24 Kencan?

Jalanan cukup ramai mengingat sekarang jam sibuk. Banyak kendaraan berlalu lalang dan Nia harus hati hati. Memang Nia ada di trotoar, tapi banyak pengendara motor nakal. Pengendara yang merebut hak pejalan kaki. Nia benci dengan pengendara motor tak patuh yang menggunakan trotoar. Ia menjadi harus ekstra hati hati agar tidak tertabrak.

Baru saja melangkah sebentar dari halte, ia dikejutkan dengan klakson motor. Gadis seputih salju itu geram. Ia lalu membalikkan tubuhnya dan semakin kesal saat mengetahui orang yang membunyikan klakson.

"Nia, apa yang kau lakukan disini?" tanya Kevin tanpa turun dari motor sportnya.

"Kau yang sedang apa?" tanya Nia.

Kevin gelagapan mendapat pertanyaan dari Nia. "Aku mau berangkat sekolah." Gadis di depannya menaikkan sebelah alis. "Setahuku ini bukan arah ke sekolah. Kau bolos?" Skakmat. Lidah Kevin mendadak kelu. Ia tak tahu harus menjawab apa.

"Cih tukang bolos," cerca Nia. Ia melangkahkan kaki mulusnya ke trotoar. Pemuda itu melajukan motornya pelan mengikuti Nia. "Kau sendiri kenapa gak masuk sekolah?" tanya Kevin. Nia melirik Kevin sekilas seraya menjawab, "Aku diskors."

Kevin terperangah, seorang Nia mendapat skorsing? Kenakalan apa yang sudah Nia perbuat? Ia ingin bertanya tapi Nia memperingatinya duluan. "Jangan bertanya apapun," ujar Nia sambil mengeluarkan aura hitam. Membuat udara di sekitar Kevin mendadak dingin.

Nia terus melangkahkan kakinya menyusuri jalanan beraspal, melewati beberapa toko yang baru buka. Bahkan ada yang masih tutup. Maklum saja sekarang masih jam 7 pagi sedangkan kebanyakan toko buka jam 9 pagi. Kakinya berhenti di depan toko yang memajang beberapa alat musik di etalase.

Nia menghentikan langkahnya. Sebelum masuk ke dalam toko, ia berbalik ke arah Kevin. "Pergilah. Berhenti mengikutiku," perintahnya. Namun bukan Kevin namanya jika mudah menyerah. Ia memarkirkan motornya dan mengekori Nia bagai anak ayam yang mengikuti induknya. Kemanapun gadis berponi itu pergi, Kevin akan mengikutinya.

Toko musik itu cukup sepi karena baru buka. Hanya ada karyawan dan beberapa pengunjung. Di dalam toko terdapat berbagai jenis musik yang ditata dengan rapih. Dari musik klasik hingga modern. Terdapat rak kayu berisi gitar dan alat musik lain yang bisa ditaruh dalam rak. Di sisi kanan dijual album lagu dari penyanyi lokal hingga manca negara. Bahkan ada piringan hitam yang sudah langka di jaman ini. Di sudut ruangan disediakan soffa untuk istirahat. Dinding toko bercat coklat dan dilukis seperti dinding kayu. Terdapat ornamen berbentuk not piano di tengah ruangan. Interior toko itu membuat Nia takjub.

Manik coklatnya yang nampak berbinar langsung tertuju pada piano. Tangannya menyentuh tuts piano. Lalu ia menghampiri karyawan toko. Senyumnya mengembang saat karyawan toko menyetujui permintaannya. Sementara Kevin mengernyitkan dahinya bingung dengan apa yang karyawan itu katakan hingga Nia segembira itu.

Nia menarik kursi dan mendudukkan tubuhnya. Kakinya ia taruh dekat pedal dan jemarinya menyentuh tuts piano dengan lembut. Matanya terpejam sesaat sambil menarik napas dalam. Lalu kelopak matanya terbuka dan pandangannya berubah.

Suara lembut terdengar dari tuts tuts yang ditekan Nia. Pukulan martil pada bagian dawai piano menghasilkan suara yang indah. Suara yang melembutkan jiwa yang tadinya keras. Suara yang melelehkan hati yang beku.

Permainan musik Nia membuat orang dalam toko terhanyut dan pejalan kaki beramai ramai masuk untuk melihat permainan piano Nia. Tangannya terampil menekan tuts piano.

Terkadang jemarinya bergerak cepat kemudian bergerak pelan menghasilkan nada tinggi dan rendah yang indah. Kakinya dengan cepat berpindah dari pedal sustain ke caleste lalu ke pedal una corda untuk mengatur tinggi rendahnya nada. Permainan piano Nia selaras dengan pianis profesional.

Ekspresi wajahnya menggambarkan betapa ia menikmati musik yang keluar dari piano. Permainan ia akhiri dengan menekan tuts secara lambat, menghasilkan nada yang lembut. Sebuah senyum terukir di bibir tipis merah mudanya. Kentara sekali seberapa besar cinta Nia pada musik. Musik sudah seperti separuh jiwanya.

Manik hitam sipit pemuda berbibir penuh itu terbuka lebar ketika gadis pujannya memainkan piano. Netranya tak berkedip sama sekali. Berkali kali ia berdecak kagum. Ia semakin jatuh pada pesona yang dimiliki Nia. Sedari tadi jantungnya berdebar kencang. Ia sampai mengira dirinya punya sakit jantung.

Pemuda tinggi itu menghampiri Nia setelah ia selesai bermain piano. Ia bertepuk tangan kencang begitupula dengan pengunjung toko yang terhibur dengan permainan musik Nia. "Seharusnya kamu ikut audisi pencari bakat! Kemampuan bermain pianomu fantastis," puji Kevin dengan senyum lebar.

Pujian Kevin membuat Nia tersipu namun ia menutupinya dengan memasang wajah datar. Nia lalu berpindah ke rak berisi kaset lagu. Ia melihat satu persatu dan tatapannya berhenti pada kaset bertuliskan lagu klasik. Ia mengambil kaset itu dan membayar di kasir.

"Aku saja yang bayar," sergah Kevin. Ia mengeluarkan uang dan memberikannya pada kasir sebelum Nia mengeluarkan dompet. "Hey! Siapa yang menyuruhmu membayar?" ketus Nia. Tapi Kevin hanya tersenyum kecil.

"Tak apa. Aku dapat uang lebih dari ayahku jadi aku mentraktirmu," kata Kevin. Nia berdecih pelan. Gadis yang memakai seragam SMA dengan rok selutut itu keluar dari toko. "Hey kau mau kemana?" Tangan Kevin menahan pergelangan gadis itu. Nia mendelik tajam lalu Kevin melepas genggamannya. "Kenapa aku harus mengatakannya padamu?" tanya Nia ketus.

"Karena aku ingin menemanimu," jawab Kevin. Nia menghembuskan napas berat dan memutar bola matanya. "Aku tidak butuh ditemani," ujarnya lalu jalan mendahului Kevin. Pemuda pucat dan bermata hitam sipit itu mengikuti Nia. Ia jalan disampingnya meski diusir berkali kali. Hingga Nia menyerah dan membiarkan Kevin mengikutinya.

#

.

.

Bangunan bertema taman berdiri di depan Nia dan Kevin. Restoran yang didominasi oleh tembok batu bata, furnitur rotan, dan marmer dengan jendela yang tinggi serta dedaunan hijau plus bunga-bunga artifisial menjadi daya tarik Nia. Gadis berambut lurus sepinggang itu sudah lama penasaran dengan restoran yang katanya instagramable ini. Dan benar saja saat tubuhnya memasuki bagian dalam restoran, bibirnya tak bisa tertutup. Mulutnya terbuka lebar melihat dekorasi restoran bertema taman ini.

Ia lalu duduk di kursi yang memiliki dekorasi indah. Di beberapa sudut ruangan memiliki aura vintage yang kental. Dinding restoran ditempeli tanaman merambat dan lampu tumbler. Langit langit dipasang lampu yang terlihat elegan. Suasana dalam restoran sangat asri dan cocok untuk makan sambil bersantai.

Nia dan Kevin menatap menu dan memesan makanan pada pelayan yang langsung datang saat mereka duduk. Nia menunggu makanan sambil menikmati interior setiap sudut ruangan. "Cantik sekali restoran ini," kata Nia. "Ya, cantik," sahut Kevin yang pandangannya terfokus pada Nia. Restoran ini memang cantik tapi pemandangan di depannya jauh lebih cantik. Ia tak bisa berhenti menatap manik coklat dan bibir tipis Nia yang menggemaskan.

Kevin merasakannya lagi, waktu yang seolah berhenti. Gadis di depannya menyita sebagian besar perhatiannya. Gadis misterius yang menyembunyikan banyak hal. Gadis penuh teka teki yang sulit dipecahkan. Gadis yang menutupi kesedihannya. Mengenai kesedihan, ia jadi ingat kejadian semalam.

"Boleh aku tanya sesuatu?" tanya Kevin hati hati. Nia mengangguk pelan.

"Pria yang memukulmu... dia siapa?"

Nia mendadak kaku. Maniknya seketika meredup saat kilas balik kejadian semalam terputar diotaknya.

avataravatar
Next chapter