1 Prolog

"Terkadang, dongeng yang diceritakan sewaktu kamu kecil, mengandung makna tersembunyi di balik setiap kata-nya."

...

Langit tampak semakin gelap, sementara malam semakin larut. Sang sumber cahaya sudah pergi beristirahat, sebelum akhirnya besok kembali beraktivitas, menyinari penduduk bumi dengan cahayanya yang terang dan menenangkan.

Meski matahari pergi, bulan beserta para bintang gemintang pergi menggantikan. Membuat malam yang seharusnya gelap gulita menjadi sedikit terang akibat cahaya yang dipancarkan oleh bulan dan bintang, menambah kesan malam yang begitu menyenangkan sekaligus menenangkan.

Sementara itu, di suatu kamar bernuansa timur tengah, seorang anak perempuan duduk berhadapan dengan bundanya.

"Bunda, bunda. Apa bunda akan bercerita seperti biasa?" Tanya seorang anak perempuan penuh harap.

Alih alih menjawab, wanita yang dipanggil bunda itu malah mengelus pelan rambut anaknya sambil sesekali mencubit pipinya gemas.

"Aduh, bunda." Keluh sang anak.

Bundanya hanya tersenyum tipis, tak menghiraukan keluhan anaknya.

"Bundaa.." protes anaknya kesal. Ia menatap bundanya dengan ekspresi memohon.

Bunda terkekeh. "Baiklah, baiklah. Maafkan bunda." Kemudian bunda mengubah posisinya. Ia berbaring menyamping diikuti dengan anak perempuannya yang berbaring di sampingnya. Kemudian, ia kembali mengelus rambut anaknya itu.

Sang anak tersenyum lebar. "Apa bunda akan bercerita?"

Sang bunda terkekeh, gemas melihat tingkah anaknya. "Iya." Jawabnya sembari mengangguk.

"Yeayy!" Soraknya gembira.

Tak tahan, sang bunda mencubit hidung mungil anaknya itu yang sangat menggemaskan.

Anak itu tak menghiraukan bundanya yang sekali lagi mengganggunya. Ia terlalu tak sabar untuk mendengar cerita dari bundanya.

"Bunda akan bercerita tentang apa?" Matanya menatap wajah cantik bundanya antusias.

"Bunda akan bercerita tentang sebuah dongeng mengenai negara timur." Jawabnya seraya tersenyum.

"Woah." Matanya tampak berbinar binar, menantikan cerita bundanya itu. "Ayo, Bun. Cepatlah bercerita." Pinta anak perempuannya tak sabar.

Sang bunda pun memulai ceritanya.

"Di dunia ini, kita hidup berdampingan. Semua hal yang tak bisa dilihat belum tentu tidak ada. Mereka berada di dunia yang berbeda dengan kita. Sama halnya dengan suatu kisah mengenai sebuah kerajaan yang begitu terkenal dengan ketangguhan para ksatrianya,"

Gadis kecil itu menyimak.

"Mereka begitu hebat. Sang raja dikenal sebagai sosok yang bijaksana, ramah, dan memiliki hati yang lembut. Namun di saat bersamaan, beliau memiliki sikap yang tegas,"

Gadis kecil itu tampak mendengarkan dengan serius.

"Sang Raja memiliki istri yang begitu cantik. Sikapnya pun amat anggun layaknya seorang bangsawan. Dan sang raja begitu mencintai istrinya itu,"

"Mereka telah hidup bersama selama tiga tahun, namun mereka tak kunjung dikaruniai seorang anak. Sang Raja kebingungan, selain menyangkut kelengkapan keluarganya, ini juga menyangkut sang pewaris tahta." Cerita sang bunda.

Raut penasaran tercetak jelas di wajah anak perempuan itu. "Lalu?"

"Hingga akhirnya, sang Ratu nekad melakukan perjanjian dengan seorang penyihir diam-diam. Bukan sembarang penyihir yang didatanginya, tapi seorang penyihir nomor satu di negeri itu,"

"Tapi, ada satu masalah. Semua orang di dunia ini pasti melakukan timbal balik, tak ada yang mau dirugikan. Begitu juga dengan sang penyihir, ia tak mau begitu saja mengabulkan permintaan Sang Ratu, meski itu untuk kerajaan,"

"Pada akhirnya, mereka pun sepakat. Sang Ratu akan memberikan nyawanya setelah si bayi berumur lima tahun. Sebagai tumbal atas hal itu,"

Gadis kecil itu mulai terlihat mengantuk. Beberapa kali ia terlihat menutup matanya, tetapi kemudian terbuka dan mencoba menahannya.

"Dan benar saja, Sang Ratu pun hamil. Semua orang bergembira atas kehamilannya, termasuk Sang Raja yang tak tau menahu tentang perjanjian itu,"

"Sang Ratu melahirkan anak laki laki yang begitu tampan. Ia dan suaminya begitu mencintainya. Hingga pada tahun kelima, Sang Ratu mulai sakit sakitan. Semua tabib telah dikerahkan. Namun sayang, tak ada yang bisa menyembuhkannya. Tepat pada ulang tahun anaknya, ia pun meninggal dunia,"

"Dan anak itu, kepribadiannya pun berubah. Awalnya, ia adalah anak yang periang, namun setelah kejadian itu, ia menjadi pemurung. Ia begitu kehilangan ibunya, sampai hatinya pun membeku. Membeku dalam jiwa Sang Ibunda yang telah tiada."

"Tamat." Ucap sang ibu mengakhiri ceritanya. Kemudian ia melihat anaknya.

Eh?

Gadis kecil itu telah tertidur rupanya. Sang ibu hanya tersenyum kecil. Kemudian ia duduk, menarik selimut lalu mengecup dahinya.

Lantas, ia beranjak dan mematikan lampunya. "Selamat malam."

...

Kalau ada salah penulisan kata maupun kalimat, jangan lupa kasih kritik dan sarannya, ya! Aku butuh kritik dan saran kalian untuk memperbaiki karyaku agar lebih baik lagi. Terima kasih!

avataravatar