1 Keegoisan

Tahun 2010, bulan Maret.

Di ruang sidang pengadilan Jember.

Hakim sudah mengetuk palu, dan Rayhan diputuskan di pidana penjara satu setengah tahun karena terbukti sebagai salah satu pelaku perambahan hutan (ilegal logging) yang beraksi di Taman Nasional Meru Betiri (TNMB) Jember, meski tidak secara komersial.

Karena kasusnya yang tergolong ringan, dengan kayu yang di ambil Rayhan saat kena tangkap tangan oleh Polisi Khusus Kehutanan (Polsushut) hanya sedikit, laki-laki dewasa itu pun dihukum penjara di lapas Jember.

Pada saat rekontruksi adegan selama di Tempat Kejadian Perkara (TKP), Rayhan dinyatakan tidak termasuk bagian dalam penebangan hutan liar oleh pihak-pihak bermasalah yang Polisi Khusus Kehutanan incar selama ini.

Hukuman itu bisa dibilang tidak berat sama sekali dibandingkan dengan yang lainnya, yang rata-rata lebih dari 5 tahun penjara dan denda beberapa juta atau miliaran.

Selama persidangan berlangsung, Rayhan tidak sekalipun terlihat mengangkat kepalanya. Dia tidak berani dan terlalu malu untuk melihat ke arah Lyana saat ini.

Dalam benaknya Rayhan dipenuhi rasa menyesal dan tertekan yang tidak ada habisnya.

Untuk kesalahan yang dia dengan terpaksa melakukannya, Rayhan tidak pernah menyangka sama sekali, bahwa pada akhirnya dia akan tertangkap juga.

Saat dia disudutkan pada kebutuhan memberi makan keluarganya, dia dengan nekat ikut tetangganya mencuri kayu untuk kemudian dia jual.

Dalam satu tahun Rayhan ikut tetangganya tersebut, mengambil kayu sonokeling dan kayu jati di hutan, Rayhan mendapatkan upah yang lumayan di bandingkan dengan pekerjaan serabutan sebagai tukang selama ini yang sudah ditekuninya bertahun-tahun.

Bisa dibilang itu 7 kali selama satu tahun Rayhan pergi ke hutan. Dan biasanya dia hanya turun gunung dengan 2 atau 3 batang kayu yang berat di panggulnya di atas bahu.

Bersama tetangganya, kayu itu akan langsung dia jual ke toko bangunan satu-satunya yang ada di desa.

Selama ini mereka juga menebang tidak dengan liar, hanya beberapa kayu sesuai kebutuhan saja.

Namun manusia serakah lainnya terbutakan dengan banyaknya uang melimpah, dan membuat resah orang lain dengan melakukan penebangan hutan secara ilegal, sampai menarik kaki orang-orang kecil sepertinya, ditarik ke kubangan lumpur bersama-sama padahal yang mereka dapatkan jauh sekali perbedaannya.

Percuma saja kali ini, nasi sudah menjadi bubur.

Bahkan jika Rayhan mengelak tuduhan yang menuduhnya sebagai salah satu penebang liar itu, tidak akan membebaskannya pada fakta bahwa dia juga ikut andil, mengambil kayu di tanah yang sudah menjadi hak milik pemerintah.

Rayhan mendesah frustasi dan wajahnya yang lesu seperti sudah menua sepuluh tahun.

Di tengah kursi di dalam ruang pengadilan, Lyana duduk tegak dengan wajah yang dingin.

Wanita cantik itu terus menerus melihat ke arah Rayhan dengan tatapan campur aduk.

Hatinya dipenuhi rasa amarah, kekesalan dan keputusasaan. Tangannya terkepal erat di atas lutut. Dan dia langsung pergi dari ruangan itu setelah hakim mengetuk palu, yang menandakan sidang selesai dilakukan.

Lyana sedang menunggu Rayhan, di ujung lorong di pintu keluar yang berbeda, Rayhan dengan tangan diborgol dan digiring oleh polisi berjalan melewatinya.

"Tunggu sebentar..." itu adalah Rayhan yang memohon pada Polisi di sampingnya untuk diijinkan berbicara sebentar pada istrinya.

Lyana tidak bergerak di tempatnya berdiri. Dia menunggu seorang pria yang menjadi suaminya mendekat.

Untuk beberapa alasan yang muncul ke permukaan, Lyana menatap dingin pada bahu lunglai sang suami yang tampak menyedihkan. Akan selalu seperti itu, laki-laki ini, yang tidak pernah masuk ke dalam matanya, bertingkah munafik seakan dirinya adalah korban padahal yang sebenarnya merupakan penjahat egois, mengurung dirinya dalam sangkar sebuah kepatuhan dan tunduknya seorang istri.

Rayhan meneguk ludah susah payah, kepalanya tetap menunduk dengan sangat malu, dihadapan sang istri, pria itu tak berani bermacam-macam, meski dia tampak lemah, namun tekadnya untuk mempertahankan sesuatu yang menurutnya berharga bisa di bilang sudah termasuk ke dalam obsesi yang membutakan. Pria itu berkata dengan suara bergetar dan kepala terus merunduk, "Lya... A-aku minta maaf. Karena aku, kamu harus menanggung beban berat di masa depan. A-aku hanya ingin bilang ... tolong jaga anak-anak. Emm... Kumohon ... Tunggu ..." Suaranya tersendat dan lirih, ".... Tunggu aku kembali." Cicitnya dengan lemah penuh keraguan.

Anggap saja dia pria egois dan pengecut. Karena memang seperti itulah dia selama ini. Ia mengerti apa yang sebenarnya diinginkan Lyana selama ini, tapi dia dengan egoisnya tidak pernah memberikan itu pada istrinya.

Kebebasan. Bebas dari jerat kemiskinan, serta bebas dari hidup bersama pecundang sepertinya.

Istrinya sangat ingin bebas dan menikmati hidup dengan dirinya sendiri, Rayhan tahu itu dari dulu, tapi karena cintanya yang sangat besar pada wanita tersebut, pria itu tidak mau memberikannya.

Dengan egois Rayhan lebih memilih menanggung kebencian yang Lyana arahkan kepadanya daripada ia harus melihat orang yang dia sukai pergi dengan pria lain.

Lyana mengangkat tangannya, dan suara tamparan yang keras didapati Rayhan kemudian.

Plakk!

Wajah pria itu langsung terlempar ke samping, pipinya terasa panas dan sakit tapi Rayhan menerimanya tanpa banyak keluhan. Bagaimana pun ia pantas menerimanya.

Walaupun mereka sekarang jadi tontonan menarik, baik Lyana maupun Rayhan memilih mengabaikan dan lebih berfokus pada masalah mereka yang tidak kunjung berakhir. Sepertinya, sejak dulu pun masalah ini tak pernah berakhir.

"Kamu tetap tidak mau melepaskan aku ya!" Lyana dengan dingin dan marah berkata pada Rayhan. Ia kira ini adalah waktunya, waktu bagi dia bisa bebas melakukan apapun yang dia inginkan. Tapi lagi-lagi, takdir memperlakukannya dengan buruk hingga terus menerus membuat dia tak bisa lepas dari pria egois di depannya ini.

"Maaf ... Aku tidak bisa melepaskanmu." kata Rayhan untuk yang terakhir kali. Kepala pria itu merunduk rendah, seakan ia tidak memiliki keberanian untuk melihat pada sang istri yang sudah dia nikahi lama, namun tidak pernah mencintai dirinya.

Lyana pergi dengan wajah mengeras marah dari tempat persidangan. Dan Rayhan menatap kepergian wanita yang dia cintai dengan wajah penuh penyesalan.

Cinta yang bertepuk sebelah tangan itu, meninggalkan sayatan perih di hati keduanya.

Rayhan memejamkan matanya untuk menutupi kesakitan yang kembali muncul ke permukaan. Ia mencoba, setidaknya bisa mengenyahkan tatapan Lyana yang seperti orang tanpa harapan baru saja.

Kamu egois.

Dari dulu, kamu sangat egois, Rayhan.

Kata-kata Lyana terus berdengung di telinga pria dewasa itu, rasa sakit dan rasa bersalah menyayat hatinya sampai dia berharap bahwa hatinya lebih baik mati saja.

Sebulir air mata jatuh dari pipi pria dewasa tersebut, dengan punggung yang terlihat lemah dan kurus, Rayhan dibawa pergi oleh Polisi ke ruang tahanan.

Pada malam-malam yang Rayhan rasakan selama dia berada di dalam penjara. Perasaan yang membuat sesak itu akan terus menemani kesepiannya. Akan terus ada di setiap perjalanan hidupnya.

***

Mulai dari bab 36, sudah di kunci ya. Sebagai refrensi dari menghemat koin yang kalian keluarkan, aku akan usahain buat kasih spoiler perbab di instagram guys. Di akun ini @angelagardenia08

Jangan lupa vote, komen dan reviewnya kalau kalian menganggap cerita ini menarik. Dukungan kalian sangat membantu memotivasi penulis ini.

Terima kasih banyak.

avataravatar
Next chapter