10 Datanglah, Atau Anak Ini Mati!

'Entah apa yang direncanakan oleh Tante Arum tapi aku harus segera menghentikannya,' batin Luci dengan mantap.

Gadis itu mendongak untuk kembali berfokus pada perawat yang masih menunggunya di belakang meja informasi.

Jam menunjukkan pukul dini hari dan Luci harus segera bergegas. Ini cukup aneh sejujurnya, melihat mengapa rumah sakit meloloskan seorang pasien untuk dipindahkan malam-malam begini. Mungkinkah Hans benar-benar kritis? Luci semakin dibuat khawatir.

"Suster, di rumah sakit mana Hans dipindahkan?" tanya Luci.

Sejujurnya dia ingin menanyakan banyak hal lagi. Semisal apakah Hans berada dalam tahap masih bisa diatasi jika tidak dirujuk? Lalu apakah alasan dia dirujuk?

Lalu selain Tante Arum siapa yang membawa Hans tadi? Dan masih banyak lagi. Namun itu semua tersimpan di dalam tenggorokan Luci sebab gadis itu terlalu panik dan tidak bisa berpikir jernih.

Suster itu terlihat mengecek beberapa data di dalam computer miiknya.

"Rumah sakit Sun Eden," jawab suster itu. Mulutnya terbuka lagi ingin mengatakan seseuatu namun sebelum Luci bisa mendengar suara suster, gadis itu sudah berlari untuk pergi.

Dengan bergegas dia keluar dari rumah sakit untuk memasuki mobil sewaannya. Mesin dinyalakan dan mobil telah melaju

Di perjalanan Luci tak bisa mengeyahkan segala pikran buruknya. Sebenarnya ada rumah sakit terdekat dari sini yang lebih dekat dari Sun Eden. Fasilitasnya juga bagus namun entah mengapa Hans justru dipindahkan ke rumah sakit itu.

"Apa pun ini, Hans, kumohon bertahanlah. Aku akan segera datang," bisik Luci seraya menyetir mobil.

Di sepanjang perjalanan gadis itu bahkan tidak bisa memfokuskan pikirannya untuk menyetir. Dia terus bertaya pada diri sendiri apakah yang sedang terjadi pada Hans? Apakah Tante Arum menyakiti Hans dan apakah wanita itu berniat untuk melenyapkan Hans kali ini?

Pikirannya semakin liar yang berada di dalam ketakutannya. Saat dia menerobos lampu merah Luci hampir menabrak sebuah mobil kembali.

Beruntungnya mobil itu bisa mengendalikan diri dan pergi begitu saja, sementara Luci tidak mendapat luka yang berarti, kecuali hatinya.

Ada alasan lain mengapa Luci mau merawat Hans. Dia memiliki sebuah alasan lebih kuat daripada cintanya kepada Daniel yang hingga kini tidak kunjung pudar. Semua ini berhubungan dengan perasaan, atau lebih tepatnya empati.

Luci merupakan seorang anak yang dibesarkan di sebuah panti asuhan. Sepasang suami istri mengadopsinya.

Dia mengharapkan sebuah keluarga bahagia selama ini, dan dia pikir dia bisa menemukan itu pada keluarga baru yang mengadopsinya.

Namun itu semua salah. Keluarga itu justru membuat Luci bekerja keras di jalanan. Ternyata selama ini keluarga itu telah mengangkat anak berjumlah setidaknya sepuluh orang. Dan semuanya bernasip sama yakni harus bekerja di jalanan.

Rumah itu bukan rumah sebab Luci nyatanya ditempatkan pada sebuah kandang bersama para hewan ternak dan juga bersama anak-anak yang lain.

Mereka pun hanya mendapat makanan seadanya yang tak jarang diberikan saat keadaan basi.

Luci dan yang lain bisa saja kabur andai saja di keluarga itu tidak memiliki seorang tukang pukul yang rumornya merupakan seorang psikopat. Dari mulut ke mulut Luci mendengar bahwa tukang pukul itu tak segan memakan daging manusia.

Trauma dan ketakutan itu masih ia rasakan hingga kini. Bahkan saat dia menemukan dua pasang muda mudi yang berumur sama dengan orang tua angkatnya dulu, Luci akan meringkuk ketakutan.

Apalagi jika dia melihat seorang lelaki yang memiliki tato. Tukang pukul di rumah orang tua angkatnya dulu memiliki tato.

Singkatnya Luci tidak ingin Hans bernasip sama dengannya, kehilangan orang tua dan berakhir di panti asuhan hanya karena tidak ada satu pun orang yang mau merawatnya. Terlebih Hans adalah adik kesayangan Daniel, pacarnya.

Luci ingat saat kecil dulu bagaimana traumanya hidup tanpa orang tua yang mengasihinya. Cinta dan kasih hanya bisa didapatkan dari sesama anak angkat di kelaurga itu.

Itu pun tidak semua anak baik.

Ada seorang anak yang umurnya tertua di antara anak angkat yang lain. Anak tertua itu adalah kaki tangan orang tua angkatnya. Jadi anak itu akan memantau setiap gerak gerik anak-anak di kandang.

Walau dia juga tidur di kandang, tetapi dia diperlakukan agak istimewa, salah satunya adalah hanya anak itu yang bisa tidur di kasur busa bekas yang masih empuk sementara anak lain tidur di atas jerami.

Gara-gara anak tertua itu juga salah seorang saudara angkat Luci babak belur hingga mati. Hal itu terjadi hanya karena saudara angkatnya yang dipukuli itu mengatakan ada sebuah celah yang berada di samping pintu.

Anak-anak memang berniat untuk kabur tapi mereka tidak sebodoh itu melakukannya di peternakan terpencil itu.

Tapi saudaranya yang dipukuli itu telah menemukan celah di samping pintu, itu pun ditemukan jika saja anak-anak bosan di dalam kandang terus.

Akhirnya anak tertua itu mendengarnya dan anak penemu celah itu akhirnya dipukuli oleh tukang pukul di depan semua anak-anak.

Darah masih diingat Luci, hingga tubuh babak belur saudara angkatnya itu diseret keluar kandang pun dia masih ingat. Sampai sekarang Luci tidak pernah tau di mana saudaranya itu. Namun anak-anak yakin dia sudah tewas.

Saking lamanya Luci melamun dia sampai tidak menyadari bahwa dia sudah melewati tikungan yang seharusnya. Alhasil dia pun berbalik untuk menuju tikungan yang berada lima puluh meter di belakangnya.

Sekitar sepuluh menit kemudian Luci sudah sampai di rumah sakit yang dimaksud. Setelah memarkir mobil dengan serampangan dan begitu saja gadis itu meluncur menuju meja informsi rumah sakit Sun Eden. Ada seorang perawat wanita yang sedang berjaga.

"Suster, apa ada pasien bernama Hans yang dirujuk di rumah sakit ini malam ini? Mm dia tadinya dirawat di rumah Sakit Medical Sky," ujar Luci denagn terengah. Keringatnya membanjiri wajah dan tubuhnya bahkan membanjiri tank top ketat miliknya.

Pakaian yang dikenakan Luci tidak cocok digunakan di rumah sakit tapi mau bagaimana lagi dia baru selesai menjalankan misi tadi.

Perawat itu terlihat memeriksa data di layar komputernya.

"Maaf, tidak ada pasien bernama Hans yang dipindahkan ke rumah sakit ini. Ada lagi yang bisa dibantu?" tanya perawat itu dengan lembut.

Suara petugas itu memang lirih dan halus tapi entah kenapa memberikan sebuah siksaan bagi Luci sebab itu berarti Hans tidak berada di sini.

Apa mungkin sesuatu telah terjadi? Apa suster di rumah sakit Medical Sky berbohong? Tidak, tidak mungkin kan? Apakah ambulan dicegat di tengah perjalanan?

Lucy berlari sebab dia sudah berpikir macam-macam sekarang ini. Di dalam pikirannya adalah pasti sesuatu telah terjadi pada Hans.

"Apa aku lapor polisi saja? Malam-malam begini? Tidak, Lagi pula aku tidak memiliki bukti. Ini semua berdasarkan firasatku saja. Tapi kemana aku harus mencari Hans?" omel Luci pada dirinya sediri.

Saat di luar rumah sakit dia berusaha menghubungi nomor Tante Arum lagi, kali ini berdering namun tidak diangkat. Gadis itu menelepon lagi namun lagi-lagi tidak diangat.

"Apa sih sebenarnya yang terjadi?" kata Luci cemas. Sekali lagi dia berusaha menghubungi nomor itu namun sebelum itu terjadi seseorang meneleponnya, nomor baru dan tak dikenal.

"Halo?" ucap Luci namun telepon itu buru-buru ditutup oleh orang yang meneleponnya.

Lalu dia baru sadar ternyata ada sebuah pesan yang masuk dari nomor tak dikenal itu. Ketika Luci membukanya betapa terkejutnya ia melihat foto Hans yang terbaring lemah di dalam pesan itu. Di bawah doto tertulis,

"Datang ke alamat yang terkirim atau anak ini mati."

***

avataravatar
Next chapter