2 Piket

Zeline merebahkan tubuhnya setelah tadi mengambil ponselnya di box putih. Rasa kantuk yang tadi hinggap saat mengaji, hilanglah sudah. Kini, dia membuka ponsel. Berselancar ke dunia maya agar tidak tertinggal kabar terbaru. Bukan hanya itu saja, sesekali dia membuka aplikasi membaca dan menulis. Melihat sudah sampai manakah dia berjuang dalam dunia kepenulisan.

Ah, Zeline ingat sesuatu. Instagram. Dia kembali membuka aplikasi bergambar kamera itu. Kemudian membuka pemberitahuan yang dilambangkan dengan gambar hati. Biasanya, jika ada pemberitahuan pastilah ada notifikasi. Atau ada titik merah pada gambar hati tersebut. Tapi pada nyatanya masih sama. Tidak ada tanda-tanda.

"Ah, iya udah." ucapnya pasrah. Masih menunggu harapannya terkabul.

Dia keluar dari Instagram. Membuka aplikasi hijau. Tak lupa absen sekolah. Kemudian membuka group kelas yang sudah mulai ramai.

"Mba-mba ayo ambil lintingan. Sekarang jadwal piket harian pesantren." suara mba-mba terdengar nyaring ditelinga Zeline. Fokusnya pun teralihkan.

Segera Zeline bangkit dari ranjang. Dia mengambil lintingan kecil berisi angka. Setelahnya, dia kembali duduk. Menunggu pemberitahuan selanjutnya mengenai piket harian.

"Zeline piket apa mba?" tanyanya setelah semua anak kamar selesai mengambil lintingan angka.

Mba Navya menoleh. Dia melihat ke arah kertas dimana piket harian telah dibagi. "Kamu piket nata sandal." ucapnya. Entah kenapa Zeline menjadi lemas. Malas sekali jika harus piket menata sandal.

Mau tak mau Zeline harus melaksanakan piket harian pesantren. Dia bersiap, kemudian keluar dari kamar menuju rak sandal. Dengan rasa malas yang masih hinggap, dia mulai menata sandal.

Inisiatif saat itu muncul. Zeline menata sandal sesuai warna. Pertama warna hitam, warna kesukannya. Lalu warna yang lainnya secara urut.

Sesekali dia berhenti. Mengecek ponselnya yang dia taruh disaku jas pesantren. Takut ada pemberitahuan atau tugas dari group.

Terbesit saat itu Zeline ingin memulai chat dengan laki-laki yang akhir-akhir ini menjadi bahan ghibahnya dengan dua temannya, Diana dan Natalia. Tapi dia ragu bercampur malu. Takut dikira apa, masa iya perempuan dulu yang chat?

Oh stop!

Hapus pertanyaan itu!

Toh, Zeline saat itu hanya ingin kontaknya disave. Tak lebih.

Seakan keberuntungan datang bersamaan, hal tak terduga tiba. Notifikasi instagram muncul setelah Zeline mengirimkan dua pesan singkat pada laki-laki bernama Aiman. Jantungnya berpacu cepat. Sulit dikendalikan. Sampai tangan ikut andil untuk menetralkannya.

"Ha? Difollback? Serius?" ucapnya tak percaya.

Sandal yang dipegang kalau itu jatuh. Saking tidak percayanya. Zeline terdiam, menatap layar bercahaya yang tidak terlalu terang. Berdiri layaknya patung. Sampai-sampai ada orang lewat pun dia tidak peduli.

Memang, kunci keberhasilan adalah kesabaran.

Zeline sudah membuktikannya sendiri. Sudah seminggu lebih setelah upacara agustusan, akhirnya apa yang dinantikan terwujudkan. Walau hanya satu yang terwujudkan, tapi tak apa. Ini sudah lebih dari cukup.

Seperti halnya mengunjungi satu dari tujuh keajaiban dunia. Eits, bukan satu. Tapi dua.

Balasan yang tak terduga pun menjadi keajaiban. Rasanya tidak percaya saja.

"Berasa kaya udah akrab." gumamnya ketika membaca pesan, lalu membalasnya dengan cepat. Rasa asik itu membuat Zeline hanyut.

Ah, Zeline lupa. Dia sedang ada diluar kamar. Tidak tepat waktunya untuk bersenandung ria. Segera dia menyelesaikan piket harian. Kemudian masuk ke kamar dan rebahan sembari menunggu balasan pesan.

***

"Nat, tau ngga si?" ucap Zeline setelah latihan pertama usai.

Natalia menggeleng. "Tau apa? Bukannya kamu belum cerita? Masa iya aku udah tau?" candanya seperti biasa. Benar juga, aku belum bercerita. Masa iya, dia sudah mengetahuinya.

Zeline dengan antusias memperlihatkan obrolannya dengan Aiman. "Coba lihat, deh." sembari tersenyum dibalik masker, Zeline memerintah Natalia untuk melihat dan membaca obrolan singkatnya.

"Wihhh, udah mulai chattan. Jadi iri. Pengen kaya gitu juga sama Jayden." Natalia tersenyum juga. Mencubit lengan kanan Zeline dengan gemas.

"Iya udah. Mulailah sama Jayden. Bisalah." ucap Zeline membalas.

"Lah ngga mau. Malu. Paling chat sama Jayden kalau ada yang penting aja gitu."

Zeline ingat, Natalia seorganisasi dengan Jayden. Laki-laki bertubuh tinggi dan kurus. Terkenal dari kecerdasannya. Baik di madrasah atau di pesantren sekalipun. Siapa yang tidak kenal Jayden? Oh iya, bukan Jayden nama terkenalnya. Raden.

"Terus kamu lagi chattan sama Aiman?" Natalia mengalihkan pembicaraan, dari Jayden ke Aiman.

"Hust! Bukan Aiman." ucapnya seperti tidak terima.

Natalia mengernyit. Apa yang salah dari ucapannya? Bukankah dia hanya bertanya? Apakah namanya salah?

"Jangan lupa pake, mas." tegasnya.

"Ooo. Kirain apa." ucap Natalia.

"Eh, bukannya seumuran ya?" Tanya Natalia.

Zeline menggeleng, matanya tertuju pada layar bercahaya didepannya. Menunggu balasan dari Aiman. "Aku juga mulanya si gitu. Apa lagi dia itu satu kelas ngaji sama kita. Eh ternyata salah. Dia kakel."

"Ha? Yakin?"

Zeline mengangguk. Dia kembali memperlihatkan obrolannnya dengan Aiman. "Aku sama Aiman berjarak dua tahun. Dia 2005. Kalau aku 2007."

"Sekolah dimana?"

"MAI (Madrasah Aliyah Imrithi)." jawab Zeline pasti.

"Sekolah sahabat." tambah Zeline.

"Iya. MAJ (Madrasah Aliyah Jurumiyah) dan MAI (Madrasah Aliyah Imriti)."

"Eh tau ngga si, aku lagi debat tau sama dia." ucap Zeline setelah percakapan usai sesaat. Fokus dengan ponsel masing-masing.

Natalia melirik ke arah ponsel Zeline. "Debat apa?"

"Ini nih. Kan dia itu lebih tua ya dari aku. Masa iya aku langsung panggil Aiman. Kan ngga sopan ya?"

Natalia mengangguk, "Iya jelas ngga sopan laa. Terus kenapa?"

"Dia ngga mau. Katanya panggil nama langsung aja. Masih muda juga gitu. Sama karena jarak umurnya ngga terlalu jauh sama aku. Jadi pengennya panggil Aiman aja."

"Laa gimana sih. Kok bisa gitu?"

Zeline mengangkat kedua bahunya. Entahlah. Dia sendiri tidak tahu pasti. Kenapa Aiman tidak mau dipanggil mas.

Kira-kira kenapa Aiman tidak mau dipanggil mas? Malukah? Atau tidak terbiasa dipanggil dengan mas? Lalu, bagaimana Zeline harus memanggil Aiman?

avataravatar
Next chapter