webnovel

JAM TANGAN PENINGGALAN AYAH

Hari kedua!

Anna membuka matanya dan menggeliat di atas kasur yang empuk itu. Ia menyadarkan diri, bangun dan keluar setelah mencuci.

Baru saja ia membuka pintu seseorang berteriak. "Aaaaaaaaaaa!" suaranya sangat menggelegar seisi asrama pasti mendengar nya.

Beberapa gadis berkumpul di susul nyonya Meri dan Tuan Saga. "Ada apa Merlin?" tanya nyonya Meri ia sedikit khawatir.

"Siapa itu dari kamar princess?" tanya nya dengan telunjuk bergetar.

Semua orang juga menatap k arah Anna yang juga kaget mendengar Merlin berteriak.

"Ah Merlin, itu Anna dia akan menempati kamar princess mulai sekarang!"

Tatapan tuan Saga sedikit hangat begitu melihat Anna keluar memakai baju Princess yang membuat gadis itu semakin mirip dengan anaknya.

"Sudah bubar, kalian harus segera beraktivitas sudah pukul 7 sekarang?" jelas nyonya Meri.

Ia kemudian menghampiri gadis yang kini berdiri di depan kamar bekas putrinya itu "Anna, apa tidur mu nyenyak?"

Anna mengangguk, "Kamar yang nyaman, sangat nyenyak!" jawabnya.

Tuan Saga berlalu dan kembali ke meja makan menyeruput kopi yang ia tinggalkan tadi.

"Apa kamu mau sarapan? aku membuat roti dengan selai strawberry!"

Anna mengikuti langkah nyonya Meri. Ia duduk berhadapan dengan Tuan Saga. Karena nyonya Meri yang menempatkan ia di sana.

"Dari mana asal mu?" tanya Tuan Saga, namun matanya fokus pada koran yang ia baca sembari membetulkan kaca mata yang tampak turun dari hidungnya.

"Dunster!" jawab Anna.

Dunster adalah sebuah desa yang terletak di distrik West Somerset, kabupaten Somerset provinsi South West England, Inggris.

"Mengapa kamu bisa tiba di sini? ini sangat jauh!" lanjut Tuan Saga. Pertanyaaan Tuan Saga jelas beralasan, karena gadis yang tampak polos di depannya tampak belum pernah ke ibukota. Sementara jarak menggunakan mobil membutuhkan 3-4 jam sementara kereta membutuhkan 7 jam karena alasan rute.

Inggris merupakan negara terbesar di Britania Raya, berbatasan dengan Skotlandia dan Wales. Inggris sering dianggap sebagai tempat kelahiran Revolusi Industri. Ibukotanya, London, juga merupakan ibukota Britania Raya.

"Aku pergi dari rumah, menaiki sebuah mobil tanpa tujuan dan berakhir di kota ini!"

Tuan Saga mulai melipat koran nya, ia tak menyangka gadis itu akan begitu jujur.

"Bagaimana dengan orangtuamu?"

"Ayahku meninggal satu tahun lalu, kemudian ibuku menikah lagi! Saudara dari Ayah dan ibuku tidak ada yang bertanya sedikitpun tentangku atau menawarkan diri untuk merawat saya, mereka hanya baik beberapa saat ketika ayahku baru saja di kubur!"

"Apakah tidak ada yang mencari mu sampai sekarang?"

Anna menggeleng, "Mereka mengirim sebuah pesan, agar aku hati-hati dan mereka bilang aku sudah usia legal dan bisa mengambil jalanku sendiri untuk bertanggung jawab dengan hidupku."

Tuan Saga menarik nafasnya, nyonya Meri datang memberikan roti yang sudah ia olesi selai strawberry.

"Jadi apa yang akan kamu lakukan?" tanya tuan Saga selanjutnya.

Anna terdiam sejenak ia kemudian berlari sebentar ke kamarnya dan kembali membawa dua jam tangan dengan sebuah kotak klasik. "Aku akan membayar tempat tinggal disini dengan ini, berapa bulan yang akan kamu berikan padaku Tuan?"

Tuan Saga mengambil dua kotak itu dan membukanya, keduanya berisi jam tangan yang cukup bermerek da memiliki harga.

"Dari mana kamu mendapatkan ini?" sorot mata Tuan Saga kian lebih tajam.

"Dibelakang nya ada namaku dan Ayahku, dia memesan ini ketika perjalanan bisnis namun hanya ini kenangan yang tersisa dari ayahku!"

"Baiklah aku akan memberimu 5 bulan tinggal di sini, setelah itu kamu harus membayar seperti anak lainnya!" ucap Tuan Saga, ia berdiri sembari membawa kotak jam tangan itu.

Dengan satu tarikan nafas dan mengeluarkan nya dari mulut membuat Anna sedikit lega karena akhirnya ia bisa tinggal di kota besar ini.

Karena tak memiliki siapapun Anna hanya berbekal keberanian nya saja. Ijasah nya yang hanya tamat sekolah menengah atas membuat nya sedikit kesulitan mencari pekerjaan.

Namun ia tak masalah bekerja di toko pakaian ataupun hanya menjadi pelayan di sebuah restoran. Walau gaji nya hanya cukup untuk makan sehari-hari dan ia menyisihkan nya sebagian walau tak besar, ia bisa bersantai sedikit karena jam tangan peninggalan Ayahnya bisa membuat nya tinggal selama 5 bulan di asrama itu.

Ia tidak pernah berbaur dengan anak-anak lainnya yang tinggal di sana, selesai bekerja ia langsung masuk ke kamarnya! Tidak pernah tersenyum ataupun bertegur sapa. Ia menghabiskan waktunya sendirian.

"Anna?" panggil nyonya Meri.

Ia menoleh sebelum melangkahkan kakinya ke dalam kamar sepulang bekerja. "Ya, Nyonya!" jawabnya.

"Makanlah ini sebelum tidur, kamu selalu berangkat paling pagi dan pulang hampir malam, apakah kamu makan dengan baik?" tanya nya.

"Nyonya terimakasih sudah memperhatikan aku, aku takut merepotkan mu terlalu banyak dan itu membuatku sedikit tidak nyaman!" lirihnya.

"Tidak apa-apa Anna, aku memperlakukan semua orang sama seperti ini!"

Anna mengangguk paham, bahwa wanita paruh baya di depannya memang sangat baik. Ia pun menerima segelas susu dan roti tawar yang di berikan nya. Tidak lupa mengucapkan terima kasih!

"Apa dia sudah pulang?" tanya Tuan Saga pada istrinya.

"Ya, baru saja masuk kamar!"

"Baguslah kalau begitu, kita bisa tidur sekarang!"

"Melihat dia tidak pernah berkumpul dengan gadis lainnya, membuat ku seperti melihat princess yang selalu sendirian, bahkan Anna tidak pernah tersenyum sedikit pun aku tidak berani menanyakan nya mengapa pada gadis itu, ia pasti menahan beban yang berat!"

"Seperti biasa juga, kamu terlalu peduli pada anak gadis orang lain!" jawab Tian Saga sembari berlalu.

Kini nyonya Meri yang menggelengkan kepalanya.

Anna membersihkan diri dan minum susu yang di berikan oleh nyonya Meri. Ia juga membaca buku novel yang ia bawa dari rumahnya sembari menggigit roti tawar.

Sudah hampir larut malam, namun matanya belum juga terpejam ia berniat membuka jendela yang menghadap langsung ke langit Inggris ini yang membentang luas, tidak lupa Kilauan lampu kota yang indah dan ramai.

Ia menarik nafasnya dalam-dalam, air matanya menetes begitu saja sembari duduk di atas ranjangnya menatap lampu kota dari dalam kamarnya itu. Ia merengkuh kedua lututnya dan membenamkan wajahnya di sana.

Banak sekali yang ingin ia katakan, namun tak memiliki siapapun untuk berbagi cerita. Ia berpikir bagaimana bisa orang lain akan mengerti, sementara keluarganya sendiri saja meninggalkan dia.

Dada nya sangat sakit, ia menepuk-nepuk dadanya pelan.

Ia tertidur dengan balutan baju panjang yang melekat di tubuhnya, dengan jendela terbuka menghadap pusat kota. Begitu pagi menyapa, sinar matahari langsung masuk ke kamarnya dan kakinya merasakan kehangatan itu, membuat nya menggeliat dan bangun.

"Ah, aku tertidur semalam! sudah pagi dan waktunya bekerja kembali,"

Begitulah Anna, setiap bangun tidur ia hanya berkata pada dirinya sendiri, memang kriteria dingin sudah melekat pada dirinya di dukung dengan wajah datarnya.