12 Jika Kau Tidak Membayarnya Maka Anak Ini Akan Mati

"Jangan bergerak!"

Luci kaget dan tegang di tempatnya saat ini. Bahkan gadis itu belum sempat bangkit untuk berdiri.

Keringat sudah semakin banyak membanjiri wajah dan tubuhnya sementara tas ransel yang ia gendong dan dia letakkan di depan dada ia peluk erat-erat.

"Konfirmasi siapa dirimu!" perintah orang yang berkata jangan bergerak tadi. Moncong pistol masih menekan kepala Luci.

Gadis itu berusaha menjauh tapi ketika dia sudah menggeser sedikit tubuhnya agar tidak dekat-dekat dengan pistol itu, orang lain yang berada di suatu tempat justru membuat Luci terpojok.

"Tembak saja dia. Anak itu mau kabur!" kata orang itu.

"Ti-tidak. Saya tidak berniat untuk kabur," gagap Luci dengan napas sudah ngos-ngosan. Tenggorokannya sekarang disesaki oleh kegugupan dan rasa panik yang dimilikinya.

"Kubilang konfirmasi siapa dirimu!" bentak lelaki yang menodongnya dengan pistol.

"Sa – saya datang di sini karena diminta. A – ada yang mengirimi saya pesan tadi. Ada – ada anak lelaki yang perlu saya jemput," ucap Luci terbata-bata. Kedua tangan gadis itu gemetar tidak bisa ditahan lagi.

Lalu pistol yang ditodongkan oleh Luci sudah diturunkan. Selanjutnya Luci diringkus oleh dua orang lelaki yang memakai jas dan berdasi.

Bahkan tubuh Luci diangkat kedua orang itu dengan cara Luci diapit di tengah-tengah, sementara lengan gadis itu dicengkeram dan diangkat oleh dua lelaki itu.

Luci tidak berani bertanya dan berteriak sebab semuanya akan sia-sia. Jam berapa sekarang ini? Apakah sebentar lagi matahari akan terbit? Apakah sebentar lagi akan ada banyak orang baik di tempat ini yang nanti bisa menoloong Luci?

'Kuharap mereka tidak akan melakukan hal buruk padaku!' batin Luci dengan mata sudah berkaca-kaca sebab takut.

Baginya hal berbau kekerasan seperti ini adalah hal yang ia takuti. Meskipun dia termasuk gadis yang kuat memukul orang karena dia memiliki sedikit ilmu bela diri.

Tapi baginya ini semua bukan tandingannya. Lagi pula di sini pasti akan banyak orang yang akan menyerangnya jika dia berbuat sesuatu yang bisa menyinggung mereka.

Dua orang yang menyeret dan mengangkat Luci tadi telah membawa gadis itu menuju ruangan yang lain lagi.

'Sial, berapa ruangan yang ada di tempat ini? Jika aku bisa melawan dan mengalahkan mereka belum tentu aku bisa lolos dan keluar dari sini," batin Luci.

Tubuh Luci dihempas begitu saja di atas lantai setelah sampai di ruangan yang baru itu. Di depan Luci sudah berada sebuah meja yang dibelakanganya terdapat kursi putar sangat tinggi.

Di kursi itu duduklah seorang lelaki dengan posisi duduk sedang memberlakangi Luci. Lelaki itu memakai sebuah topi fedora dengan menyulut sebuah cerutu atau rokok lalu menghisapnya.

"Golden, dia sudah datang," kata salah seorang lelaki yang membawa Luci kemari tadi.

Lalu lelaki yang duduk di kursi putar itu mengibaskan tangannya di udara. Kedua orang tadi langsung mundur dan keluar.

Luci mundur pelan-pelan sebab terlalu takut. Dia mengedarkan semua pandangan tapi semuanya remang dan gelap, jadi dia tidak terlalu bida melihat apa-apa. Di sini suram.

"Kau datang juga ternyata. Kupikir kau tidak akan datang," kata Golden.

Dia menyedot rokok miliknya dalam-dalam lalu menggilas puntungnya pada asbak terdekat. Kursinya spmpat berputar sedikit agar mempermudah tangannya menjangkaiu asbak.

Dari suaranya dia berusia sekitar empat puluh tahun. Namun wajahnya belum terliat sebab di sini masih terlalu suram.

"Apa – apa Anda yang mengirimi saya pesan tadi?" tanya Luci dengan hati-hati.

Dia tidak ingin menanyakan Hans di mana posisi secara langsung pada lelaki itu. Bisa saja orang ini salah tangkap? Siapa tau juga ini penjebakan? Siapa tau Hans tidak di sini?

'Jangan-jangan mereka sudah menguntitku dari tadi. Apa mereka tau aku sudah mendapat banyak uang hari ini?' tanya Luci di dalam hati.

Golden menganggukkan kepalanya dengan pelan dan misterius. Sekarang dia menyangga wajahnya sendiri di atas kedua tangannya yang dikatupkan.

"Jadi kau sudah tau kenapa kau dipanggil kemari?" tanya Golden dengan suaranya yang sangat serak seperti perokok berat.

"Saya tidak tau pasti. Tapi saya ingin menjemput anak itu," jawab Luci dengan berusaha untuk tetap tenang. Dia tidak ingin terlihat gugup dan mudah diintimidasi.

"Kau tau kan ini adalah Kubu Evil?" tanya Golden.

"Ya, saya tau," angguk Luci dengan mantab.

"Apa yang masuk di sini akan sulit untuk keluar. Dan apa saja yang bisa keluar dari sini itu tidaklah akan gratis." Golden mengambil sebatang rokok lalu menyulutnya dengan api. Dia menghisap dan menikmatirokok itu di dalam keremangan.

'Jadi mereka menginginkan uangku? Sudah kuduga, pasti mereka sudah menguntitku dari pesta Alan tadi.

'Ah, apa dia salah satu orang suruhan Sia? Tidak, itu mustahil. Lalu bagaimana bisa Tante Arum terlibat?' pikiran Luci berkeliaran kemana-mana.

"Apa yang perlu saya bayar?" tanya Luci.

Di dalam hatinya Luci berdoa agar uang sebesar dua ratus juta yang dia pegang saat ini lebih dari cukup untuk membayar dan menebus Hans.

Bahkan jika mungkin semoga saja yang diminta tidak sampai dua ratus juta sebab yang seratus juga masih dia simpan di mobil yang akan dia serahkan pada partnernya nanti.

Lampu ruangan dinyalakan secara tiba-tiba setelah Golden menjentikkan jarinya di udara. Sekarang Luci bisa melihat dengan jelas bagaimana bersih dan rapinya ruangan itu, sebuah ruangan dengan tembok dicat putih, dan dengan lantai yang dipelitur licin.

Tidak ada meja bilyard di sini tapi ada sebuah lemari sangat besar berisi minuman beralkohol. Ada juga berbagai macam senjata yang dipajang di dinding.

Saat Luci melihat ke segala arah dan melebarkan pandangannya betapa terkejutnya dia saat melihat Tante Arum duduk di sebuah kursi sementara ada seorang lelaki yang berdiri dan menodong kepala Tante Arum dengan senapan laras panjang.

Lalu ada seorang lelaki lain maju, lelaki itu juga berada di belakang kursi Tante Arum. Lelaki itu mengenakan jas juga dan sebuah senjata seperti pistol berada di tangannya.

Lelaki itu berjalan mendekati sebuah dinding yang berada tak jauh dari Luci.

Kemudian tangan lelaki itu menekan beberapa bagian pada dinding. Sebuah tombol muncul dari dinding.

Dan setelah tombol di tekan, dinding terangkat dan memperlihatkan Hans yang sedang tertidur di atas ranjang perawatan dengan infus berada di sampingnya.

"Dia kalah judi lagi," jelas Golden dengan tangannya yang memilin rokok. Golden menyedot rokok lagi lalu menggilas puntungnya yang masih menyala itu pada asbak. 'Dia' yang dimaksud Golden adalah Tante Arum.

"Jumlahnya seratus juta, itu jumlah yang harus kau bayar," tutup Golden dengan mengatupkan kedua tangannya.

Golden adalah seorang lelaki yang memiliki aura tegas dan kejam. Kulitnya berkeriput dan kusam sebab asap rokok. Gigirnya kuning dan agak kotor. Gigi itu sekarang terlihat berderet sebab Golden menyeringai saat ini.

Sementara lelaki yang membuka dinding demi menunjukkan di mana posisi Hans berada itu sudah mengangkat pistol yang berada di tangannya.

Lelaki itu bahkan sudah mengunci peluru dan pistol siap diletuskan. Pistol itu diarahkan pada Hans yang sedang terkulai tak sadarkan diri.

"Jika kau tidak membayarnya hari ini maka anak itu akan mati," ancam Golden kembali menunjukkan seringaiannya.

***

avataravatar
Next chapter