1 Pertemuan

Alvaro Pramugraha, orang kerap memanggilnya Varo, dilihat dari segi fisik dia masuk dalam kriteria laki-laki idaman para kaum hawa, bagaimana tidak, dia memiliki postur badan yang tegap nan kekar, wajar saja, toh dia orangnya hobby olahraga, wajah yang ganteng dan bersih, tapi dia juga memiliki sikap yang sangat menyebalkan.

Varo adalah tifikal orang yang sangat senang mengganggu atau mengusik orang lain, seperti kebiasaannya di kampus adalah menjahili orang-orang yang tidak ia sukai, bahkan dosen sekalipun sering kali ia buat bungkem dengan kata-kata sadis yang ia lontarkan jika ia merasa tidak cocok dengan penjelasannya. Yang paling parahnya lagi dia masuk ke kelas, khusus untuk mencari kesalahan dosen ataupun mahasiswa yang tidak ia sukai sewaktu pembelajaran, dia memang tidak suka bolos, padahal dosen lebih senang dia bolos dari pada masuk kelas. Mungkin menurut kalian aneh, tapi ini adalah sebuah fakta.

Jadi maklumlah sampai sekarang dia belum juga wisuda padahal ia sudah masuk semester 9. Bukan karna ia bodoh, ia bahkan sangat pintar, dosen juga banyak yang mengakui kecerdikannya, tapi apalah guna jadi orang cerdik tapi tak berahlak. Makanya dosen kerap kali memberi nilai yang tidak sepadan dengan kemampuannya. Para mahasiswi sering menjulukinya dengan sebutan "perfect boy".

Jika Varo mau untuk cepat wisuda, dia sebenarnya bisa hanya dengan meminta permohonan maaf kepada dosen-dosen yang pernah ia buat sakit hati, karna Varo memang orang yang cerdas dan dia paling tidak suka bolos, sesuai yang telah autor katakan tadi.

Tapi bukan Varo namanya kalau mintamaaf pada orang yang memang menurutnya salah.

Varo bukan seperti kebanyakan orang, yang memilih menjadi penjilat pada atasan asalkan mendapatkan posisi yang aman dan nyaman. Varo lebih memilik keluar dari zona nyaman dari pada harus menjadi seorang yang mendiamkan suatu kebenaran.

Tetapi seperti apapun orangnya, pasti dia memiliki kelebihan dan kekurangan. Begitu juga dengan Varo, dia juga memiliki banyak kekurangan walaupun orang menilainya sempurna. Orang lebih sering menilai dari cover tanpa melihat dari sisi dalam diri seseorang terlebih dulu.

Menusia mudah memponis seseorang salah cuma karna mendengar opini orang lain. Banyak hal yang seharusnya di pertimbangkan sebelum menilai seseorang.

Kembali lagi pada Varo yang sekarang sedang merasa kesal.

"Agr, egois, sialan." Lagi-lagi kata itu yang keluar dari mulutnya, setelah ia memutuskan hubungan telepon Ayahnya secara sepihak.

Varo merasa kesal dengan perlakuan Ayahnya yang tak perna mengerti dirinya.

Broken home adalah pemicu dari segala masalah yang dia hadapi. Kurangnya kasih sayang dan perhatian dari sang ayah setelah kematian ibunya membuatnya kian terpuruk dan hidup tampa adanya kasih dan sayang, ditambah lagi dengan selalu melihat kehadiran ibu tirinya dirumah membuat nya selalu ingin marah dan ingin pergi.

Ditenga pemikiran nya yang menerawang jauh tentang kisah hidup yg menyedihkan tiba-tiba.

Brak

"Aduh," ucap keduanya bersamaan, wanita yang menabraknya kini berjongkok untuk memunguti kertasnya yang berhamburan di lantai kampus. Varo, jangan tanya, sekarang dia sedang menyimpan kedua tangannya di atas dada seraya menatap sinis ke pada wanita yang telah menabraknya dan sudah berdiri tegap di depannya.

"Maaf kak, aku ngak sengaja," ucap Adela.

"Lo kalau punya mata tuh digunain, jangan asal nabrak orang sembarangan, jalan tuh pake mata bukan pake dengkul" serga Varo.

Adela sampai melongo mendengar sergahan sadis pria di depannya ini. Padahalkan jelas-jelas Adela sama sekali tidak sengaja menabraknya karna ia lagi buru-buru, lagian Adela bahkan sudah meminta maaf pada nya.

"Iya-iya aku minta maaf kak." Adela berucap dengan tulus, tapi apa balasan Varo untuknya.

"Maaf-maaf, sakit tau." Varo bahkan mendramalisir keadaan itu. Padahal jelas-jelas yang hampir jatuh adalah Adela bukan dirinya.

"Yaela kak, badan kekar kayak gini masa cuman di tabrak cewek kek aku aja udah sakit," ucap Adela dengan polosnya.

Padahal Adela ngak tau aja kalau Varo lagi ingin menjailinya.

"Lo tuh ya udah salah, masi aja gak ngaku."

Apa katanya ngak gaku padahal jelas-jelas Adela tadi udah minta maaf padanya. Bukan hanya sekali melainkan sudah dua kali.

Adela merasa jenga dengan suasana ini, dia berkacak pinggang. Yang membuat Varo sekarang semakin gencar mengerjainya.

"Kakak tuh gimana sih kan Aku udah minta maaf tadi sama kakak, udah dua kali juga, masak masi dibilang ngak mau ngaku salah."

"Yaudah loh tinggal minta maaf aja apa susahnya sih."

"Yaudah kalau gitu Adela minta maaf ya kak," tutur Adela.

Varo memasang senyum smirknya, menjahili wanita dihadapannya ini memang asik juga.

"Kalau gue ngak mau maafin lo gimana."

Sungguh Adela pengen sekali menenggelamkan Varo kedasar lautan, untung Adela orangnya agak sabaran, kalau ngak dia udah tinggalin orang aneh itu dari tadi.

Adela tersenyum lebar, sehingga tanpa sadar Varo sendiri seolah terbius dengan senyumannya. Indah nan cantik itu yang ada dibenak Varo. "Gak papa kalau kakak ngan mau maafin Adela sekarang, besok-besok kalau kita jumpa lagi Adela minta maaf lagi, tapi kalau sekarang Adel pamit dulu, Assalamualaikum," ucap Adel seraya berlari meninggalkan Varo.

Persekian detik Varo belum bisa berkutik, sungguh senyuman gadis itu masih terngiang di benaknya, tapi segera ia tepis. "Waalaikumsalam," balas Varo kemudian.

Satu hal yang ternyata Varo lupakan, bahwa gadis itu tadi menyebut dirinya sendiri dengan menggunakan namanya, yaitu Adela. Tapi fokus Varo tadi hanya pada senyum manis gadis itu, bukan pada ucapannya.

Tut. Tut. Tut

Hp yang ada didalam kantong celana jeans nya kembali bergetar. Membuyarkan pikirannya tentang gadis tadi.

Varo menghembuskan nafas sejenak sebelum menerima panggilan itu. Butuh kesabaran lebih untuk berbicara dengan orang yang menelpon dirinya.

"Apa lagi?" Tanya Varo to the poin.

Ilham menarik napas mendengar pertanyaan Varo yang langsung ke inti. Tak ada nada bersahabat dan sapaan hangat diantara keduanya, Varo memilih jalan hidup yang ia sukai tanpa mementingkan pendapat orang lain bahkan ucapan dan ancaman Ayah nya sendiripun ia anggap angin lalu.

"Untuk kali ini Ayah mau kamu harus mengikuti perintah Ayah," ujar Ilham,  Ayah Varo.

"Kenapa Varo harus mengikuti apa mau Ayah, sedangkan Ayah sendiri tak perna peduli dengan kemauan Varo, bahkan mungkin Ayah tak tau keadaan Varo!" sinis Varo.

"Ayah tidak menerima penolakan, kamu pulang kerumah malam ini atau Ayah akan menyuruh suruhan Ayah untuk menjemput paksa kamu?" ucap Ilham tidak kala sinis.

"Ayah egois, Varo benci Ayah, Ayah tidak berhak memaksa Varo." Varo kembali memutuskan sambungan telepon. Inilah yang membuat Varo enggan untuk mengangkat panggilan Ilham, karna pada akhirnya akan ada keributan diantara keduanya.

"Maafkan Ayah Varo, Ayah memang egois," lirih Ilham diseberang sana.

avataravatar
Next chapter