14 Bab 14

Pagi-pagi sekali Rasya sudah bergegas untuk membuatkan sarapan seperti biasanya. Tak lama Percy keluar dengan sudah lengkap memakai setelan kerjanya. Ia sempat melirik Rasya yang tengah sibuk membuatkan sarapan di dapur.

"Rindi memotong pergelangan tangannya sendiri." Ucapan Percy menghentikan gerakan Rasya yang tengah memasak. "Dia terlihat sangat frustasi,"

"Aku bukannya tidak ingin bertanggung jawab padamu, aku tau aku yang sudah menarikmu masuk ke dalam hubungan ini. Dan aku juga tidak memperlakukanmu dengan baik, aku sadar akan hal itu. Tetapi Rindi terus mengusik pikiranku," terdengar helaan nafas dari Percy. "Maafkan aku Sya, aku harap kamu bisa memahami posisiku yang terjepit antara cinta pada Rindi dan sayang padamu sebagai sahabatku. Aku tidak ingin menyakiti kalian, aku melepaskanmu bukan ingin menyakitimu. Tetapi aku ingin membebaskanmu dari hubungan yang rumit dan menyakitkan ini. Tidak seharusnya aku menarikmu ke dalam lingkaran rumit seperti ini."

Setelah mengatakan itu, Percy pun berlalu pergi meninggalkan Rasya yang mematung di tempatnya. Tubuhnya mendadak limbung saat mendengar pintu apartement tertutup dan mengeluarkan suara terkunci otomatis.

Rasya mematikan kompor dan terduduk di kursi meja bar, pandangannya kosong menerawang ke depan. Hatinya sakit mendengar penuturan Percy barusan, haruskah dia menandatangani surat itu.

Flashback On

"Rasya," panggilan itu membuatku menengok. Aku tersenyum menyambutnya, dia adalah Percy Jonshon sahabatku. Saat ini kami masih duduk di bangku SMA.

"Loe lari dari kelas ngejar gue? Ada apaan?"

"Gue sampe keringetan, gila." Ucapnya seraya mengibaskan kerah seragamnya.

"Kasian amat, sini gue lap-in." Aku selalu perhatian padanya, termasuk membawakan sarapan dan mengusap keringatnya seperti ini,

Di sekola ini Percy memang terkenal dan banyak yang menyukainya karena dia merupakan most wanted begitu juga dengan Verrel. Di sekola seperti ada persaingan ketat untuk mendekati para pria most wanted seperti Verrel yang terkenal dengan ketampanan, kepintarannya dan juga sebagai ketua OSIS terkeren di seluruh sekola. Karena jarang sekali orang tampan itu pintar, Verrel juga terkenal dalam keahliannya sebagai master ilmu bela diri. Sedangkan Martin terkenal sebagai pria yang begitu ramah dan seorang master Volly ball di sekola. Bukan hanya tampan tetapi dia juga begitu terkenal dalam bidang olahraga Volly dan dia sebagai wakil ketua OSIS. OSIS yang di penuhi pria tampan.

Sedangkan Percy, dia terkenal sebagai ketua Futsal paling tampan. Dia sering mendapatkan gelar juara dan membawa nama baik sekola hingga seJakarta. Dia juga begitu ramah dan baik pada semua orang, berbeda dengan Verrel yang tidak terlalu suka berbaur dengan banyak orang.

Kedekatan kami di mulai saat SMP, saat itu aku pulang sore sekali bahkan mendekati magrib karena aku mengikuti panduan suara di sekola. Untuk pertama kalinya aku menggunakan jasa angkutan umum karena Papa ada seminar ke Pekan Baru.

Aku yang tidak menaruh kecurigaan apapun menaiki angkutan umum kosong itu, tetapi ternyata mereka membawaku pergi ke tempat yang aku tidak tau. Aku sudah menangis histeris karena ketakutan. Mencoba menghubungi Mama dan yang lainpun mendadak sulit karena teman dari sang sopir membekapku di belakang. Aku semakin ketakutan karena saat ini juga sedang tenar penjualan organ anak manusia. Aku sudah kalang kabut dan berteriakpun terasa percuma karena kini aku merasa perih di bagian tenggorokan karena berteriak dan menangis.

Aku di seret ke sebuah hutan yang aku tidak tau ada dimana, aku di seret ke semak-semak itu. Di sana aku hampir akan di perkosa, tetapi aku berhasil menendang pangkal paha mereka dengan keahlian bela diri yang mama ajarkan padaku. Aku berlari dengan kedua tangan yang masih terikat dan mulut yang di sumpal, aku menangis tanpa berhenti dan berusaha mencari pertolongan walau di rasa sulit karena ini daerah yang jarang di lalui orang-orang.

Kedua orang jahat itu masih mengejarku di belakang sana, hingga aku terpekik saat seseorang menarik tanganku. Dan ternyata dia adalah Percy, dia terlihat berkeringat dan seragam SMPnya terlihat basah karena keringat. Ia membantuku melepaskan ikatan di kedua tanganku dan juga mulutku. "Percy," aku menangis memeluk tubuhnya. Dia berusaha menenangkanku dan membawaku berlari meninggalkan tempat itu.

Dia bilang dia melihatku menaiki angkot, dan dia mengikutiku menggunakan sepedanya. Pantas saja dia berkeringat kalau mengejarku menggunakan sepeda sampai sejauh ini. Kami berlari menghindari mereka yang hampir saja menangkap kami. Percy membawaku menaiki sepedanya dan meninggalkan tempat itu dengan sangat ketakutan. Hingga kami berhasil menemukan keramaian dan kami aman disana.

Setelah kejadian itu, aku dan Percy begitu dekat layaknya sepasang kekasih yang tak terpisahkan. Berangkat dan pulang sekola selalu bersama, dan Percy begitu melindungiku setiap saat. Berbeda dengan Verrel, Rindi dan Randa yang sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing. Semenjak kejadian itupun, perlahan perasaan aneh menyerangku. Aku mendadak tidak ingin terpisah dengan Percy, aku selalu merindukannya. Merindukan perhatian dan kejahilannya, saat di dekatnyapun jantungku selalu berdetak sangat cepat sekali. Tetapi aku tidak memperdulikannya, hingga sekarang aku baru menyadarinya.

Menyadari kalau aku sudah mencintainya, aku memendam perasaan ini dari sejak lama. Lama sekali...

Aku sampai harus menyamar menjadi sosok misterius bernama Faen dalam bahasa Thailand adalah pengagum. Aku selalu mengirimkan beberapa surat berisi sajak cinta atau kata-kata yang mewakilkan perasaanku padanya. Ini memang memalukan tetapi ini begitu menyenangkan. Awalnya aku ragu, tetapi Hezky menyemangatiku hingga akhirnya aku memasukan surat itu ke dalam botol minuman kecil dan menyimpannya di kolong bangkunya saat semua orang belum datang atau sudah pulang. Dan benar saja besoknya Percy mengatakan kalau dia menemukan sebuah surat misterius dari gadis bernama Faen di kolong mejanya. Dan ternyata dia membalas suratku dengan memasukan surat baru dan menyimpannya di kolong bangkunya.

Seiring berjalan waktu, akhirnya kami sering melakukan surat menyurat aneh itu. Dan syukurlah Percy tak menyadari tulisanku karena aku selalu mengetiknya tanpa menulis tangan. Semakin kesini, kami semakin dekat dalam hal surat menyurat. Bukan hanya kedekatan persahabatan kami, tetapi juga kedekatan dalam surat menyurat saat menjadi Faen.

Percy memberiku beberapa barang, seperti coklat, pita, hiasan dan boneka panda berwarna putih coklat. Aku begitu bahagia menerimanya, walau harus bersembunyi tetapi aku begitu bahagia. Percy sempat menanyakan nama asliku karena dia yakin aku anak satu sekola disini yang pasti akan dia kenali. Aku memberitahukan inisial namaku R, dan dia akan mencariku dan saat berpapasan denganku dia akan langsung mengenaliku.

Sore itu sepulang sekola, Percy mengajakku pergi ke tempat Game di sebuah mall. Kami menikmati permainan yang ada disana, di mulai dari melempari bola basket, memukul kepala buaya dengan jumlah banyak, dance bareng, dan balap mobil juga motor. Canda dan tawa selalu menghiasi kegiatan kami. Setiap akhir pekan pasti Percy membawaku kesana, kami sengaja menyisihkan uang jajan untuk bermain kesana. Aku tidak menyangka kalau pekan ini adalah pekan terakhir aku bersamanya pergi kesini. Sebelum pulang, Percy mengambilkan boneka kodok untukku.

Hari itu adalah hari kelulusan kami dan kami akan melanjutkan ke universitas. Aku sangat senang sekali, aku menulis surat untuk Percy menanyakan kira-kira dia akan masuk ke universitas mana dan akan mengambil jurusan apa. Aku berharap kami akan bersama-sama lagi,

Seperti biasanya aku datang pagi sekali ke dalam kelas dan menyimpan botol dengan pita merah di botol itu. Setelahnya aku beranjak keluar dari kelas, aku duduk di taman sambil memainkan handphoneku mendengarkan musik, hingga aku melihat Rindi datang dan masuk ke dalam kelas. Kami memang sekelas, aku, Randa, Rindi, Percy dan Verrel.

Tak jauh dari lorong kelas, aku melihat Percy berjalan dengan santainya menuju kelas. Aku segera beranjak untuk mengintip saat Percy berhasil masuk ke dalam kelas itu. Tetapi aku mematung melihat pemandangan di dalam sana.

"Rindi,"

Rindi terpekik kaget dan menjatuhkan botol berpita merah yang tengah dia pegang. "Percy, a-aku aku tadi gak sengaja menabrak meja kamu, dan-"

"Jadi kamu gadis itu?" Percy berjalan mendekatinya membuat Rindi mengernyitkan dahinya bingung. "Kamu adalah Faen,"

Aku merasa hatiku sakit mendengar ucapan Percy. Dia bilang dia akan mengenaliku tetapi nyatanya dia tidak pernah mengenalku, padahal aku menyebutkan huruf terakhirku di surat terakhir itu. Aku yang berinisial R ~ A,,,

"Faen?"

"Aku tidak percaya kalau itu kamu."

Percy terlihat terkekeh dan semakin mendekati Rindi yang masih kebingungan. "Kenapa kamu melakukan ini?"

"Me-melakukan apa?" tanya Rindi dengan kebingungannya.

"Kenapa kamu harus berpura-pura menjadi Faen dan mengirimiku surat-surat ini?"

"Aku-"

"Kamu tau, aku sangat senang sekali." Ucapnya diiringi kekehannya.

"Apa kamu menyukai Faen? Maksudku gadis yang mengirimi surat di dalam botol ini."

"Iya, aku sangat menyukainya."

Mendengar penuturannya ada rasa bahagia sekaligus rasa sakit di dalam hatiku.

"Iya, aku adalah Faen."

Deg

Seketika mata Rasya membelalak, bagaimana bisa Rindi mengakuinya begitu saja. Jelas-jelas dia bukan Faen.

Aku memalingkan wajahku saat melihat Percy memeluknya, rasanya sangat sakit.

Kenapa??? Kenapa Rindi mengakuinya.

***

Setelah kejadian itu, aku dan Percy semakin menjauh dan bahkan aku sering pulang sendiri karena Percy sibuk bersama Rindi. Walau Percy masih suka menyapaku dan mengajakku untuk pulang bersama.

Hingga kami masuk ke sebuah Universitas di Jakarta dan hanya Verrel yang memilih kuliah di London entah apa alasannya. Setelah satu bulan kuliah dengan kelas yang sama dengan Rindi tetapi berbeda dengan Percy, aku mendengar kabar kalau Rindi dan Percy jadian. Bahkan Percy menembaknya di depan umum saat turnamen Futsal di kampus.

Aku hanya bisa bisa menangis terisak mendengar kabar itu. Dan setelah itu aku dan Percy benar-benar semakin jauh. Keseharian Percy selalu saja bersama Rindi dan aku mulai kesepian.

Saat itu aku sempat berbuat jahat dengan melaporkan hubungan mereka ke tante Dewi karena aku tau mereka akan marah kalau tau anaknya berpacaran dengan seseorang yang berbeda agama. Aku juga melaporkannya ke Tante Irene,

Hingga kedua orangtua mereka marah besar dan hampir akan memindahkan Percy untuk kuliah bersama Verrel. Tetapi Percy memilih memutuskan Rindi dan fokus dengan kuliahnya.

Selama 2 bulan aku melihat Percy murung dan terlihat tidak bersemangat begitu juga dengan Rindi. Aku selalu melihatnya terluka dan hancur hingga aku menyadari satu hal.

Cinta itu adalah sebuah pengorbanan, perhatian, perduli dan kasih sayang. Dan lebih tepatnya tidak memaksa jika kenyataannya dia bukan untukku.

Itulah yang aku sadari, aku mulai mundur perlahan dan sebagai permintaan maafku aku menulis surat atas nama Rindi pada Percy dan juga atas nama Percy pada Rindi yang mengatakan kalau Perbedaan bukanlah halangan bagi cinta. Justru perbedaan itu adalah kekuatan untuk terus memperjuangkan cinta.

Setelah aku mengetahui mereka kembali jadian dan aku benar-benar mundur perlahan. Aku menjauhi Percy dan juga Rindi, aku memfokuskan diri dengan kegiatanku belajar musik karena aku begitu menyukai musik. Papa sudah mengajarku bermain piano saat aku masih kecil.

Saat itu Percy mendatangiku dan menanyakan kenapa aku menjauhinya. Apa dia punya salah atau dia sudah menyakitiku. Aku mengatakan tidak apa-apa tetapi dia mempercayainya. Dia mengajakku pulang bersama menaiki motor sportnya. Kami makan di tempat langganan kami dan Percy sesekali menggodaku untuk mengajakku bercanda.

Kalian tau, Rasa yang paling menyakitkan itu dimana kita menyimpan perasaan cinta pada sahabat kita sendiri. Dan naasnya cinta itu tak terbalaskan,,

Aku yang tak sanggup lagi berdekatan dengan Percy memilih menerima ungkapan cinta dari seorang pria bernama Rocky. Dia adalah pria arogant di kampus dan terkenal player, tetapi aku tidak perduli yang penting aku bisa menjauhi Percy dan membiarkannya berbahagia bersama Rindi.

Percy memarahiku saat mengetahui aku menerima Rocky menjadi kekasihku. Dia bilang kalau Rocky tidak pantas untukku. Aku senang karena dia masih memperdulikanku, tetapi kalau terus seperti ini aku juga semakin sakit hati melihatnya bersama Rindi yang begitu sulit di pisahkan.

Percy memusuhiku karena aku tetap ngotot bersama Rocky.

Hingga suatu hari, saat aku kuliahku lewat magrib. Aku tidak sengaja memergoki Percy yang berciuman dengan Rindi di belakang fakultas yang aku ambil begitu juga Rindi. Hatiku hancur dan sakit, aku ingin berteriak dan menangis tetapi rasanya air mataku tak bisa keluar dan hanya rasa sesak di dalam dada yang aku rasakan.

Disaat bersamaan Rocky memaksaku untuk pergi bersama, aku tidak menolaknya karena aku berharap Rocky mampu membuatku melupakan bayangan Percy yang tengah berciuman dengan Rindi.

Tetapi dugaanku salah, Rocky membawaku ke sebuah Party temannya. Di sana kebanyakan pria, dan mereka terlihat mabuk-mabukan. Suara musik begitu keras hingga memekakan telingaku. Ada beberapa wanita juga yang berpakaian tak layak. Mereka terlihat menari di tengah ruangan di kelilingi para pria dengan tangan nakal mereka. Rocky menarikku ke meja bar dan menyodorkan minuman beralkohol padaku.

Aku menolaknya dengan lembut, tetapi Rocky memaksaku dan mencengkram pipiku agar aku meminumnya. Aku menepis gelas itu hingga pecah dan segera beranjak dari dudukku. Aku marah pada Rocky hingga beberapa orang melihat ke arah kami.

Rocky menamparku dengan sangat keras hingga sudut bibirku pecah dan menyiramkan segelas wine ke wajahku hingga bau alkohol begitu menyengat di tubuhku. Dia mencaciku dengan sebutan bitch, jalang dan pelacur yang tidak tau diri.

Aku ingin menangis, tetapi aku berusaha menahannya. Musik mendadak berhenti dan semua mata menatap ke arah kami. Rocky menjambak rambutku dan menyeretku untuk berjongkok di depan kakinya. Dia menyuruhku untuk melakukan sesuatu pada kelaminnya di depan semua orang membuatku membelalak lebar.

Semua orang berteriak dan mencaciku, mereka memanggilku sebagai jalang, pelacur dan lain sebagainya. Aku merasa terhina, aku merasa sangat sakit hati. Rocky mulai membuka celananya dan menekan kepalaku tetapi aku membenturkan kepalaku dengan bagian selangkangannya membuatnya terjengkit kesakitan. Dan kesempatan itu untuk kabur.

Aku menerobos kerumunan orang-orang itu dan berlari keluar rumah. Aku menangis sejadi-jadinya dan terus berlari hingga kakiku terasa sangat sakit. Aku merasa sangat hancur dan terhina.

Aku terduduk di sisi trotoar saat di rasa sudah cukup jauh berlari hingga sebuah mobil berhenti di dekatku. Dia memanggil namaku membuatku menengadahkan kepalaku.

"Hei. Kamu Rasya anaknya om Angga kan?" ucapnya.

"Vino,"

Aku bersyukur bisa bertemu dengannya, dia melepaskan jaketnya dan membawaku ke dalam mobilnya. Dia bertanya apa yang terjadi padaku dan kenapa tubuhku begitu bau alkohol.

Aku menceritakannya membuat dia terlihat geram, dia bahkan menanyakan alamat tempat party itu tetapi aku memintanya untuk tidak memperpanjangnya. Aku tidak ingin ada masalah yang melibatkannya.

Dia berkata kalau dia hendak pulang ke rumah om Dhika. Kebetulan dia sedang liburan, dia menawariku untuk mengantarnya ke kampus dan melindunginya dari Rocky tetapi aku menolaknya. Aku akan melaporkannya ke Papa biar Papa saja yang mengurusi Rocky. Aku juga takut besok dia akan berbuat yang lebih parah dari ini.

Setelah kejadian itu, Rocky di DO dari kampus dan aku aman. Aku mulai fokus dengan studyku dan aku juga jarang mendengar kabar Percy lagi walau kami kadang bertemu. Hanya Pretty yang kadang bercerita tentang Percy dan juga Rindi.

Aku mengikhlaskannya bersama Rindi. Cinta memang tak selamanya harus memiliki, bukan. Melihatnya bahagia, itu sudah sangat cukup bagiku.

***

Lalu kesempatan itu datang, kesempatan untukku memiliki Percy seutuhnya dengan menerima perjodohan ini. Lalu apa salah kalau aku memperjuangkannya?

Bukankah ini sebuah takdir tuhan yang seakan mengabulkan doaku untuk bersama Percy?

Katakan apa aku bersalah?

Flashback Off

Rasya menangis sejadi-jadinya di meja barnya, kenangan menyakitkan itu harus dia ingat kembali. Setelah 6 tahun berlalu, Percy masih belum mengenalinya sebagai Faen.

***

Rindi baru saja selesai membersihkan dirinya di bantu suster yang ada di sana. Saat ini ia sedang duduk di atas brangkar dengan membaca majalah fashion.

Pintu ruangan terbuka membuatnya tersenyum senang.

"Honey, kamu dat-" ucapannya terhenti saat melihat siapa yang berdiri di ambang pintu. "Rasya,"

avataravatar
Next chapter