18 Memilih Klub

Lucas berada di ruangan OSIS saat ketukan pintu dari luar terdengar. Tanpa mengangkat kepalanya pria itu bicara, "Masuk."

Selena melongok kan kepalanya, mengintip ke dalam ruangan dan mendapati seorang remaja yang sudah dia kenal duduk di sana.

Dengan langkah gugup dan keringat dingin mengalir di punggung, gadis itu berdiri di hadapan Lucas. Meskipun ia menebak jika pria itu sudah tahu kedatangannya, sepertinya seniornya itu belum juga mau berbicara padanya. Ia tidak tahu mengapa dirinya disuruh datang ke ruangan ini oleh pria di depannya tersebut.

Ketika teman sekelasnya memberitahu dia tentang Lucas yang memanggil, ia mendapatkan tatapan sinis dan bisikan bernada tak enak dari para gadis di dalam kelas.

Ia jadi tak enak hati. Dipanggil oleh Lucas yang memiliki banyak penggemar dari lingkungan sekolah bukan sesuatu yang ingin dia alami. Namun entah bagaimana ceritanya, pria ini malah dapat mengingatnya meskipun kejadian itu sudah berlalu satu minggu yang lalu.

"Kak Lucas, anda memanggil saya?" tanya Selena dengan nada formal. Bagaimanapun juga pria ini bukan orang yang bisa dia ajak bercanda kan?

Jadi selain dia tidak memiliki pilihan untuk bersikap secara sopan dan formal, ia tak mungkin bicara secara acak tanpa tahu etika, jika tidak ingin mendapatkan masalah di kemudian hari.

Lucas mendongak, bolpoin yang tadi dia genggam diletakkan di atas meja. "Kenapa kamu menolak surat rekrutmen menjadi bagian dari anggota OSIS?" tanya pria itu langsung ke intinya.

Selena tertegun. Tak mungkin kan laki-laki dingin ini memanggilnya hanya untuk alasan konyol ini?

Tapi sepertinya pria itu serius, menilik dari ekspresinya yang datar tanpa senyuman itu.

"Saya..." Apa dia harus bicara jujur, kalau alasan dia menolak adalah karena tidak mau repot dengan tetek bengek kegiatan selama bergabung menjadi OSIS. Kira-kira, saat dia berkata jujur, pria ini tak akan mungkin membunuhnya di tempat kan?

Menyadari pikiran konyolnya baru saja, Selena menggelengkan kepalanya keras, "Saya sudah ikut klub PMR kak." jawabnya terdengar logis.

Lucas menaikkan alisnya, mencari kebohongan dari wajah mungil gadis di depannya tersebut. "Kenapa?"

"Ya?" Apa maksudnya kenapa? Bukankah tadi dia sudah bicara dengan jelas.

"Lalu kenapa memangnya kalau kamu ikut klub PMR juga?"

Tidak ada alasan. batin Selena bingung.

Bukankah setiap murid memiliki hak pilihnya sendiri untuk ikut kegiatan klub yang mereka ingin tuju. Dan dia juga memiliki alasannya tersendiri karena memilih ikut klub PMR saja.

Dia tidak memiliki cukup waktu untuk hal itu. Bersekolah sambil bekerja di hari-hari yang lalu saja sudah banyak menguras waktu serta tenaganya. Apalagi di tambah dengan kegiatan baru ini. Yang ada, akan habis dirinya karena kelelahan dengan banyak kegiatan.

Namun orang lain tak perlu tahu akan hal itu bukan?

"Saya tidak memiliki waktu luang untuk ikut kegiatan lainnya." Pada akhirnya Selena menjawab dengan setengah jujur.

Lucas tak suka dengan jawaban itu, dilihat dari raut wajahnya yang mengeras. Baru kali ini ada murid yang menolak surat rekrutmen yang jelas datang atas rekomendasi dirinya secara pribadi.

Bukan tanpa alasan Lucas secara pribadi ingin menarik Selena untuk menjadi bagian dari anggota OSIS. Selain dikarenakan sang paman mengungkit gadis ini dengan sebutan gadis pintar dan calon kandidat untuk mendapatkan beasiswa tahun ini. Tulisan tangan gadis ini lah yang membuat Lucas pada akhirnya tertarik juga.

Selena memiliki tulisan tangan yang sangat indah. Selama dia bersekolah, mungkin itu adalah tulisan tangan yang pernah membuatnya terpesona selama tinggal di kota ini.

Dia sudah memikirkan posisi apa kiranya yang berguna untuk gadis berbakat ini. Tapi sesuatu yang tidak bisa dia sangka akan terjadi di dalam hidupnya, benar-benar menjadi kenyataan setelah dia bertemu gadis ini juga. Sebuah penolakan.

"Dalam satu minggu kegiatan ekstrakurikuler, kamu hanya mengikuti satu kegiatan saja. Tidakkah kamu pikir bergabung dengan OSIS merupakan sebuah kehormatan?"

Selena menghela napas. Jika itu murid lain, pasti akan sangat tertarik menjadi bagian dari OSIS. Apalagi dengan kenyataan bisa bertemu Lucas setiap hari. Namun sayangnya, yang Lucas ajak adalah Selena. Seorang gadis yang tidak suka berbaur dengan orang asing dan tidak mau hidupnya di buat repot.

"Maaf, saya tetap menolak kak Lucas. Saya memiliki alasan yang tidak memungkinkan saya dapat aktif di kegiatan OSIS."

Mendapat penolakan dua kali, membuat Lucas pada akhirnya tidak bisa menahan kesabarannya. Bersabar dengan seorang perempuan saja sudah melewati batas normalnya. Jika dia tidak merasa jengkel dan marah, maka bukan Lucas namanya.

"Keluar!"

Satu ucapan dingin itu membuat Selena menggigil. Gadis itu menggigit bibirnya tak nyaman. Meski begitu ia tidak punya pilihan selain pamit undur diri dari sana dengan sopan. "Maafkan saya."

Setelah Selena menghilang dari ruangan itu, Lucas yang tadi marah mulai mengerutkan alisnya kebingungan.

Ini adalah pertama kalinya, dia kehilangan kendali hanya karena seorang perempuan. Dan itu merupakan sesuatu yang sangat dia benci.

"Paman terlalu memandang tinggi gadis itu." batin Lucas menarik mulutnya penuh penghinaan.

Jika bukan karena pujian berlebihan dari pamannya sendiri, yang notabene kepala sekolah ini, Lucas tak akan memikirkan kemungkinan dia merekrut secara pribadi seseorang yang tidak cukup dia kenal.

Namun ia kalah dengan bujuk rayu pamannya itu. Hanya karena gadis itu pintar dan memiliki tulisan tangan yang indah, dia kehilangan penilaiannya sendiri dalam menilai seseorang.

***

Don't forget support for this novel. Please vote, review and comment if you like this story. Thank you, guys.

avataravatar
Next chapter