4 Pertemuan

"Keenan selalu berkata bahwa aku akan menjadi orang pertama yang mengetahui segalanya tentangnya. Begitu juga dengannya. Setiap kali aku mengalami atau mendapatkan sesuatu yang menarik, Keenan akan menjadi orang pertama yang aku beri tahu. Aku selalu merasa tidak sabar untuk bercerita kepada Keenan. Aku selalu ingin berbicara kepada Keenan. Aku tidak ingin berhenti berbicara dengannya. Entah sihir apa yang ia pakai, tetapi sihir itu berhasil membuatku tidak ingin jauh darinya dan selalu ingin bersamanya."

~

"Hah? Gua gak ngerti maksud lu? Gua masih sangat percaya sama lu kok," kata Wanda yang masih bingung dengan Keenan yang nampaknya marah dengannya.

"Kok gak cerita-cerita sih kalau lagi deket sama cowok, itu tadi pake dianterin segala. Pake ngumpet-ngumpet lagi dari kemaren pantes gua gak boleh ikut," kata Keenan yang masih cemberut.

"Oh, yang tadi anterin gua maksud lu? Itu mah temen baru gua. Baru tadi kenalan di TK Seribu Harapan. Ini gua baru mau cerita sama lu, tapi lu nya udah marah duluan tiba-tiba," jelas Wanda.

"Hah? Temen baru dari TK Seribu Harapan?" tanya Keenan yang kini sudah melepaskan lipatan tangannya dan mengubah wajah cemberutnya dengan wajah penasaran.

"Iya. Jadi tadi kan gua mau ambil boneka gua dari TK Seribu Harapan terus ternyata ada satu kelas yang gurunya belum dateng gitu. Terus gua sukarela gantiin ngajar ternyata gurunya dateng cuma dia telat aja. Nah, gurunya itu yang tadi anter gua ke sini. Dia bilang sih sebagi tanda terima kasih, yaudah sekalian hemat ongkos juga. Begitu ceritanya," cerita Wanda.

"Oh, jadi itu lu baru kenalan tadi?" tanya Keenan memastikan kepada Wanda.

"Iya. Gak yakin juga sih akan ketemu lagi. Soalnya gua juga gak tau akan ngajar lagi di sana atau gak," jawab Wanda. Keenan hanya mengangguk sambil membulatkan mulutnya seperti huruf "o" menunjukkan bahwa ia mengerti.

"Salah paham duluan sih lu. Kecepetan marah. Gua mah pasti cerita ke lu," ledek Wanda kepada Keenan yang mulai menyesal sudah kecewa duluan kepada Wanda.

"Ya, maaf. Lagian dari kemaren lu kayak mencurigakan gitu. Kayak umpetin sesuatu ya gua curigalah," jawab Keenan.

"Lu nya aja kali yang curigaan sama gua. Btw, lu mau ngomong apa sampe gua buru-buru ke sini nih," tanya Wanda.

"Jadi gini, tadi pagi itu gua ketemu sama client gua yang mau book jasa foto gua buat pernikahannya itu. Dan dia nanya ke gua gitu ada saran untuk tempat beli bunga gak karena mereka butuh urgent banget. Pas banget kan sahabat kesayangan gua satu ini punya toko bunga. Jadi ambil gak nih job nya?" jelas Keenan.

"Ambil dong pasti! Kapan nih?" tanya Wanda dengan penuh semangat. Sudah lama Wanda tidak mendapatkan pekerjaan sebagai tukang bunga di sebuah acara besar. Ditambah lagi, Wanda berkesempatan untuk bekerja dengan Keenan.

"Tiga hari lagi sih. Bisa gak? Kebetulan besok mau ketemu lagi full team sama wedding organizer dan semua yang terlibat di acara pernikahannya gitu. Client nya mau pastiin semuanya udah fix biar dia gak stress di deket-deket hari H nya. Bisa kan?" tanya Keenan.

"Bisa sih. Besok jam berapa nih meetingnya?" Wanda masih sangat bersemangat mendengar berita dari Keenan.

"Jam 11 siang nanti besok gua jemput lu aja. Siap-siap ya kalau gitu. Bye! See you tomorrow!" kata Keenan yang langsung berbalik badan dan keluar dari toko bunga Wanda menuju studio nya yang hanya berjarak tiga ruko dari toko bunga Wanda.

"Cie, seneng banget kayaknya diajak kerja bareng sama kesayangan," ledek Shelly, orang yang bekerja bersama Wanda di toko bunganya itu sekaligus salah satu sahabat Wanda dari kuliahnya.

"Dih, gua tuh senengnya karena akhirnya kita dapet job yang gede lagi," Wanda masih konsisten mengelak tentang perasaannya kepada Keenan.

"Iya deh, percaya. Lagian kenapa gak mau ngaku aja sih. Kelihatan banget tau," kata Shelly yang sampai sekarang tidak percaya bahwa Wanda tidak memiliki perasaan apapun kepada Keenan.

"Lah, emang gak ada perasaan apa-apa kok. Apa yang harus gua akui? Udah mending kita bikin orderan hari ini aja," kata Wanda yang kemudian berjalan menuju laptop untuk melihat pesanan-pesanan pada hari itu.

-

"Wan, cepetan uda mau jam 10.30 nih. Jangan lama-lama," teriak Keenan dari depan kamar Wanda sambil menunggu Wanda bersiap-siap.

"Sebentar, Nan. Dikit lagi selesai nih," jawab Wanda yang sedang menyatok rambutnya di dalam kamarnya. Wanda sudah bersiap-siap dari satu jam sebelumnya, tetapi tetap saja satu jam tidak cukup untuknya bersiap-siap untuk pertemuan ini. Wanda merasa bahwa pertemuan ini adalah pertemuan yang penting. "Siapa tau nanti ada yang mau kerja sama bareng lagi," pikirnya. Wanda membuang setengah jam berdiri di depan lemari sambil mencoba berbagai pakaian. Akhirnya Wanda memakai pakaian yang menjadi pilihan pertamanya, kemeja putih yang sedikit longgar dan dimasukkan ke dalam jeans biru mudanya yang diikat dengan ikat pinggang hitam. "Simpel dan profesional," pikir Wanda. Setelah selesai mencatok bagian rambut terakhirnya, Wanda langsung mengambil tasnya yang sudah ia isi dengan album kecil berisi foto-foto bunga yang tersedia di tokonya, dompet, handphone, parfum, dan lip balm.

"Yuk, jalan," kata Wanda saat ia membuka pintu dan ia pun langsung melangkah menuruni anak tangga diikuti oleh Keenan yang daritadi menunggu depan pintu kamarnya.

"Lama banget sih. Tuh kan udah jam 10.25," keluh Keenan.

"Lah, kan tempat meetingnya juga cuma 15 menit dari sini. Dijamin gak akan telat. Udah yuk berangkat nanti kalau lu kebanyakan ngoceh malah telat," kata Wanda yang sudah duduk di bagian depan mobil Keenan lalu menutup pintu mobil Keenan.

Benar saja kata Wanda, mereka sampai dalam waktu kurang lebih 15 menit. Wanda dan Keenan langsung berjalan menuju venue yang telah ditunjukkan oleh client mereka. Sesampainya di sana, mereka disambut oleh client mereka, Gina.

"Hai, halo Keenan! Pagi banget datengnya padahal masih 20 menitan lagi loh," sapa Gina dengan senyuman yang sangat ramah.

"Hai, Gin. Iya, soalnya tadinya gua takut macet tapi ternyata gak macet. Eh, kenalin ini Wanda, yang kemaren gua cerita ke lu," kata Keenan yang memperkenalkan Wanda kepada Gina.

"Gina," kata Gina sambil mengulurkan tangannya dengan masih tersenyum.

"Hai, Gina. Aku Wanda," kata Wanda yang menjabat tangan Gina sambil ikut tersenyum.

"Oh iya, sorry banget hari ini Lukas gak bisa dateng soalnya dia ada meeting dadakan terus dia juga nanti harus urusin kue pernikahannya. Kita emang udah bagi tugas dari awal. Ini sebenernya aku mau mulai nanti setelah semuanya udah dateng. Tinggal tunggu leader wedding organizernya dan nanti ada MC nya juga sih cuma dia ijin telat. Jadi mungkin aku boleh liat dulu model-model bunga yang tersedia. Kemaren aku sempet lihat-lihat di instagramnya sih tapi ini ada sampelnya gak ya?" jelas Gina.

"Kalau aku belum bawa sampel sih. Tapi ini aku bawa beberapa foto bunga-bunga yang sering dipesen juga untuk pernikahan. Mungkin nanti kalau udah fix, sore ini juga aku bisa bawa sampelnya ke sini. Ini ada foto-fotonya" balas Wanda sambil mengambil album kecilnya dari tasnya dan menyerahkannya kepada Gina.

"Oke, aku lihat-lihat dulu ya kalau gitu sambil nungguin yang lain," jawab Gina yang sudah mulai membuka album foto dari Wanda. "Cantik-cantik banget! Aku bingung milihnya. Aku boleh lihat sampel yang ranunculus, peony, hydrangea, calla lily, dahlia, sama yang sweet pea," kata Gina.

"Oke! Siap berarti ada enam jenis ya. Kalau gitu aku contact temen aku yang lagi jaga tokonya untuk kirimin sampelnya dulu ya," kata Wanda yang langsung mengirim pesan kepada Shelly untuk mengirim sampel keenam bunga yang dipesan Gina ke venue.

"Iya. Terima kasih banget loh. Ngomong-ngomong nanti urusan peletakkan bunganya dan lain-lain, kamu urusin sama leader wedding organizernya ya soalnya dia udah tau aku pengen dekorasinya gimana," jelas Gina kepada Wanda. Wanda menjawab penjelasan Gina dengan anggukan.

"Gua gak telat kan?" kata seseorang yang baru saja membuka pintu dan masuk ke dalam venue. Perkataan dari orang tersebut membuat semua orang menengok ke arah suara itu. Wanda tidak percaya dengan apa yang ia lihat. Orang itu adalah Peter.

"Wanda?" kata Peter yang juga tidak percaya bahwa Wanda berada di tempat itu.

"Lah, kalian udah saling kenal? Tadinya malah aku mau semuanya kumpul biar kenalan dulu biar nanti pas hari H bisa koordinasi dengan baik," kata Gina.

"Lu kenal dia? Siapa?" bisik Keenan kepada Wanda.

"Ini yang kemaren anter gua," bisik Wanda membalas Keenan. Keenan hanya membalas bisikan Wanda dengan anggukan kepalanya.

"Lu ngapain di sini, Wan?" tanya Peter yang masih kebingungan dengan kehadiran Wanda.

"Gua ngurusin bunga untuk pernikahannya Gina. Lu sendiri?" Wanda balik bertanya.

"Ini yang daritadi aku ngomongin. Dia ini Peter, leader wedding organizer yang kita tunggu-tunggu," jelas Gina.

"Oh iya, Peter ini fotografer kita. Eh, gua tinggal bentar ya Lukas telpon. Kalian kenalan dulu gih sekalian Peter boleh briefing mereka dulu" kata Gina yang kemudian pergi menuju depan pintu venue.

"Kenalin gua Peter," kata Peter sambil mengulurkan tangan kepada Keenan.

"Gua Keenan," kata Keenan menjabat tangan Peter.

"Keenan?" tanya Peter memastikan. Wanda baru mengingat sesuatu. Wanda mengingat kalau Peter membaca diary Wanda. Mata Wanda langsung membesar dan menggeleng-gelengkan kepala seolah memberi kode kepada Peter.

"Iya. Nama gua Keenan. Emangnya kenapa?" tanya Keenan bingung dan melihat ke arah Wanda yang otomatis berhenti menggelengkan kepalanya.

Peter pun melontarkan pertanyaan yang membuat Wanda ternganga, "maksud lu, lu Keenan Aryo Winata?"

avataravatar