3 Bab 3

Rindi tengah berjalan jalan di sisi pantai dengan kaki telanjangnya. Ia membiarkan ombak menerpa kakinya, laut memang selalu membuatnya nyaman dan tenang. Ia menatap hamparan lautan luas dengan melipat kedua tangannya di dada.

"Ternyata kau di sini," ucap seseorang membuat Rindi menengok ke arahnya. Daffa selalu saja mengganggunya. Dimanapun ia berada, Daffa terus mengikutinya membuat ia semakin jengah. Rindi hendak berlalu pergi meninggalkan Daffa tetapi tangan Daffa sudah lebih dulu menahan pergelangan tangannya.

"Lepas," ucap Rindi terdengar dingin.

"Ayolah Randa, kamu ini kenapa sih? Biasanya kamu selalu mengajakku pergi bersama, kamu sedang marahan dengan Samuel atau gimana? Kenapa terlihat sensi sekali," ujar Daffa membuat Rindi mendengus kesal. Bagaimana bisa Randa berteman dengan laki-laki berisik seperti Daffa.

"Aku sedang tak mood berbicara denganmu," ujar Rindi menepis tangan Daffa dan beranjak pergi.

"Kenapa? Apa karena kau tak mengenalku, nona Rindi."

Deg... Rindi menghentikan langkahnya saat mendengar ucapan Daffa barusan. Ia berbalik ke arah Daffa yang tengah tersenyum manis padanya.

"Ada apa? kamu kaget karena aku mengetahui identitasmu yang sebenarnya." ucap Daffa santai dan berjalan mendekati Rindi.

"Identitas apa maksudmu?" ujar Rindi kesal.

"Identitas kalau kamu bukan Randa basupati tetapi Rindi basupati, kembarannya Randa. Aku tau, karena sikapmu sangat bertolak belakang dengan Randa."

"Lalu setelah mengetahuinya, kamu mau apa? mau melaporkannya?" Tanya Rindi.

"Tidak, aku bukan tipe orang penjilat. Tak ada untungnya juga aku melaporkanmu kepada orang tua itu." Ujarnya membuat Rindi mengernyitkan dahinya bingung. Apa mau pria ini?

"Baiklah kalau begitu tak ada masalah," Rindi hendak berlalu tetapi Daffa kembali menarik tangan Rindi hingga tubuhnya menabrak dada bidang Daffa.

"Lepaskan !!! apa lagi mau kamu?" pekik Rindi sudah sangat emosi.

"Jangan emosi begitu. Dengar, aku tetap membutuhkan imbalan darimu untuk rahasia ini." ujar Daffa menampilkan seringainya dan sialnya itu terlihat sangat tampan.

"Aku tidak meminta kamu untuk menyimpan rahasia ini. Lepaskan," Rindi terus memberontak tetapi Daffa malah semakin merengkuhnya.

"Begini nona Rindi, bukan hanya kamu yang rugi kalau identitasmu tersebar hingga ke media, tetapi juga Randa kembaranmu itu. Bisa saja kalian berdua di anggap penipu," ucap Dafa membuat Rindi semakin mendengus kesal.

"Lalu apa maumu sekarang, tuan Daffa yang terhormat." Rindi mengangkat wajahnya dengan angkuh seakan tak ingin kalah dari Daffa.

"Bagaimana kalau malam ini di kamarku," tawar Daffa. "aku akan menjamin keamanan identitasmu itu." tambah Daffa tanpa melihat wajah penuh amarah Rindi.

Sekuat tenaga Rindi mendorong tubuh Daffa hingga terlepas dari rengkuhannya.

Plak...Rindi menampar wajah Daffa dengan sangat keras membuat Daffa meringis.

"Dasar bajingan !! loe pikir gue cewek apaan hah?? Gue bukan cewek murahan, jangan samakan gue dengan pelacur pelacur loe !!" amuk Rindi. "Dengar tuan Daffa arya ghossan yang terhormat, aku tidak perduli dengan ancamanmu itu. Kamu mau membeberkan identitasku yang menyamar sebagai Randa, silahkan saja. Sekalian adakan konferensi pers, karena aku tidak perduli!!" ujar Rindi penuh penekanan dan berlalu pergi meninggalkan Daffa sendiri.

Daffa tersenyum sambil mengusap pipinya yang terasa ngilu. "Dia itu benar-benar," kekeh Daffa. "dia pikir aku mau ngapain, aku hanya ingin mengobrol dengannya. Tidak mungkin aku mengajaknya ke restaurant di daerah sini. Aku malas di kerumuni dan di ganggu oleh para wanita bar bar." Daffa terus memperhatikan punggung Rindi yang sudah menjauh.

"Sepertinya kali ini tantanganmu sangat sulit, Daffa. Ayolah sang petualang, kita luluhkan gadis galak itu." gumamnya dan berlalu pergi.

***

Di dalam kamar hotelnya, Rindi mondar mandir karena kekesalannya. Hatinya langsung bergemuruh mendengar ucapan Daffa tadi. Ia merasa di rendahkan oleh Daffa, dia pikir Rindi ini gadis murahan yang rela memberikan selangkangannya kepada artis arrogant macam Daffa.

"Dia pikir dia siapa, walaupun wajahnya bak dewa tetapi kelakuannya mirip sekali dengan iblis. Dasar pria arrogant, cabul, mesum. Mati saja kau Daffa sialan !!" Amuk Rindi sangat kesal seraya melempari semua bantal dari atas ranjangnya.

"Dia pikir, dia itu siapa. berani sekali dia mengajakku ke kamarnya, dia pikir semua wanita akan tunduk karena ketampanannya? Ya tuhan,,, aku butuh Percy sekarang," gumam Rindi mengusap wajahnya gusar. Ia beranjak dari atas ranjang segera mengambil handphonenya dan mencoba menghubungi Percy, tetapi tak ada yang mengangkatnya.

"Kenapa tidak di angkat? Kamu dimana sih Percy, aku butuh kamu." gumam Rindi.

***

Sedangkan di tempat Percy berada saat ini. Percy pergi bersama Rasya dan Pretty menuju ke sebuah mall, mereka berjalan-jalan dan menonton film komedi. Pretty terlihat menatap kosong layar bioskop tanpa merasa terhibur walau yang lain terlihat tertawa. Rasya bahkan tertawa terbahak-bahak karena filmnya, Rasya sangat menyukai film comedy sama seperti Percy.

"Ini sangat konyol, Per." ucap Rasya.

"Loe bener, Sya.hha." tawa Percy.

Rasya dan Percy mengobrol dengan antusias, hingga pandangan Rasya terarah ke arah Pretty yang hanya diam saja di sampingnya.

"Prit, apa tidak seru ceritanya?" Tanya Rasya membuat Percy menatap adik tersayangnya.

"Aku ngantuk," dusta Pretty.

"Apa kita lebih baik pulang saja?" Tanya Percy.

"Sebaiknya seperti itu, Per." ujar Rasya dan merekapun berlalu pergi meninggalkan bioskop.

Kini mereka tengah makan di tempat jajanan kuliner malam di pinggir jalan. Percy memesan berbagai macam makanan untuk mereka. Pretty hanya mengaduk makanannya. Kebetulan itu makanan kesukaan Azka.

"Martabak telor," ujar Rasya antusias.

"Ini makanan kesukaan kita, Sya. Sepertinya kita harus bertanding untuk siapa yang menghabiskannya terlebih dulu." tantang Percy.

"Ide bagus tuh, Per. Prit, loe yang jadi wasitnya yah." ujar Rasya dan Pretty hanya tersenyum saja.

"Baiklah kita mulai pertandingannya," ujar Percy.

"Akan aku hitung sampai tiga, 1..2..3,, mulai." ujar Pretty

Rasya bersama Percy menikmati potongan martabak telor yang ada di atas meja. "ssshhhtt,, panas" gumam Rasya.

"Cemen loe," ledek Percy dan Rasya hanya mencibir saja. Ia kembali memakan martabaknya itu dengan sangat lahap. Pretty tersenyum melihat kekonyolan kakak dan sahabatnya itu, mereka memang terlihat cocok dengan berbagai kesamaan yang mereka miliki.

"Yes,, gue menang." ucap Percy bangga sambil mengunyah makannya.

"Martabaknya masih panas, lidah gue gak biasa makan yang masih panas," ucap Rasya.

"Ngeles aja loe," ujar Percy dan Pretty hanya tersenyum saja.

"Nih, bersihin tuh mulut. Belepotan banget sausnya." Rasya menyerahkan tissue ke Percy.

Percy hanya terkekeh saja seraya menerima tissue yang di sodorkan Rasya untuknya.

***

Di kediaman Prasaja

Rasya baru saja masuk ke dalam rumah, dan sang papa dan mamanya memanggilnya ke ruang keluarga.

"Kamu dari mana, Sya?" Tanya Ratu.

"Dari rumah Pretty, Ma." ujar Rasya.

"Bagaimana dengan kondisi Pretty sekarang?" Tanya Ratu.

"Masih murung Ma, tapi tadi sedikit ada perubahan,"

"Sayang, Papa mau bicara sama kamu." ujar Angga melepas kaca mata minusnya dan menyimpannya di atas meja.

"Ada apa ma, Pa? kelihatannya serius." Tanya Rasya,

"Sayang, om Edwin dan tante Dewi sudah melamar kamu untuk Percy."

Deg.... Rasya mematung di tempatnya mendengar ucapan Angga barusan yang membuat otaknya mendadak macet.

"Maksud Papa apa?" ujar Rasya tak paham.

"Begini Nak, Setelah pernikahan Pretty gagal. Kondisi kakeknya Percy semakin drop, ia ingin segera cucu pertamanya menikah saat ia masih hidup. Makanya tante Dewi da nom Edwin melamar kamu." jelas Angga.

"Tapi kenapa Rasya, Pa?"

"Karena kami pikir kalian terlihat cocok, kalian juga sudah saling kenal satu sama lainnya dari sejak kecil."

"Tapi Rindi?"

"Ada apa dengan Rindi?" Tanya Angga terlihat bingung.

'Sepertinya Papa tidak mengetahui hubungan Percy dan Rindi.'

"Ada apa sayang?"

"Tidak Pa,"

"Kami akan membicarakan ini lagi besok malam dengan makan malam keluarga." Ucap Angga.

"Apa Papa sudah menerima lamaran mereka?"

"Iya sayang, kenapa tidak. Papa senang bisa berbesan dengan anggota brotherhood. Itu mampu mempererat tali silaturahmi persahabatan kami." Rasya terdiam memikirkan ucapan sang Papa.

"Ada apa, Sayang? Kamu tidak senang?" Tanya Ratu yang baru bergabung dengan mereka berdua dengan membawa tiga gelas berisi teh.

"Bukan, ini sangat mendadak sekali."ucap Rasya terdiam memikirkannya.

"Jangan terlalu memikirkannya, Sayang." Ucap Ratu membelai lengan Rasya.

Rasya hanya tersenyum kecil ke arah orangtuanya.

***

Di kediaman Edwin

Percy tengah memainkan handphonenya di dalam kamarnya, hingga Dewi dan Edwin datang membuat Percy mengernyitkan dahinya. Tidak biasanya kedua orangtuanya masuk ke dalam kamarnya. Biasanya mereka akan memanggil Percy.

"Ada apa Ma, Yah?" Tanya Percy menyimpan handphonenya ke atas nakas.

"Ayah mau bicara sama kamu, Nak." ujar Edwin membuat Percy menatap mereka dengan seksama.

"Ayah dan Mama sudah melamarkan Rasya untukmu."

Deg.... Percy melotot sempurna mendengar penuturan Edwin barusan.

"Apa maksud Ayah?" pekik Percy kaget.

"Percy, umur kamu sudah waktunya untuk menikah. Acara pretty sudah gagal, dan Aki haji ingin kamu yang segera menikah." ujar Dewi,

"Tapi kenapa dengan Rasya, Ma?" ujar Percy.

"Karena kami pikir dialah wanita yang sangat cocok untuk mendampingi kamu. Dia cantik, keibuan." Ucap Dewi, "Dia juga putri dari anggota brotherhood yang sudah kami kenal."

"Percy hanya menginginkan Rindi." Ucapan Percy membuat Dewi dan Edwin terdiam, Dewi sudah terlihat emosi menatap putranya itu.

"Percy, kamu masih saja keras kepala. Kamu dan Rindi tidak bisa menikah, agama kalian berbeda. Pahamilah Percy, kalian tidak akan pernah bisa bersama." ujar Edwin.

"Kenapa Ayah dan Mama begitu mengatur hidupku? Ini hidup Percy, Yah, Ma. Percy mencintai Rindi dan Percy hanya akan menikah dengannya, dengan restu maupun tanpa restu kalian." pekik Percy.

"PERCY!!" amuk Edwin membuat Percy terdiam.

"Kamu berani melawan kami, orang tua kamu sendiri. Percy ingat, kakek kamu itu sedang sakit. Dia ingin menyaksikan salah satu cucunya menikah. Mama dan Ayah gak maksa kamu saat Pretty akan menikah. Tapi sekarang keadaannya berbeda, Pretty tidak mungkin menikah dalam waktu dekat ini. Dan harapan Ki haji hanya kamu, Percy." ujar Dewi sudah menangis.

Percy mengusap rambutnya gusar. "Kenapa harus Rasya?" ujar Percy.

"Karena dialah yang cocok untukmu," ujar Edwin.

"Mama dan Ayah akan mengurusi semua persiapan lamaran dan pernikahan kalian. Dan kami tak membutuhkan jawaban dari kamu." ujar Dewi berlalu pergi diikuti Edwin.

"Shitttt!!" umpat Percy kesal menjambak rambutnya sendiri.

Bagaimana bisa hidupnya di atur seperti ini oleh orangtuanya. Yang Percy cintai itu Rindi bukan Rasya, kenapa mereka begitu ngotot untuk menikahkan Percy dengan wanita lain.

****

avataravatar
Next chapter