1 The Beginning

Desiran angin malam menerpa paras wajah cantiknya. Menerbangkan helaian rambut hitam pekatnya. Gadis itu masih terpaku di tempatnya, memandang ke atas. Yah, tepat ke arah bintang yang berkilauan dan bertebaran indah di langit malam. Raganya memang di sini, tepat di mana ia berpijak. Namun tidak bisa dipungkiri pikirannya melayang kemana-mana. Potongan memori yang selama ini berusaha ia lupakan datang merasuki pikirannya. Lagi dan lagi.

*****

Matahari berada di ufuk timur, yang secara tidak langsung menegaskan kepada penjuru dunia bahwa mereka harus segera bangun -dari mimpi indahnya-. Diana telah siap untuk memulai harinya. Ia sudah bersiap untuk ke sekolah. Kini ia tengah berada di halte yang letaknya tak jauh dari rumahnya, menunggu bus datang. As usually.

Ia melirik arloji di pergelangan tangannya, kurang lebih sudah dua belas menit yang lalu ia duduk di sana menunggu bus berikutnya datang. Untung hari ini Diana sudah bersiap lebih awal dari biasanya, lebih tepatnya antisipasi terlambat. Tentu Diana tidak sendiri di sana, di halte tersebut juga ada beberapa orang yang sama seperti dirinya, menunggu bus datang.

Diana memang sudah terbiasa dengan hidupnya yang sederhana. Terlebih setelah kedua orangtuanya tiada. Diana kehilangan keduanya pada saat usianya masih dibilang bocah, tepatnya tujuh tahun. Sedangkan dirinya sekarang sudah menginjak kelas sebelas, yang artinya sudah hampir sepuluh tahun lamanya ia kehilangan kedua orang tuanya. Tapi Diana tidak sendiri, karena ia memiliki Satria. Adik kecilnya yang kini berumur dua belas tahun.

Diana mengedarkan pandangannya, berusaha melihat objek yang mungkin bisa menghilangkan rasa bosannya. Hingga tak lama kemudian, bus yang ditunggu-tunggu pun tiba. Ia pun bergegas bangkit dan percaya atau tidak itu adalah hari dimana takdir telah merubah hidupnya.

*****

SMA Harapan. Merupakan salah satu sekolah elite di kawasan Jakarta. Lengkap dengan prestasi juga sensasi. Yah, mirip-mirip kehidupan artis menegah atas. Kini Diana tengah berjalan di koridor menuju kelasnya yang letaknya cukup jauh dari gerbang sekolah. Suasana kelas masih sepi, hanya ada beberapa orang saja. Ia pun meletakkan tasnya di bangku, dan beralih ke luar kelas. Lebih tepatnya ia berniat ke perpustakaan untuk mencari buku referensi untuk tugas mata pelajaran Kimia.

"BRUK!"

Tepat di belokan koridor kelasnya ia tak sengaja menabrak seseorang. Diana sempat merintih kesakitan, sedangkan sosok di hadapannya tampaknya biasa-biasa saja. Seperti tidak terjadi apa-apa. Diana melirik ke arah sosok yang ditabraknya.

"Ma-maaf, nggak sengaja" Matanya menangkap sosok laki-laki dengan tatapan dinginnya yang menusuk hingga ke tulang. Jujur ia sempat ngeri melihatnya.

Sosok yang ditabraknya sendiri tidak menanggapi ucapan Diana barusan, ia hanya terdiam. Tanpa banyak bicara, ia melenggang pergi meninggalkan Diana yang menatapnya dengan kebingungan dari jauh. Batinnya berkata 'sebenarnya apa yang baru saja terjadi' tetapi Diana segera tersadar dari lamunannya dan segera melanjutkan langkahnya menuju tujuan awal, perpustakaan.

*****

Diana menarik napas lega ketika bel istirahat berdering. Jujur saja, kepalanya terasa berat usai pelajaran Fisika tadi. Bahkan rasanya kepalanya seperti ditusuk-tusuk.

Diana sebenarnya siswa yang dapat dikategorikan cerdas di sekolahnya, bahkan ia mendapatkan beasiswa berprestasi. Jadi yang perlu Diana lakukan adalah belajar untuk mempertahankan beasiswa tersebut. Karena Diana sadar bahwa hal tersebut merupakan satu-satunya cara agar ia bisa tetap bersekolah di tengah himpitan ekonomi.

Diana memijat keningnya sesaat, merasakan kepalanya seperti dihantam batu besar. Mungkin ia kelelahan.

"Diana... lo kenapa? Lo sakit?" Tanya Bella melihat Diana yang tampak lesu di sebelahnya.

"Nggak kok... cuma pusing aja. Tapi udah nggak apa-apa kok" Diana tersenyum kecil berusaha tampak biasa-biasa saja di hadapan Bella. Teman sebangkunya.

"Lo serius? Lo belum sarapan ya?" Bella tampak cemas, ia menatap wajah Diana yang sedikit pucat dengan khawatir.

"Udah kok. Aku udah nggak apa-apa kok" Diana mengerjapkan matanya, dan mulai menegakkan duduknya.

"Gue anter ke uks yuk?" Bella yakin sahabatnya itu tidak dalam keadaan baik-baik saja.

"Bella... aku udah nggak apa-apa kok, serius" Diana masih kekeuh. Bella sempat membuang napas. Sahabatnya yang satu ini memang keras kepala.

"Ya udah, kalo gitu gue keluar dulu ya, ada rapat OSIS soalnya. Tapi kalo misal lo sakit, tinggal bilang aja sama yang lain buat nganterin ke uks." Bella memang anggota OSIS, tak heran bila ia sibuk. Diana sendiri sangat bersyukur memiliki sahabat seperti Bella. Selain cantik tentunya, Bella merupakan sahabat yang sangat pengertian dengan kondisi Diana.

Diana mengangguk mengiyakan ucapan Bella, dilihatnya punggung Bella yang mulai menghilang dari pandangannya. Diana masih merasa pusing. Ia pun beranjak dari tempat duduknya. Ia berniat ke toilet sebentar. Diana berjalan pelan di koridor menuju toilet.

Namun tiba-tiba saja Diana merasakan pandangannya mulai berputar-putar hingga ia tidak sengaja menabrak seseorang yang tengah berjalan berlawanan arah darinya.

"Tarrr..." terdengar suara benda jatuh. Diana sangat pusing, hingga ia benar-benar kehilangan fokusnya. Diana terkejut, ia merutuki dirinya sendiri. Lagi-lagi ia menabrak seseorang.

"Ahhhh... handphone gue!" Teriak orang yang ditabraknya. Ia pun mulai menatap sebal ke arah Diana.

"So-sorry aku nggak sengaja" Diana pun berjongkok untuk mengambil handphone yang casing dan baterainya bertebaran dimana-mana. Diana bergetar ketakutan.

Seluruh siswa yang sedang berlalu lalang seketika menatap ke arah Diana. Menyaksikan kejadian apa yang akan terjadi. Diana membenarkan handphone tersebut seperti sebelumnya dan mengulurkannya kembali. Sedangkan gadis di hadapannya seperti enggan menerimanya.

"Lo itu punya mata nggak sih!? Tuh handphone gue rusak kan jadinya. Emang lo bisa ganti hah!?" Diana merundukkan wajahnya. Ini memang salahnya.

"Lo punya mulut nggak!? Gue tanya emang lo bisa ganti?!" Teriak gadis itu tepat dihadapan Diana. Diana bahkan tak berani menatapnya. Seluruh siswa tampak antusias menonton pertengkaran hebat tersebut. Bahkan tidak ada yang berniat memisahkan mereka berdua.

"Ma-maaf. Aku salah dan aku nggak bisa ganti." Diana masih merunduk.

Gadis di hadapannya itu langsung menyambar handphonenya yang telah rusak di tangan Diana dengan kasar. Diana sempat terperanjat.

Tiba-tiba saja gadis itu menarik Diana menuju toilet yang letaknya tak jauh dari sana. Semua siswa yang penasaran pun mengikutinya. Gadis itu mendorong tubuh Diana hingga ia terjatuh. Lalu ia mengambil ember berisi air dan... seketika tubuh Diana diguyur dengan air. Hingga seragamnya kini benar-benar basah. Gadis itu menyeringai puas seraya mendekatkan wajahnya ke wajah Diana yang tampak masih syok dengan apa yang baru saja terjadi.

"Lo denger baik-baik. Gue Sania. Gue bahkan bisa lakuin hal yang lebih dari ini. Lo mestinya hati-hati sama gue"

Diana menegang di tempatnya. Jujur saja ini pertama kalinya diperlakukan seperti ini. Ia benar-benar ketakutan. Gadis bernama Sania itu pun menatapnya sinis.

*****

avataravatar
Next chapter