16 Bab 16

Percy terbangun pagi hari dengan kepala yang sangat berat, ia segera beranjak menuju ke kamar mandi dan mengguyur tubuhnya di bawah shower. Bayangan Rindi dan Daffa yang berciuman kembali terngiang di kepalanya.

Tangannya terkepal kuat, ia sangat emosi melihat itu semua. Kenapa dia tega melakukan itu padanya, padahal selama ini dirinya menjaga hati Rindi.

Ia mengusap rambut yang basah ke belakang dengan mata yang terpejam.

Setelah menghabiskan waktu 20 menit. Percy keluar dari kamar mandi dan bergegas memakai pakaian formalnya. Ia beranjak keluar kamar tetapi terlihat sangat sepi sekali, bahkan belum ada sarapan yang tertata di atas meja makan.

"Rasya," panggil Percy tetapi tak ada sahutan. Ia mengetuk pintu kamar Rasya tetapi tidak di kunci, ia akhirnya menekan knop pintu dan membukanya.

Kamar itu terlihat rapi dan kosong, "Kemana dia? Tidak biasanya pergi sepagi ini tanpa mengatakan apapun." Gumamnya,

Ia mengeluarkann handphonenya dan mencoba menghubungi Rasya tetapi suara handphonenya terdengar di dalam kamar. "Sya,"

Percy memasuki kamar Rasya dan mencari keberadaan Rasya di dalam kamar mandi tetapi tetap kosong. 'Kemana dia,'

Ia akhirnya memutuskan untuk pergi ke kantor.

***

Di apartement Hezky, Rasya baru saja terbangun dari tidurnya.

Tanpa Percy ketahui, Rasya pergi semalam tanpa mengatakan apapun. Ia butuh tempat untuk dia berbagi. Syukurlah Hezky mau menampungnya untuk sementara,

"Gimana keadaan loe?" Rasya menengok ke ambang pintu dimana Hezky masuk dengan membawa nampan makanan.

"Gue merasa lebih baik," Rasya berangsur bangun seraya mengusap wajahnya.

"Gue kaget dengan kedatangan loe semalam, loe datang dengan kondisi yang sangat mengkhawatirkan. Menangis histeris dengan memakai gaun tidur." Ucapnya saat duduk di sisi ranjang. "Dan saat gue tanya loe malah terus nangis sampai ketidurannya." Ia menghela nafasnya seraya menatap wajah pucat Rasya dengan seksama. "Ada apa?"

"Sorry, gue gak bermaksud membuat loe khawatir. Semalam gue hanya merasa sakit hati."

"Pasti karena Percy lagi?" Rasya tersenyum kecil menatap ke arah Hezky. Tebakannya memang benar.

"Ada apa Sya, cerita sama gue." Hezky memegang tangan Rasya.

"Rindi memotong pergelangan tangannya dan meminta Percy menceraikan gue. Percy sampai membuat surat kontrak pernikahan kami."

"APA?"

Rasya menganggukan kepalanya. "Dan semalam," tangisannya kembali pecah.

"Semalam apa?" Hezky semakin penasaran. Rasya menundukkan kepalanya dan mengatakan apa yang terjadi pada mereka semalam.

"Lo-? Kenapa?" pekiknya.

"Gue gak ingin membuatnya kasihan atau bertanggung jawab." Isaknya.

"Tapi memang kenyataannya dia yang awalnya melakukan itu."

"Dia sedang mabuk dan gue yakin dia tidak akan mengingatnya."

"Lalu bagaimana kalau loe hamil? Dia akan semakin menghina dan menginjak-nginjak loe. Dia akan menuduh loe berselingkuh." Ucap Hezky yang tak paham dengan sikap Rasya.

"Gue tidak tau," Rasya menundukkan kepalanya dengan isakannya.

"Tinggalkan dia, Sya. Lepaskan dia,"

"Apa maksud loe?" Rasya menatap Hezky dengan kernyitannya.

"Loe akan semakin terluka, Sya. Sebaiknya loe lepaskan dia dan biarkan dia bersama Rindi."

"Gue tidak bisa,"

"Kenapa? Pria bukan hanya Percy, masih banyak pria yang akan mencintai loe di luar sana."

"Karena dia suami gue, gue sebagai istrinya tidak ingin menyerah begitu saja. Ini adalah sebuah tantangan dimana gue harus tetap memperjuangkan dan mempertahankan rumah tangga ini walau hanya gue yang berusaha." Isaknya membuat Hezky merasa iba padanya.

"Gue juga tidak ingin terjadi sesuatu dengan keluarganya, kakeknya sedang sakit dan dia pasti akan sangat terluka kalau terjadi sesuatu pada kakeknya."

"Jangan pernah memprioritaskan seseorang kalau loe hanya sekedar pilihan baginya." Ucap Hezky. "Sampai kapan loe akan memikirkannya, pikirkan juga diri loe sendiri. Loe juga hancur dan terluka."

"Cinta gue pada Percy seperti hujan yang selalu turun walau banyak orang yang tidak menyukainya. Dan bahkan jatuh itu rasanya sangat menyakitkan, tetapi itu tak mengurungkan perasaan gue untuk tetap hadir walau terus terluka. Layaknya hujan yang selalu turun dan jatuh ke tanah."

Hezky terdiam membisu mendengarnya, kenapa sahabatnya ini begitu keras kepala. Kenapa dia terus saja membiarkan hatinya terluka dan hancur.

"Kenapa loe harus membawa hati loe dalam keadaan menyakitkan ini?"

"Karena gue telah memilih cinta ini, gue sudah menggenggamnya dengan kuat. Maka semua rasa sakit dan kedukaan akan gue terima."

"Gue tidak bisa berbuat apapun, tetapi jujur gue tidak ingin melihat loe seperti ini, Sya." Rasya tersenyum kecil seraya memeluk tubuh Hezky dan menangis di pelukannya.

***

Sendiri Dalam Fikirku

Terkurung ruang dan waktu

Melihat setiap kata terucap dari mulutmu

Saat ini Rasya tengah bernyanyi di sebuah cafe sambil memainkan piano. Hezky berdiri tak jauh dari atas panggung itu. Rasya menyanyikannya dengan penuh perasaan.

Berharap ada tentangku

Istimewa di matamu

Tapi hanya dirinya yang ada dalam kalimatmu

Seketika air matanya luruh, bayangan Percy menyebutkan nama Rindi semalam dan mengatakan kata cinta untuk Rindi di telinganya.

Tak mungkin ada aku di antara kau dan dia

Seperti lagu lagu cinta di dunia.....

Tolong aku yang kini tak bisa kikiskan wajamu,

Tatapmu harummu

Ajariku cara lupakan semua tentang dirimu dirimu dirimu....

Karna ku tak bisa sendiri....

Bayangan saat dirinya dan Percy masih selalu bersama dan menghabiskan waktu berdua dengannya. Canda dan tawa selalu mengiringi mereka. Tetapi sekarang semuanya telah berbeda, semuanya berubah...

Karna ku tak bisa sendiri....

Tolong aku yang kini tak bisa kikiskan wajahku

Tatapmu harummu

Ajariku cara lupakan semua tentang dirimu dirimu dirimu...

Sebenarnya aku tak bisa sendiri.....

Rasya menyelesaikan bait terakhir dengan air mata yang terus luruh. Ia menundukkan kepalanya menghapus air matanya yang terus luruh membasahi pipinya.

Hatinya merasa semakin sakit dan hancur.

Kenyataannya tidak pernah ada nama Rasya di hati dan kehidupan Percy. Rasya segera menuruni panggung dan beranjak ke belakang panggung, dia menangis disana dengan menyandarkan punggungnya di dinding. Sekarang ia merasa benar-benar sendiri...

***

"Ngapain loe kesini?"

"Numpang minum," ucapnya seraya mengambil minuman kaleng di dalam kulkas.

"Ck, tidak sopan."

Saat ini Percy tengah berkunjung ke kantor Verrel. "Ada apa lagi, muka loe terlihat kacau."

"Gue mulai meragukan Rindi." Percy terlihat menghela nafasnya. " Dia kemarin berciuman dengan seorang pria."

"Apa hak loe untuk cemburu dan marah?" pertanyaan Verrel membuat Percy menatap ke arahnya yang terlihat duduk santai di kursi kebesaannya.

"Dengar Per, kisah loe dan gue tidak jauh berbeda. Bedanya loe dan Rindi saling mencintai dan dulunya sepasang kekasih. Sedangkan Leonna dan Vino tidak." Ucapnya. "Gue bisa merasakan rasa sakit yang Rasya rasakan. Itu sangat menyakitkan, berhentilah bersikap seperti ini. Jodoh loe adalah Rasya."

"Loe dan Rasya jelas berbeda, loe mencintai Leonna. Sedangkan Rasya tidak, gue ingin melepaskannya karena gue menyayanginya. Gue tidak ingin hidupnya semakin hancur karena bersama gue."

"Gue hanya mencintai Rindi dan ingin bersamanya," ucapnya. "Tetapi harus bagaimana lagi gue memperjuangkannya? Apa gue harus mengorbankan keluarga gue untuk kali ini?"

Verrel beranjak dari duduknya dan berjalan menuju kulkas yang ada di dalam ruangannya, ia mengambil soft drink dan meneguknya. "Walaupun sudah di usahakan dan di perjuangkan sampai sejauh mungkin. Kalau memang bukan takdir loe untuk bersama Rindi, ya nggak bakalan pernah terjadi walau sampai lautan surut." Ucapnya menengok ke arah Percy. "Karena tuhan tau yang terbaik buat loe."

Percy terdiam mendengar penuturan Verrel. Kata-katanya memang benar adanya. Ia terlalu egois hingga menumpulkan pikirannya.

"Sekarang coba loe lihat Rasya dan fokus padanya, jangan hanya fokus pada satu tujuan yaitu Rindi, karena sekarang di depan loe ada Rasya sebagai istri loe."

Verrel duduk di sofa dekat Percy. "Jangan sampai menyesalinya setelah dia pergi."

***

Selama perjalanan ucapan Verrel terus terngiang di telinganya. Apa yang Verrel katakan memang benar adanya. Ia harus mencoba fokus pada Rasya untuk sekarang.

Bip bip bip

Percy tersentak mendengar suara handphonenya, ia segera mengangkatnya dan ternyata itu dari Randa.

"Gue terpaksa menghubungi loe,"

"Katakan."

"Keadaan Rindi kembali drop, dia tadi memaksakan diri untuk berjalan hingga dia terjatuh dari atas brangkar. Sejak tadi dia hanya memanggil nama loe. Papa menyuruh gue meminta loe untuk datang."

"Gue kesana sekarang."

Percy menutup sambungan telponnya. Baru saja ia akan melangkah meninggalkan Rindi dan mulai fokus pada Rasya, tetapi kenapa seperti ini lagi.

Tak lama Percy sampai di rumah sakit dan berjalan menuju ruangan Rindi. Disana sudah ada Seno, Irene, Randa dan juga Angga.

Percy menelan salivanya sendiri, keadaan ini sangat paling ia benci.

"Masuklah," ucap Seno.

Percy melirik sebentar pada Angga dan berjalan memasuki ruangan Rindi dimana Rindi terlelap dengan alat bantu pernafasan di hidungnya.

Percy hanya duduk di kursi dekat brangkar tanpa mengatakan apapun. Hanya tangannya yang menggenggam tangan Rindi.

Tanpa Percy sadari, Rasya berdiri di ambang pintu. Ia juga mendapat kabar dari Angga, ia hanya ingin menemani Percy seperti apa yang Angga perintahkan karena Percy adalah suaminya. Tetapi dia harus melihat pemandangan menyakitkan ini.

Rasya berbalik dan berdiri di dinding dekat pintu, syukurlah tidak ada yang melihatnya berdiri disana.

Kenyataannya beginilah aku, memandangmu di balik penghalang yang sulit aku singkirkan....

Dulu Impianku sebenarnya sangat sederhana, kamu dan aku menjadi kita. Tetapi untuk sekarang, impianku berbeda, aku ingin aku dan kamu tanpa dia....

Bisakah????

avataravatar
Next chapter