya sendiri. Dia tidak pernah menyangka bahwa Alan mendepaknya begini.

"Tidak, Bunny-ku. Apalah arti semua perhiasan itu jika aku tidak mendapatkan cintamu?" erang Luci dengan sangat menggoda. Lekuk tubuhnya yang sangat besar itu kini bersentuhan dengan tubuh bontot milik Alan.

Alhasil pengusaha itu pun berakting seperti tengah 'tergugah' hebat. Lalu Alan mencolek bagian tubuh terindah milik Luci dengan gemas dan penuh dengan kemauan.

"Sayang, kau membuatku tidak tahan," goda Alan dengan wajah sudah didekatkan pada Luci.

Alan pun mulai menciumi pipi Luci bertubi-tubi. Di sela-sela ciuman pipi itu, berulang kali mata Alan melirik pada Sia yang saat ini sudah bersikap seperti cacing kepanasan.

Seperti yang diprediksi oleh Alan sebelumnya, tanpa membutuhkan waktu yang lama Sia pun meledak di tempatnya.

Sia memang tipikal wanita yang sangat posesif dan pencemburu. Sifatnya yang sangat buruk itu diperparah dengan gaya materialistis yang selalu memanfaatkan Alan selama ini.

"Apa-apaan ini? Siapa dia? Apa hubungan kalian?" sembur Sia dengan sangat marah.

Seketika wanita itu menarik tubuh Luci agar terlepas dari kungkungan tangan Alan yang saat ini sedang perpura-pura tengah memegangi tubuh Luci dengan tidak sabaran.

Luci pun berakting seolah ia sangat menikmati setiap gerakan tangan Alan yang menyentuh setiap inchi pada bagian tubuhnya itu. Bahkan Luci mendongakkan wajahnya agar terlihat sangat meyakinkan bahwa dia juga mulai 'terpancing' oleh sentuhan Alan.

Namun setelah Sia berhasil menarik tubuh sintal Luci, gadis itu mau tak mau menghentikan aktingnya.

Luci sekarang berdecih kesal. Dia menunjukkan wajah seolah-olah Sia adalah pengganggu paling menyebalkan di dunia ini. Lantas Luci menyentak tangan kurus milik Sia. Tubuh Luci pun maju dengan gerakan anggun namun mengintimidasi.

Luci harus terlihat mewah meski sedang berada di dalam kemarahan sekalipun. Luci harus menunjukkan betapa dia adalah seorang wanita kaya berpendidikan yang tak bisa dianggap remeh.

Dan dia harus menunjukkan bahwa Sia berada di bawah levelnya. Luci harus membuat Sia merasa rendah diri agar mau menjauhi Alan.

Di dalam gaya mengintimidasi itu secara sembunyi-sembunyi Luci memperlihatkan kemewahan yang ia pakai sekarang.

Rambut curly miliknya ia kibas agar anting-anting Christie's Auction Diamond Earrings yang menggantung di telinganya terlihat jelas.

Lalu dia mengangkat gaunnya Mint Valentino Dress yang melekat di tubuhnya.

Luci ingin menguarkan intimidasi miliknya yang saat ini ia tunjukkan melewati ekspresi wajah dan juga kemewahan yang ia pakai.

Itu berhasil sebab sekarang Sia sudah terlalu terpaku dengan semua perhiasan dan kemewahan yang dikenakan oleh Luci. Hal itu dimanfaatkan gadis itu untuk menyerang lawannya.

Tangan Luci dengan gesit bergerak untuk mencengkeram wajah Sia. Mata lebar Luci membelalak demi menunjukkan kemarahan yang hampir meledak.

"Dengar, Jalang! Aku dan Alan saling mencintai. Kudengar kau telah menjadi pengganggu untuk Alan-ku. Kuperingatkan kau untuk mundur sebelum kau menyesal!" Luci menyentak tubuh Sia hingga membuat wanita berusia awal tiga puluhan itu terhuyung mundur.

Kulit Sia yang cokelat eksotis itu berkilau dan sudah membentur karpet. Luci berdecih.

Sia yang tadinya tersungkur kini nampak bangkit dan tak terima. Wanita bertubuh kurus itu berhambur dan siap mencakar wajah Luci.

Namun sebelum itu terjadi Alan sudah datang menghadang dan menghalangi Sia dalam usahanya untuk melukai Luci.

"Lepas, Rabbit! Apa yang kau lakukan? Lepaskan aku!" ronta Sia di tengah cengkeraman tangan Alan saat berusaha menghentikannya.

Setelah beberapa waktu yang cukup lama wanita itu berhasil terlepas dari cengkeraman tangan Alan yang menghalanginya.

Sia terengah dengan wajah yang tak kalah emosi. Sekarang tangan wanita itu pun terangkat dan siap untuk menjambak rambut Luci.

Namun lagi-lagi, sebelum itu terjadi, usaha Sia kembali tergagalkan sebab Luci sudah lebih dulu bergerak untuk menampar wajah Sia dengan sangat keras.

Tamparan itu bahkan mungkin terlalu keras bagi Sia hingga membuat wanita kulit eksotis itu tersungkur dan jatuh di atas lantai berkarpet.

Setelah berhasil menampar Sia, Luci bersedekap dengan bosan sembari melihat Sia yang mengaduh dan memegangi pipinya di atas lantai.

"Beraninya kau menamparku? Kau pikir kau siapa?" Sia bangkit dan hampir berdiri untuk menyerang Luci kembali.

Namun sebelum wanita itu berhasil melangkah sejengkal lagi Luci sudah menunjukkan sebuah kartu berwarna emas di tangannya.

Kartu emas itu adalah sebuah tanda keanggotaan VIP dari sebuah klub bernama Theo Doras. Theo Doras adalah sebuah klub yang keanggotaannya hanya bisa dimiliki oleh kalangan elit dan kelas atas.

Sebab dengan bergabung di club itu minimal kau harus membayar uang donasi keanggotaan sebesar lima ratus juta rupiah sebulan, peraturan itu pun hanya berlaku untuk keanggotaan regional, belum yang VIP.

Sedangkan kartu yang dipegang Luci menunjukkan keanggotaan VIP, artinya uang donasinya lebih besar dari lima ratus juta rupiah.

Sontak Sia gemetar. Dia membelalak saat melihat kartu itu tanpa berani untuk maju lagi.

"Kau sudah cukup tau siapa aku kan? Sekarang bisakah kau menyingkir dan pergi dari kehidupan kami?" tandas Luci dengan ketus. Yang dimaksud 'kami' di sini adalah Luci dan Alan.

Sia belum mau beranjak dan menjawab. Wanita itu sekarang malah bangkit dan menoleh untuk menampar Alan yang berdiri di belakangnya.

PLAK!

Semua orang lalu terkejut dan saling berbisik satu sama lain.

"Kau meninggalkanku demi uang?" dengus Mia tak percaya.

"Seperti yang kau katakan padaku selama ini, hidup ini selalu membutuhkan uang," jawab Alan dengan enteng.

PLAK!

Sia pun menampar Alan sekali lagi. Seluruh peserta pesta di gedung itu semakin riuh dan kaget. Mereka berbisik dan berdengung kembali.

Nampaknya Sia masih tidak puas sebab dia hampir menampar Alan lagi, wanita itu ingin melampiaskan semua kekesalan dan rasa malu yang mencoreng mukanya saat ini.

Tamparan itu melayang di udara dan hampir mengenai wajah Alan lagi sampai akhirnya digagalkan oleh tangan Luci yang sudah berhasil turun untuk menahan tangan Sia.

"Jangan pernah sentuh milikku dengan sembarangan atau tanganmu yang cantik ini akan berakhir di penggilingan!" ancam Luci dengan penekanan yang mengerikan.

Sia berdecih. Matanya yang lebar dengan bulu mata extension itu menyisiri tubuh Luci dengan meremehkan. Dimulai dari seluruh pakaian dan perhiasan gadis itu hingga lekuk tubuh milik Luci yang seksi, berikut pinggang dan bagian milik Luci yang sintal.

Tadinya Sia memang sempat rendah diri namun sekarang tidak lagi. Sia justru berbalik dan siap menyerang Luci.

"Kau pikir aku tidak tau bahwa semua ini palsu? Dan kau pikir Alan akan bertahan lama denganmu?" ejek Sia dengan matanya yang memicing penuh benci.

Luci memasang wajah sedih yang dibuat-buat. Gadis itu lalu menoleh pada Alan seolah mengadukan apa yang dikatakan Sia padanya tadi. Luci berakting seolah Sia telah sangat melukai hatinya yang rapuh itu.

"Bunny, dia bilang kau akan meninggalkanku," rengek Luci pada Alan.

Alan pun menggeleng dengan wajah menenangkan. Pengusaha itu pun menarik tubuh sintal Luci dan mendekatkan wajahnya pada wajah gadis itu.

"Tidak, Sayang. Aku tidak akan pernah meninggalkamu," bisik Alan.

Lalu Alan mencium bibir sintal milik Luci. Ciuman itu semakin lama semakin dalam dan membara.

Bahkan meski di hadapan banyak orang pengusaha itu kini 'menikamati' ciuman itu dengan menggebu seolah ini adalah momen yang telah mereka tunggu demi meluapkan keinginan mereka yang terpendam sedari tadi. Lalu puncaknya Alan pun menekan beberapa titik pada tubuh Luci.

"Bunny," lirih Luci yang dibuat semenggoda mungkin. Padahal Luci tidak merasakan apa-apa.

Sia yang melihat semua itu akhirnya terbakar emosi. Wanita itu lantas menyambar segelas wine yang berada tak jauh dari tempatnya berdiri. Lalu dia menyiramkan wine itu pada jas hitam yang dikenakan Alan.

"Kita putus!" teriak Sia lalu pergi keluar dari gedung dan menangis sesenggukan.

***

avataravatar
Next chapter