1 Pindahan

"Aku ingin kalian berkenalan dengan Keenan Aryo Winata, salah satu orang terbaik di jagat raya. Keenan adalah sahabatku sejak kita berumur 15 tahun. Ya, kira-kira sudah 9 tahun kita bersahabat. Selama ini, kita hampir tidak pernah terpisahkan. Kita berada di sekolah dan universitas yang sama. Walau berbeda jurusan, hampir setiap hari aku dan Keenan berangkat dan pulang bersama. Sekarang, kita bekerja di tempat berbeda yang jaraknya hanya berjarak tiga ruko. Aku memiliki toko bunga yang sengaja kutempatkan di dekat studio milik Keenan. Aku hampir mengetahui semua hal tentang Keenan dan begitu juga dengan Keenan. Hampir. Ada satu hal yang tidak kuketahui tentang Keenan. Percintaannya. Selama 9 tahun bersahabat, Keenan hampir tidak pernah bercerita tentang siapa yang sedang ia sukai. Bahkan selama 24 tahun menjadi penduduk bumi, Keenan belum pernah berpacaran. Aku tau beberapa orang yang pernah Keenan sukai, tapi ia selalu menganggap perasaan tersebut sebagai 'cinta monyet'. Terkadang aku yang memancing perbincangan terkait topik 'terlarang' itu. Setiap kali Keenan mulai tertarik dengan seseorang, perasaan tersebut biasanya hanya bertahan di tahap mengangumi. Siapa yang Keenan sukai? Jawabannya selalu, 'tidak ada'. Dan untuk pertanyaan mengapa, Keenan hanya menjawab, 'ya nanti juga ada orangnya'. Aku dan orang-orang yang mengenal Keenan bingung dengan perilakunya tersebut. Lelaki sebaik, sepintar, selucu, dan setampan Keenan belum pernah memiliki pacar? Ditambah dengan lingkungannya yang selalu dikelilingi para model-model cantik. Entah apa yang ia pikirkan mengenai percintaannya, aku tidak akan pernah tau. Namun ada satu hal juga yang Keenan tidak tau tentangku. Tentang perasaanku kepadanya."

~

"Wanda, lu daritadi dipanggilin sama mama lu kok gak lu nyautin sih?" tanya seseorang yang tiba-tiba membuka pintu Wanda tanpa mengentuk pintu. Pertanyaan tersebut membuat Wanda dengan terburu-buru menutup dan menyembunyikan diary nya tersebut di tumpukkan buku yang sudah dimasukkan ke dalam kardus sambil melepaskan earphone di telinganya.

Panjang umur. Orang yang membuka pintu itu adalah Keenan. Orang yang daritadi Wanda coba perkenalkan kepada kalian.

"Lah, kok lu udah nyampe gak bilang-bilang sih?" tanya Wanda yang masih terkejut dengan kedatangan Keenan.

"Lu kali yang gak baca chat. Earphone lu kekencengan tuh sampe mama lu teriak-teriak daritadi manggilin lu, lu gak denger," balasnya.

"Emang mama manggil gua kenapa?" tanya Wanda.

"Mending lu turun, tanya sendiri ke mama lu. Tugas gua di sini cuma bantuin kalian pindah-pindahin barang. Btw, udah semua belum barangnya? Mau gua bawa turun nih soalnya," kata Keenan.

"Udah sih. Ini lu bawa turun koper yang hitam sama plastik yang cokelat itu dulu aja. Jangan sentuh daerah yang ini dulu, ini belum gua beresin. Gua mau liat dulu mama gua kenapa," balas Wanda yang menunjuk daerah meja belajarnya yang masih penuh dengan barang-barangnya.

"Siap bos! Udah gih, turun duluan. Hati-hati mama lu udah gak sabar banget daritadi manggil gak ada yang nyaut," kata Keenan sambil mengambil barang-barang yang disuruh oleh Wanda. Wanda pun langsung turun mengampiri mamanya yang sedang sibuk memindahkan barang.

"Kamu daritadi dipanggil kok gak bales sih? Barang yang di kamar udah diberesin semua? Kardus yang buat donasi juga udah belum?" kehadiran Wanda langsung disambut dengan pertanyaan yang ditanyakan mamanya itu.

"Maaf, Ma, tadi aku pake earphone jadi gak kedengeran. Barang udah beres semua kok tinggal barang-barang yang kecil-kecil aja. Kardus yang buat donasi buku ke anak TK Seribu Harapan udah beres dan aku tulisin, tapi belum aku lakbanin," jawab Wanda.

"Yaudah, kalau gitu kamu bantu mama dulu aja ini pindahin sofa sama meja soalnya papa sama adek lagi urusin listrik, PAM, dan segala macemnya di rumah baru. Masalah donasi nanti Mba Septa aja yang beresin, orangnya udah mau dateng soalnya," perintah Mamanya Wanda. Wanda pun langsung mengangguk dan melakukan perintah mamanya.

"Yaampun, Tante. Kok gak panggil aku kalau mau pindahin barang berat. Sini aku bantu, Tan," kata Keenan yang baru saja turun dengan membawa koper hitam dan plastik cokelat yang Wanda suruh. Keenan langsung meletakkan koper dan plastik itu ke dalam mobil truk yang sudah menunggu di depan dan masuk ke rumah untuk membantu Wanda dan Mamanya memindahkan sofa dan meja.

Saat mereka sedang memindahkan meja, tiba-tiba ada suara klakson yang mengejutkan mereka. Supir dari mobil elf yang baru saja datang turun dari mobilnya dan mengetuk pintu rumah Wanda. "Permisi," kata supir itu sambil mengetuk pintu. "Halo, Pak, saya di sini. Saya yang punya rumah. Ada apa ya, Pak?" tanya Mama Wanda yang baru saja berhasil memasukkan kursi-kursi makan ke dalam truk.

"Ini, Bu, saya disuruh ke mari untuk ambil donasi untuk TK Seribu Harapan. Ini benar kan dengan Ibu Natasha?" tanya supir tersebut.

"Benar, saya Natasha. Sebentar ya, Pak. Septa kamu tolong bawa turun kardus yang ada di kamar Wanda yang ada tulisan TK Seribu Harapan terus kasih ke bapak ini ya," kata Mama Wanda yang menjawab pertanyaan kurir dan memerintah Septa yang kebetulan sedang berjalan keluar. Septa, yang sudah setia menjadi asisten rumah tangga keluarga Wanda sejak Wanda SD, langsung naik ke kamar Wanda dan melakukan perintah Mama Wanda.

Wanda menatap rumahnya yang sudah kosong sambil menghela napas. "Kenapa lu?" tanya Keenan yang tiba-tiba muncul di sebelah kanan Wanda.

"Gak apa-apa, tapi gua pasti kangen banget sama ini tempat. Udah 24 tahun di sini, sekarang harus pindah," jawab Wanda.

"Oh, yaelah kan cuma pindah dua gang doang. Nanti kita sering-sering lewatin nih tempat deh. Lagian kan lu pindah rumah jadi lebih deket sama gua bukannya seneng jadi gampang nebengnya malah sedih," kata Keenan yang berusaha menghibur Wanda. Wanda memang pindah menjadi berbeda dua rumah dari Keenan, tapi itu bukan keinginan Wanda. Hanya kebetulan saja Papa Wanda menemukan rumah yang lebih besar dan memadai untuk keluarga mereka di dekat rumah Keenan. Wanda pun hanya mengangguk meresponi perkataan Keenan.

"Wanda, ayo beresin barang kamu terus kita berangkat ayo cepet," kata Mama Wanda yang membangunkan Wanda dari lamunannya. Wanda pun langsung naik dan menuju meja belajarnya yang masih dipenuhi barang-barang pribadi Wanda. Wanda mengambil tas ransel hitam miliknya dan memasukkan barang-barang tersebut. Tapi.... sebentar.... "LAH, DI MANA DIARY KU?" kata Wanda kepada dirinya sendiri dengan panik. Bagaimana tidak panik, isi diary Wanda adalah tentang kisah-kisahnya dengan Keenan. Jika buku itu sampai ke tangan orang lain, atau bahkan Keenan, matilah nasib Wanda. Wanda pun langsung berlari ke bawah menanyakan kepada semua orang apakah ada yang melihat buku hijau miliknya. Tidak ada. Tidak ada yang melihatnya. "Terus ke mana tuh buku? Perasaan aku pasti taro tuh buku di meja belajar," pikir Wanda.

"Kamu yakin kamar kamu udah kosong? Cek dulu gih, siapa tau bukunya keselip di mana gitu. Habis itu langsung turun ya. Mama kasih 5 menit lagi sampai 12.30 pas, kalau kamu gak turun kita tinggal ya," kata Mama. Wanda langsung berlari kembali naik ke kamarnya. Kamarnya kosong, tidak ada barang sama sekali. Hanya meja belajarnya yang memang sengaja ditinggal di rumah lamanya. Wanda mulai berpikir dengan keras di mana ia meletakkan buku diary nya tersebut. Ia akhirnya teringat di mana ia menaruhnya terakhir kali. Di kotak donasi. Lebih tepatnya, di kotak donasi yang sudah dibawa pergi ke TK Seribu Harapan.

avataravatar
Next chapter