1 Bab 1.Sudahkah Kalian tidur bersama?

Apa kalian sudah tidur bersama?." Suara Riana bergetar, dia sangat takut mendengar jawaban atas pertanyaannya sendiri.

" Ya." Jawab Johan Lirih.

Sontak pertahanannya runtuh. Tidak ada lagi sikap tenang yang senantiasa menyertainya bila menghadapi masalah. Badannya bergetar, air mata mengucur, menetes membasahi gaunnya. Matanya nanar memandangi foto pernikahannya yang tergantung menawan di ruang tengah, tempatnya saat ini berbicara dengan Johan, suami yang telah menikahinya lima tahun yang lalu.

Matanya merah penuh amaraha, seolah dirinya dalam foto yang mengenakan gaun putih bersulam bunga itu mengejeknya.

Dia bangkit, meraih foto itu dan membantingnya ke lantai. Pigura foto patah seketika, kacanya hancur berkeping-keping.

Johan panik melihat tindakan Riana. Dia selalu melihat istrinya wanita paling tenang dan lembut sepanjang kebersamaan mereka, sangat berbeda hari ini.

" Riana...." Panggilnya panik.

" Riana.....tolong tenang." Dia meraih tubuh istrinya yang masih ingin melangkah kearah foto pernikahan mereka yang hancur lebur itu.

" Jangan kesana....jangan kesana Riana, nanti kamu terluka." Johan menahannya.

" Aku? Terluka?." Riana melihat Johan yang cemas memeganginya.

" Kamu takut aku terluka?." Tanya Riana lagi. Johan cepat mengangguk.

" Hhe!." Mata Riana penuh penghinaan.

" Yang kamu lakukan jauh lebih melukaiku." Bibir Riana bergetar melontarkan kata-kata itu. tenggorokannya seolah tercekik rasa sakit, suaranya parau.

" Kau melukaiku lahir batin!." Sentak Riana.

" Pernahkah kamu merasa takut? merasa bersalah?." Suara Riana mendesis.

Riana..."

" Tidak! aku yakin tidak! Kamu tidak pernah memikirkanku." Riana tiba-tiba histeris dengan air mata berlinang.

" Jadi....jangan ucapkan kata-kata konyol lagi padaku."

" Riana.."

Plak...!!!

Satu tamparan mendarat di pipi Johan. Telinganya terasa berdengung.

" Riana...!!." Pekiknya.

" Apa?! Sakit?!." Teriak Riana tidak mau kalah.

" Itu tidak sebanding dengan rasa sakitku yang diselingkuhi, mas!." Kalimat Riana menohok hati Johan. Dia buru-buru memegang tangan istrinya itu.

" Minggir!." Riana mendepak pegangan Johan.

" Jangan menyentuhku. Kau menjijikkan."

Riana menyeret langkahnya ke lantai dua, Johan hanya bisa mengikuti perlahan, takut Riana jatuh dan terjadi hal lain atau mungkin Riana berbuat nekat. Johan benar-benar cemas dengan emosi Riana yang tidak stabil saat ini tanpa dia berpikir kalau dialah sumber dari kekacauan ini. Dialah yang membuat mental istrinya terguncang.

Riana masuk ke kamarnya.

Bam...!!

Dia menutup pintu begitu saja.

Klek!

Terdengar pintu di kunci dari dalam. Johan hanya bisa termangu di depan pintu. Tidak tahu harus berbuat apa. Dia ingin mengetuk tapi tak mau mendengar Riana histeris dan memakinya. Dia juga tidak bisa melihat wanita yang dicintainya itu menangis. Tidak masuk, dia takut terjadi sesuatu. Dia bingung.

Setelah setengah jam, dia menunggu diluar tidak ada gerakan berlebihan, dia memutuskan untuk kebalkon yang tersambung dengan ruang nonton. Disana dia menatapi kesibukan kota sambil menata kekisruhan hatinya dan panas kepalanya karena pertengkaran hebat ini.

Suara merdu bersenandung dari ponselnya tanda panggila masuk.

" Mas!." Suara seksi Wena mengembalikan kekacauannya.

" Lagi dimana?." Tanya teman kerja sekaligus selingkuhannya itu.

" Di rumah." Jawab Johan pelan.

" Bagaimana kabar Riana?." Tanya Wena lagi

" Dia sangat marah." Tanpa sadar, Johan menoleh ke dalam rumah. Berharap menemukan sosok Riana duduk di sofa ruang nonton.

" Kamu mau datang nggak, mas? aku ingin merayak an ultahmu di restoranku." Wena membuat suaranya semenyenangkan mungkin.

" Tidak." Sahut Johan lagi. " Riana masih marah, kalau aku menemuimu, dia mungkin akan kalap."

" Kamu sangat memikirkan dia." Wena terdengar merajuk.

" Riana sangat sedih sekarang. Aku tidak mau memperburuk keadaannya."

" Mas, kamu hanya memperhatikan Riana, bagaimana denganku?." Wena masih protes.

" Riana istriku." Ucap Johan cepat. " Aku harus menjaganya terlebih sekarang kami sedang berselisih. Bermainlah dengan temanmu. Sebaiknya kita tidak saling menghubungi dulu." Putus Johan mematikan teleponnya dan masuk memeriksa kamar.

" Krek...krek...."

Johan mencoba membuka pintu ternyata masih terkunci.

Hari ini, hari ulang tahun Johan dan hari ulang tahun terburuk yang pernah dia lewati.

Hari ini, Wena memberinya kejutan ulang tahun dimana dia tertangkap basah oleh Riana. Untungnya Riana tidak membuat keributan di tempat umum, hanya saja, Johan tidak mengira kalau reaksi Riana saat diluar dan di rumah sangat berbeda. Sepanjang kebersamaan mereka, sejak pacaran selama dua tahun sampai menikah lima tahun, baru kali ini Johan melihat kemarahan tidak biasa Riana. Jangankan menampar, mengeraskan suaranya saja sangat jarang dilakukan. Pembawaan Riana selalu tenang dan Lembut. Dia cerdas dan cekatan. Karena Johan tak ingin dia bekerja, Riana meninggalkan kariernya di perusahaan swasta ternama dan memilih melakukan bisnis kecil-kecilan, olshop yang tidak terlalu menyita waktunya. Penghasilan Riana dari usaha ini, dia gunakan untuk dirinya sendiri, tak perlu membaurkannya dengan penghasilan Johan, meski Riana juga memiliki uang belanja untuk diri sendiri dari gaji sang suami Johanlah yang mengatakan demikian sebagai wujud tanggung jawab dan cara memanjakannya untuk wanita itu.

Bagi Johan, Riana selalu memiliki tempat tertinggi dalam hatinya, sekarangpun demikian. Saat ini, dia memiliki hubungan dengan Wena, namun dia masih selalu memperhatikan segala kebutuhan istrinya. Melihat dia sedih dan terluka Sekarang, Johan juga merasa bersalah dan risau. Jauh di lubuk hatinya, dia tidak ingin Riana terluka. Namun, dia juga tidak bisa menghalau pesona Wena.

Hari hampir gelap. Johan kembali memeriksa kamar utama, pintu masih tertutup rapat dan terkunci.

Tok....tok...tok...

" Riana..."

Tak ada jawaban.

" Riana....apa kamu tidur?."

Masih tak ada suara.

" Sayang....sudah magrib, jangan tidur." Suara Johan masih selembut biasanya, seolah tak ada yang terjadi.

" Riana....sayang ....Riana...!."

Samar-samar terdengar gerakan, langkah yang makin menjauh dan suara kamar mandi ditutup.

" Mungkin dia mandi." pikir Johan. Dia mulai melempar kemelut rumah tangga ke belakang kepala.

Ini pertengkaran paling hebat yang dia hadapi sejak berumah tangga. Johan ingin berbagi kerisauan hatinya tapi entah pada siapa. Dulu, hanya pada Rianalah dia bercerita, berkeluh kesah, mengadu bahkan merajuk.

Johan terlahir sebagai anak haram keluarga Han, taipan kaya di negara seberang tempat ibunya mengadu nasib menjadi TKW. Entah bagaimana ceritanya dia tidur dengan tuannya dan mengandung Johan. Ibunya berharap ikut menikmati harta sang Boss, yang dia dapat hanyalah tamparan dan cacian si istri sah. Ibunya dipulangkan. hanya ada sedikit tunjangan untuk anak diperutnya. Saat dia melahirkan, ada pengacara yang mengurus biaya rumah sakit, memberinya barang keperluan bayi. Hanya itu. Tak ada uang sepeser pun.

Johan tumbuh menyandang julukan anak haram sepanjang hidupnya karena tindakan ambisi ibunya di masa lalu. Sekali dia ingin menyerah sampai saat dia remaja, dia jatuh cinta pada gadis biasa yang baik dan memiliki senyum yang menenangkan.

Saat kuliah, beruntung dia satu universitas dengan gadis pujaannya. Riana. Setelah menunggu dan mengumpulkan semua keberaniannya, Johan berhasil mendapat cinta Riana. Dia tulus mencintai gadis itu. Riana cinta pertamanya yang dibawanya ke jenjang pernikahan. Sayangnya, kisah romantis itu rusak dengan perselingkuhannya. Lalu, apa cintanya pada Riana telah luntur sehingga dia mengkhianatinya? Johan tahu dalam hati terdalamnya, Riana tidak bisa tergantikan. Wena baginya adalah selingan yang memberinya keuntungan karir.

avataravatar
Next chapter