webnovel

Hari Keberangkatan

Semilir angin berhembus diantara pepohonan rindang yang membuat dedaunan menari-nari mengikuti arah angin berhembus. Sang rembulan terlihat bersinar cerah seakan tak ingin meninggalkan kegelapan malam yang tengah menguasai langit dengan kokoh.

Gaun biru gadis itu berkibar di bawah cahaya sang rembulan. Membuat kontras keindahan diantara sang rembulan dan sang gadis yang terpancar mempesona. Postur tubuhnya anggun alami, seolah keanggunan menjadi nama belakangnya yang telah mendarah daging dalam darahnya.

Gadis itu tengah duduk di samping sebuah kolam. Kolam yang terletak di halaman belakang istananya itu terbuat dari marmer berkualitas tinggi. Dikelilingi oleh bebatuan mulia yang bersinar di saat malam. Seolah menjadi cahaya yang melengkapi kecantikan sang gadis.

"Jadilah anak yang baik selama aku pergi, Mitty." di dalam pelukan sang gadis, terlihat seekor kucing yang memiliki bulu lebat berwarna putih tengah meringkuk dengan nyaman.

Kucing itu adalah hadiah terakhir dari mendiang ibunya sebelum beliau pergi meninggalkan dunia. Sang kucing memiliki telinga merah muda dan mata kuning. Terlihat cantik seperti pemiliknya.

Besok adalah hari keberangkatanya, Ia ingin mencoba bersantai untuk terakhir kalinya bersama kucing kesayanganya. Kucing itu sangat manja kepadanya. Ingin selalu meminta pelukan dari dirinya. Hanya saja, sikapnya kepada orang lain sangat dingin. Bahkan Ia pernah mencakar orang yang menjadi tangan kanan raja saat sahabat dari ayahnya itu ingin memeluk sang kucing yang tengah berkeliaran di sekitar istana.

Seolah menjawab permintaan sang gadis, si kucing mengeong lembut. Membuat pemiliknya tersenyum manis. Memperlihatkan lesung pipit kecil yang bisa membuat orang lain membeku kagum. Sayangnya tidak ada seorangpun di sana yang dapat mengagumi senyum sang gadis cantik itu.

Malam itu berlalu seperti malam-malam sebelumnya. Tenang dan Hening. Tetapi entah mengapa, ketenangan itu membuat seseorang merasa bahwa itu adalah jenis ketenangan yang ada sebelum badai menerjang.

***

"Ayah memerintahkan mereka menyiapkan perbekalan selama seminggu di dalam kereta."

"Jika kau butuh sesuatu, segera beritahu Kapten Jerome. Ia akan menjadi orang yang mengawal perjalananmu kali ini."

"Berbagai obat dan tanaman herbal juga sudah di siapkan. Ayah meminta kantor perbendaharaan untuk membuka tempat penyimpanan. Pasti ada beberapa barang berguna di dalam kotak-kotak itu."

"Ayah.." suara lembut Rose terdengar. Mencoba menghentikan ocehan dari ayah sekaligus raja dari ras peri itu.

"Aku akan baik-baik saja. Ayah sudah lama menahan kami di sini. Jika terus begini, kami akan sampai begitu perjamuan berakhir." sang gadis tersenyum melihat tingkah ayahnya itu.

Meski ayahnya terlihat bijaksana sebagai raja, tetapi Ia menjadi seperti induk ayam saat memperlakukan anak-anaknya. Ia sama sekali tidak keberatan, karena itu membuktikan bahwa ayah sangat meyanyangi Ia dan adiknya.

Sejak ibu mereka meninggal, ayahnya menjadi sangat protektif kepada mereka. Entah itu pelayan, pengawal maupun orang yang dapat bertemu dengan Ia dan adiknya harus melewati pemeriksaan yang sangat ketat.

Meski begitu, ayah tidak memanjakan mereka berdua dengan semena-mena. Jika mereka salah, mereka akan dihukum. Tetapi ayah tidak akan membiarkan orang lain menghukum mereka. Ia akan menjadi orang yang mendidik anak-anaknya. Meski begitu, kasih sayang nya tetap dapat dirasakan meski ayah sedang menghukum mereka.

Seperti saat adiknya melakukan sebuah kejahatan besar yang dapat membahayakan ras mereka, ayahnya tidak mengusir sang adik. Ia hanya menampar adiknya dan memberi hukuman kurungan yang ditujukan sebagai pertanggungjawaban atas kesalahanya.

Atau saat adiknya menghancurkan salah satu harta peninggalan leluhur mereka. Ayahnya tidak memotong tangan adik kecilnya, tetapi memberikan 3 cambukan kepada anak nakal itu. Meski ayahnya terus memelototi adiknya saat memberi hukuman, Ia tahu bahwa ayahnya tidak menggunakan kekuatanya sepenuhnya.

Ia bahkan pernah secara tidak sengaja menumpahkan teh ke dokumen penting ayahnya saat Ia ingin meletakan cangkir teh untuk ayahnya. Ayahnya hanya cemberut dan menyuruhnya untuk menambah jam pelajaran etiketnya. Ayah sangat mencintai mereka berdua. Ayah akan mengurus semua kekacauan yang ditimbulkan oleh dirinya ataupun adiknya dengan damai. Mencoba untuk meminimalkan dampak yang akan mereka terima sesudahnya.

Ia tidak ingin terus-menerus menjadi beban bagi ayahnya. Sudah terlalu banyak kasih sayang dan pengorbanan yang ayah lakukan untuk dirinya dan adiknya. Ia tidak boleh membuat ayahnya sedih. Ia selalu berharap ayahnya akan hidup dengan bahagia.

"Aku berangkat Ayah." gadis cantik itu memeluk ayahnya sebelum berangkat.

Sang ayah membalas pelukan gadis itu dengan erat. Tidak rela jika putrinya harus pergi jauh meninggalkanya. Walau hanya beberapa hari, Ia merasa sangat khawatir. Ia selalu merasa bahwa hal buruk akan segera terjadi.

"Hati-hati, Putriku." sang ayah menatap kepergian anaknya dengan sendu.

Di dalam kereta, gadis cantik itu tengah menatap sebuah liontin kristal yang disajikan di depanya. Seorang pelayan yang menemaninya sejak kecil atas perintah raja memberitahu fungsi dari liontik indah itu.

"Ini adalah kristal pelindung peri. Salah satu warisan leluhur dari ras peri. Ini bisa melindungi tuan putri dari bahaya. Saat kristal itu merasa bahwa bahaya itu dapat mengancam nyawa, kristal itu akan memberikan sinyal keberadaanya kepada seluruh peri untuk memberikan pertolongan." pelayan itu terus menjelaskan dengan rinci.

"Yang mulia ingin Tuan Putri memakainya dan tidak pernah melepaskanya sampai Putri Rose kembali ke kerajaan dengan selamat." sang pelayan bersikap sopan. Tidak rendah hati ataupun sombong. Pelayan yang berdiri di sisinya dipilih secara langsung oleh raja melalui seleksi yang ketat. Karenanya, kualitas mereka tidak perlu dipertanyakan lagi.

Mengulurkan jemari lentiknya, Rose mengambil kalung itu dari kotaknya. Liontin kristal itu awalnya berwarna kuning keemasan. Tetapi begitu bersentuhan dengan kulitnya, warnanya berubah menjadi biru.

"Warna biru mengartikan perlindungan mutlak. Ia akan segera membentuk perisai begitu bahaya datang. Warna ungu mengisyaratkan bahwa ada racun di makanan ataupun minuman yang dekat dengan tuan putri. Sedangkan warna merah mengindikasikan bahwa ada bahaya mengancam nyawa dan akan segera mengirim sinyal kepada seluruh peri." sang pelayan menjawab kebingungan sang putri.

Mendengar semua itu, Rose sedikit terkejut. Benda sekecil ini ternyata memiliki banyak fungsi. Ia segera memakai kalung indah itu di leher jenjangnya. Kalung itu sangat cocok untuknya. Seolah memang tujuan kalung itu dibuat untuk Ia pakai.

"Lalu apa lagi?" Rose bertanya lembut kepada sang pelayan yang segera di balas oleh senyuman canggung sang pelayan.

"Raja menyuruh pelayan ini untuk menyamarkan putri dengan penampilan biasa. Yang mulia khawatir jika Putri akan di dekati oleh lalat-lalat yang tidak beradab." sang pelayan tetap menjelaskan dengan profesional meski wajahnya masih sangat canggung. Begitu Ia menerima perintah raja yang satu ini, Ia merasa bahwa Ia mengalami masalah pendengaran.

Baginya, sang putri memiliki wajah yang dapat menghancurkan kerajaan. Dari sisi manapun, tuan putri begitu mempesona tanpa celah. Ia merasa bersalah jika harus menodai kecantikan itu dengan bubuk yang dapat menghalangi kecantikan sang putri.

"Lakukan seperti yang Raja perintahkan." Rose merasa seperti pengendalian dirinya sedang diuji. Jika Ia tidak memiliki etikat yang baik, Ia pasti sudah tertawa terbahak-bahak mendengar permintaan kekanak-kanakan ayahnya itu.

Next chapter