10 Pekerjaan

Toko tempat Selena bekerja terletak tak jauh dari sekolah. Menggunakan sepeda yang diberikan sang ayah, gadis itu mengayuhnya secara hati-hati. Butuh waktu beberapa menit saja untuknya sampai di toko tersebut.

Selena menaruh sepedanya di samping toko di belakang pintu masuk khusus karyawan. Dikarenakan toko sedang di buka, pintu belakang itu tidak pernah dikunci sama sekali. Alhasil, begitu Selena masuk ke dalam, ia dikejutkan dengan keberadaan seorang pria yang tak lain ialah putra dari pemilik toko.

"Selena..."

"Kak Adam."

Adam, seorang pria dengan wajah biasa saja, namun karena pria itu sangat ekspresif dan sering sekali tersenyum, pria itu nampak bercahaya wajahnya. Meski begitu, hanya segelintir orang terdekatnya saja yang dapat melihat keramahan pria tersebut.

"Kak Adam disini." kata Selena basa-basi. Merasa heran dengan keberadaan laki-laki itu disini. Biasanya, Adam memang jarang sekali datang dikarenakan kesibukan kuliah yang pria itu lakukan belakangan.

Maka tak salah jika Selena bertanya begitu karena ia pun cukup terheran-heran.

Meskipun Selena sudah lama bekerja dengan ibunya Adam. Bisa dibilang gadis itu tidak dekat dengan laki-laki di depan Selena tersebut. Selain karena sifat Selena yang pemalu, baik Adam juga tidak terlalu suka berinteraksi dengan orang asing yang bukan temannya.

"Rina libur bekerja, jadi aku yang menggantinya sementara waktu. Karena kamu sudah datang, aku akan menyerahkannya padamu, Selena."

Itu merupakan kalimat terpanjang yang Selena dengar dari Adam. Selena jadi malu sendiri dan tidak tahu harus menjawab seperti apa. Jadi yang bisa dia lakukan hanya menganggukkan kepalanya saja. Meski dia cukup penasaran dengan alasan Rina yang libur bekerja, Selena hanya bisa menelan sendiri pertanyaannya masuk ke dalam perut.

Adam baru saja meletakkan kardus bekas di sudut ruangan dekat kamar mandi saat kemudian tatapannya terarah pada tangan Selena yang terdapat perban.

"Ada apa dengan tanganmu?"

"Ah... Oh, ini, tidak sengaja jatuh Kak." jawab Selena terkejut. Perban itu nampak setengah basah dikarenakan percikan air yang ibunya tepis tadi. Meskipun tidak cukup membuat perban itu harus diganti saat itu juga, tapi Adam yang memerhatikan perban itu mulai menaikkan alisnya.

Selena ingin cepat-cepat pergi dari sana, namun akan terkesan tak sopan jika dia melakukan itu. Berpapasan dengan Adam dan berbicara akrab seperti ini hanya membuat dia merasa cemas.

Dengan keadaan antara dia dan Adam yang seperti langit dan bumi, ia merasa menjadi orang yang sangat rendah diri jika berdekatan begini. Meskipun Adam yang ia tahu merupakan seorang pria baik hati, bagaimana pun juga, laki-laki itu adalah seseorang yang tidak bisa dia abaikan keberadaannya.

Selena meletakkan sling bagnya di loker tiga pintu khsusus karyawan, dimana loker itu bisa digunakan untuk menaruh barang-barang pribadi. Setelah itu, dia dengan sopan berpamitan pada Adam untuk berjaga di toko.

Adam, di sisi lain ingin menarik Selena mendekat untuk melihat dengan seksama luka di tangannya itu. Namun ia sadar di tengah jalan, kalau mereka tidak dekat sama sekali selama ini. Selena pasti akan menganggap dirinya aneh dikarenakan dia yang tiba-tiba merubah sikap menjadi orang yang peduli.

***

Di salah satu villa di pusat kota. Sebuah hunian minimalis modern tampak apik berdiri tak jauh di pinggir danau buatan. Pohon-pohon besar yang digunakan sebagai atap bagi pejalan kaki berjejer rapi di sepanjang jalan melintasi villa-villa itu.

Salah satu villa itu merupakan tempat tinggal Lucas. Bersama dengan sang ibu dan para maid, remaja tersebut tinggal disana, sudah hampir tiga tahun, sejak terakhir kali dia pindah ke kota tersebut.

"Dimana mama?" tanya Lucas pada pria paruh baya yang bertugas sebagai kepala butler di villa itu.

"Ada dikamarnya Tuan muda." jawab pria itu sopan.

Walaupun dalam usia mereka berbeda, namun pria paruh baya itu sangat menghormati remaja lainnya. Dikarenakan posisi Lucas sebagai putra sulung keluarga Samantha, remaja itu menjadi pangeran kecil di keluarga terhormat tersebut.

Tanpa sepatah kata, Lucas menaiki tangga menuju ke lantai dua. Letak kamarnya bersebelahan dengan kamar milik sang ibu.

Seorang wanita cantik mengenakan gaun tidur tampak duduk di kursi roda. Tatapannya kosong melihat ke luar jendela.

Lucas menghela napas lesu saat ia lihat sang ibu lagi-lagi melamun. Ia tahu apa yang ibunya itu pikirkan saat ini. Sejak dulu sekali, lamunan ibunya itu tak jauh dari pria yang ia cintai. Ayah kandungnya.

Itu lah alasan dibalik sikapnya yang memandang sinis pada suatu hubungan kasih sayang antara lawan jenis. Karena dia sudah melihat dengan mata kepalanya sendiri, betapa rendahnya perasaan cinta yang dimiliki seseorang itu.

Dan ibunya merupakan salah satu dari sekian orang yang tenggelam akan cintanya pada laki-laki yang tidak pantas menerima ketulusannya.

"Mama..." panggil Lucas dengan suara lembut. Laki-laki itu kemudian memeluk ibunya dari belakang. Berhasil membuyarkan lamunan sang ibu.

"Lucas, kamu pulang."

Namanya Renata, wanita berusia tiga puluh tujuh tahun itu merupakan salah satu wanita yang paling berharga bagi Lucas. Dan neneknya yang kini tinggal di kota Surabaya merupakan wanita lainnya yang bisa Lucas terima keberadaannya.

Lucas meninggalkan kecupan sayang di pipi Renata. Ia membungkuk rendah, memegang tangan ibunya penuh perhatian, "Apa mama sudah makan?"

Dan dijawab dengungan lembut dari bibir pucat sang ibu.

"Aku akan pergi besok ke rumah Nathan. Ada kegiatan sekolah yang mengharuskan aku lembur di sekolah, Ma. Tidak apa-apakan kalau aku meninggalkan mama bersama Daniel disini?"

Renata tersenyum. Kadang-kadang, perhatian berlebihan Lucas terhadapnya membuat dia seolah-olah menjadi anak kecil lagi. Yang perlu dijaga dan diawasi dengan ketat. Tapi ia paham dengan kekhawatiran Lucas terhadapnya.

Jadi meskipun ia merasa terbebani, ia tidak bisa menolak sama sekali dengan sikap overprotective sang anak kepadanya.

"Tidak apa-apa Lucas. Mama akan tinggal bersama Daniel selama kamu pergi."

"Itu bagus," Lucas menjawab dengan senang. Remaja itu kemudian berlutut di depan ibunya, dengan penuh perhatian dia memijat kaki sang ibu yang lumpuh.

"Bagaimana dengan sekolahmu hari ini? Apakah semuanya lancar?" Renata menyandarkan tubuhnya saat dia merasa nyaman dengan pijatan Lucas di kakinya. Padahal, sudah jelas kedua kakinya yang lumpuh tidak dapat merasakan apapun lagi, namun wanita cantik itu bersikap seolah-olah kakinya tampak normal.

Menanggapi pertanyaan dari ibunya, Lucas menaikkan alisnya. Dia kemudian teringat dengan kejadian tadi pagi. Gadis itu benar-benar berani menendang kakinya.

"Semuanya baik-baik saja di sekolah." Jawab Lucas berbohong. Dia tidak menceritakan tentang kejadian memalukan itu kepada sang ibu. Karena baginya, kejadian itu sangat memalukan.

"Belajarlah dengan rajin selama di sekolah. Jangan tawuran lagi seperti dulu." Kata Renata menasehati anaknya.

"Itu kan di masa lalu, Bu. Sekarang aku tidak berani membuat masalah. Paman akan menendangku dari sekolah jika aku membuatnya sakit kepala." Ujar Lucas dengan wajah cemberut. Dia teringat dengan pesan pamannya yang melarang dia menimbulkan masalah.

Kalau bukan dikarenakan posisinya yang menjadi ketua OSIS, dia mungkin akan kembali menjadi murid berandalan bersama dengan teman-teman lamanya.

Tapi sekarang itu tidak mungkin.

avataravatar
Next chapter