1 NAMANYA ANNA!

Sebuah asrama di pusat kota, bangunan tua hampir mirip peninggal nya dulu dan bergaya klasik.

Hari ini hujan turun, membasahi daun hijau segar membuatnya berkilau karena air yang jatuh di atasnya. Segelas kopi dengan asap yang masih mengepul pertanda si penikmat baru saja menyeduh nya. Cocok memang untuk seorang pekerja seni yang mencari inspirasi.

Namanya Anna! Tinggal sendirian di sebuah asrama khusus putri di bilangan kota besar.

Ia senang menyendiri, menurut nya begitulah cara menikmati hidup agar tak terlalu merugikan orang lain.

"Anna, mau pergi kemana?" sapa seorang penjual bunga di depan pintu gerbang asramanya.

Asrama ini adalah tempat seperti kos-kosan yang di khususkan untuk perempuan mereka menyewa nya dan membayar setiap bulan. Ada yang berkuliah, bekerja dan hanya Anna yang memiliki pekerjaan freelance. Dia satu-satunya yang tidak memiliki pekerjaan tetap namun tetap bisa tinggal di asrama dengan keamanan cukup tinggi itu.

"Hi, selamat pagi Nyonya Meri! aku akan pergi ke kota tua!" jawab Anna.

"Kamu sangat sengat senang pergi ke sana, bahkan bisa 5 kali dalam seminggu! ambil ini semoga membuat mu mendapatkan inspirasi dengan mudah!" nyonya Meri memberikan satu bunga mawar merah yang sedang ia bersihkan durinya kepada Anna.

Anna membungkukkan badannya seperti seorang pelayan yang memberikan hormat pada ratu. "Dengan senang hati aku menerimanya, terimakasih nyonya Meri!" Anna mengambil uluran tangan wanita paruh baya itu.

Anna pergi dengan senyum riang di bibirnya, setelah pamit pada nyonya Meri.

"Kamu selalu memberinya bunga setiap hari dan itu gratis Meri, apakah kamu tidak akan rugi?" seorang lelaki paruh baya yaitu suaminya nyonya Meri datang menghampiri istrinya.

"Tentu saja tidak, dia membayar dengan sopan santunnya! jarang bisa menemukan gadis seusianya yang menghormati orang tua seperti kita!" jawabnya sembari melanjutkan membersihkan duri di bunga mawar merah di depannya.

Suaminya hanya mengangguk sembari menaruh bunga Lily yang baru ia bawa dan masih segar di sebuah pot bunga berisi air agar tetap segar. "Bukankah gadis itu sudah hampir 6 tahun tinggal di asrama tua ini?"

Meri mengingat waktunya. "Ya, ternyata waktu berlalu begitu cepat!" lirih nyonya Meri, bayangan nya pergi pada 6 tahun lalu.

Saat itu hujan rintik-rintik juga sedang turun, seorang gadis dengan tas coklat berdiri di samping gerbang berniat berteduh. Wajahnya masih seperti anak-anak remaja pada umumnya. Nyonya Meri mendekati gadis itu.

"Nak, hujan sepertinya akan membesar kamu ingin ku pinjamkan payung?"

Ia malah menatap mata wanita yang menanyai nya. "Untuk apa payung?" jawabnya, jelas membuat si wanita paruh baya kaget.

"Untukmu pulang ke rumah, ini hampir gelap!"

Dia terdiam sejenak kemudian kembali membuka mulutnya. "Aku tidak punya rumah, entah mau kemana tujuanku!" bibirnya sangat ringan untuk menjawab pertanyaan itu.

Sorot matanya menampilkan kejujuran, tentu saja ia berkata demikian.

Nyonya Meri baru saja kehilangan anaknya baru-baru ini karena kanker otak yang di deritanya. Karena anaknya menyukai bunga, ia membuka toko bunga di depan gerbang asrama khusus putri itu. Tentu saja itu adalah miliknya ternyata.

Ia sengaja menjadikan rumah yang ia jadikan kastil untuk putri tercintanya menjadi rumah sewa hanya untuk para gadis, berjumlah sekitar dua puluh kamar dan terdiri dari dua lantai.

"Siapa namamu Nak?" lanjut nyonya Meri.

"Anna!" satu kata saja yang terdengar, tidak ada nama panjang atau embel-embel lainnya.

"Nama yang indah, apa kamu ingin tinggal disini?" nyonya Meri menunjukkan gerbang hitam dengan gambar merpati di tengahnya.

Nyonya Meri memegangi tangan gadis itu, mereka memasuki asrama yang dingin karena angin hujan yang menyelinap masuk. Sementara mata Anna berkeliling melihat keadaan sekitar.

"Hanya ada satu kamar tersisa, ini kamar milik putriku!" lirih nyonya Meri begitu membuka pintu kayu yang terdapat nama princess room di depannya.

Begitu masuk semua peralatan nya berwarna biru, benar-benar seperti barang-barang peralatan Cinderella.

"Siapa nama putrimu nyonya?" Anna membuka suaranya setelah mereka berada di kamar itu.

"Princess, nama di depan pintu adalah nama putriku! usianya baru 17 tahun dia meninggal satu tahun lalu!" lirih Meri, ia tak kuasa menahan tangisannya.

Tiba-tiba seorang lelaki paruh baya datang mengetuk pintu, "Meri, aku mau bicara denganmu!" ucap nya dengan wajah datar, ia sekilas melihat ke arah Anna.

Meri menyuruh Anna istirahat dan ia keluar menemui suaminya di ruang tamu.

"Kenapa kamu membawa orang lain ke kamar princess?" tanya Tuan Saga, itulah nama lelaki pemilik asrama ini.

"Saga, ini sudah satu tahun! kamar princess terbengkalai begitu saja tanpa penghuni ini saatnya kamar itu di huni."

"Meri, kamu menginginkan rumah kita di jadikan asrama agar ramai aku mewujudkannya tapi mengapa harus kamar princess yang kamu sewakan?"

"Aku tidak menyewakannya Saga, gadis itu kehujanan tanpa tujuan! aku seperti melihat princess yang selalu sendirian di ujung usianya, dia tampak kesepian seperti putri kita aku ingin menolongnya namun hanya kamar princess yang tersisa!"

"Kamu tidak tahu dia siapa, mengapa kamu menolongnya?" kini emosi Tuan Saga kian menguat.

"Apakah kamu ingin princess terus sendirian, kamu terus menyuruhku menyisakan kamar itu untuk putri kita!"

Tuan Saga terdiam, ia tahu akan kalah berdebat dengan istrinya itu. Keduanya juga sangat kesakitan karena kehilangan satu-satunya putri tercinta mereka.

Nyonya Meri berlalu meninggalkan Tuan saga dan kembali menemui Anna.

Anna berdiri di balik tembok mendengar semua pembicaraan Tuan Saga dan nyonya Meri. "Anna, kenapa kamu di sini?" tanya nyonya Meri.

"Apakah Tuan tidak suka ada di sini nyonya?"

"Tidak Anna, dia hanya belum terbiasa karena belum pernah siapapun tinggal di kamar Princess!"

"Nyonya, tidak apa-apa jika aku harus pergi aku tidak ingin merepotkan siapapun aku akan mencari tempat tinggal lain!"

"Anna, ini tidak akan jadi masalah! lagipula ada 19 orang lainnya yang tinggal disini, apa kamu sudah makan?"

Anna mengangguk, walau sebenarnya ia hanya memakan sepotong buras yang ia bawa dari kotanya itu pun hanya beberapa dan habis saat siang hari.

Tuan Saga melewati kedua wanita yang sedang bercengkrama itu. "Meri ayo kita istirahat sudah malam, kamu masuklah ke kamarmu dan tidur!" ucap tuan Saga dengan wajah khas nya yang tetap datar dan segera berlalu begitu saja.

"Nah lihatlah, dia sebenarnya baik namun tidak pernah tersenyum setelah Princess meninggal!" jelas nyonya Meri.

Anna mengangguk paham dan memaklumi sikap Tuan Saga. Nyonya Meri menyuruh gadis itu masuk ke kamarnya dan memberikan baju milik princess untuk tidur.

"Kamu mirip sekali dengan putriku!" lirih nyonya Meri, melihat piyama berwana merah muda membalut tubuh Anna.

"Terimakasih Nyonya!"

"Panggil aku Nyonya Meri, dan tuan tadi Guan Saga semua orang memanggil seperti itu kamu bisa dengan nyaman seperti itu!"

Anna mengangguk paham.

Ia kini sendirian membaringkan tubuhnya di atas kasur menatap langit-langit membayangkan apa yang telah ia lewati hingga berakhir di rumah orang lain.

avataravatar
Next chapter