2 Ayah, Di Penjara?

Selena duduk dengan sangat gelisah bersama dengan adik bungsu laki-lakinya; Gibran, di teras rumah. Dia sudah berada di sana sedari tadi menunggu kepulangan ibunya yang tadi pagi pergi ke kota bersama dengan Andre.

Gibran, seorang bayi laki-laki yang masih berusia dua tahun, dengan sangat patuh duduk di pangkuan Selena, mata bulat nan jernih bayi menggemaskan itu menatap penasaran pada kakak perempuannya tersebut.

Selena yang matanya sedikit sembab karena menangis semalaman, menunduk, mencium dahi Gibran penuh kasih sayang.

Dagunya dia letakkan di atas kepala kecil Gibran yang polos. Selena sangat cemas memikirkan keadaan keluarganya yang kini di timpa musibah besar.

Seandainya saja dia bisa membantu. Pastilah Selena bersedia memberikan apapun agar supaya keluarganya terlihat terus bahagia, tanpa keresahan seperti ini. Namun Selena menyadari kelemahannya sekarang.

Lagi pula apa yang bisa di perbuat oleh seorang siswa sepertinya yang baru saja lulus dari sekolah menengah pertama?

Tak ada.

Tak ada yang bisa Selena perbuat, selain hanya mendoakan keluarganya agar senantiasa baik-baik saja.

Saat ayahnya berpamitan pergi ke hutan seperti biasanya untuk bekerja, ayahnya itu tak seperti biasanya yang tiba-tiba saja pulang terlambat. Tak sampai salah satu tetangga mengabari berita buruk itu, barulah Selena tahu bahwa ayahnya di giring polisi ke tahanan di pusat kota.

Saat itu, Selena, Marco beserta ibunya sedang berada di ladang. Tetangganya yang juga menjadi korban, datang memberitahu berita buruk dan mendadak itu pada ibunya; Lyana Anastasya.

Tetangganya itu memberitahu bahwa sang ayah sudah di giring ke kantor polisi. Baik Selena maupun sang ibu tidak bisa menyembunyikan kekhawatiran dan kecemasan terkait berita buruk tersebut. Tanpa dukungan seorang pun, Lyana harus menghadapi masalah suaminya yang terjerat kasus sendirian.

Selain Rayhan yang masih memiliki empati serta kemauan untuk meminta bantuan pada teman-temannya, maka Lyana adalah kebalikannya. Wanita dewasa itu tidak memiliki banyak teman yang dapat dengan mudah membantu kesusahannya. Jika tidak, bagaimana mungkin sosok Lyana yang sangat cantik dan halus, harus bersusah payah bekerja di bawah terik matahari?

Selain sahabat yang Lyana miliki satu-satunya, wanita itu tidak punya siapapun untuk bisa di andalkan. Alhasil, begitu berita penangkapan Rayhan tersebar ke seluruh orang yang ada di desa tersebut, Lyana dengan terpaksa meminta bantuan pada sahabatnya, Maya, ibu Andre.

Sialnya saat itu, Maya dan sang suami tidak berada di rumah. Hanya ada Andre dan Dina yang sudah Lyana kenal tinggal bersama pembantunya di rumah itu. Setelah mendapatkan ijin dari Maya, Andre bersedia mengantar ibu Selena ke kantor pengadilan yang berada di kota.

Suara sepeda motor yang dimatikan membuat Selena tersentak bangun dari lamunan. Dengan Gibran dalam gendongannya, Selena pun beranjak berdiri.

Lyana baru saja datang dari pusat kota, di mana sidang suaminya selesai dilakukan. Begitu dia masuk ke dalam rumah, Lyana mengabaikan Selena yang mematung di depan pintu.

"Mama...."

Selena melihat Ibunya yang tampak dalam kondisi tidak baik-baik saja, dia menyadari bahwa masalahnya menjadi lebih buruk kali ini.

Apa yang terjadi? batinnya sedih.

Dia jarang sekali melihat sang Ibu memasang wajah putus asa seperti itu. Tidak peduli betapa melaratnya hidup yang mereka jalani, ibunya itu tak akan pernah mau menundukkan kepala begitu saja, tidak akan pernah memasang raut putus asa seperti saat ini.

Bagi Selena, sosok Lyana yang tangguh adalah apa yang selalu dia lihat dan terukir dalam di pikirannya. Sampai akhirnya... Sosok yang ia anggap tangguh itu, mulai memperlihatkan kelemahan diri di hadapannya. Selena mulai merasakan takut yang belum pernah ada sebelumnya.

Tapi mungkin itu hanyalah instingnya saja yang berpikir bencana akan datang di rumah mereka. Dan dia berharap, instingnya yang tajam, akan salah kali ini.

Andre baru saja ingin pergi saat suara panik Selena terdengar kemudian, menghentikan dia melajukan motornya.

Remaja tanggung yang lebih tua satu tahun dari Selena itu masih tetap duduk di atas motornya. Remaja itu pun melirik Selena yang dengan terburu-buru menghampiri dia.

"Apa?" tanya Andre dengan raut muka tak acuh dan suara ketus yang familiar bagi Selena.

Namun Selena tidak menganggap sikap Andre yang demikian bukanlah hal aneh. Ia pun bertanya dengan gugup dan sedikit memeluk erat Gibran dalam pelukannya, "Bagaimana ... hasilnya?"

Andre menaikkan alisnya, menunggui Selena menyelesaikan ucapannya dengan tatapan matanya yang tajam namun lembut untuk gadis itu.

"Ayah... Bagaimana dia, Andre?" tanya Selena lagi dengan gagap tapi Andre bisa memahaminya.

"Di nyatakan bersalah dan di kurung satu setengah tahun penjara." Andre membalas dengan lugas dan tidak menutupi apapun dari Selena

Bagaimanapun juga, gadis ini berhak tahu mengenai keadaan ayahnya.

Selena terhenyak, dia tanpa sadar mengerutkan alis, bibirnya bergetar saat gadis itu bertanya lagi, mencoba memastikan kembali, "Ayah ... di penjara?"

Andre tidak menjawab, dia hanya memandang Selena lekat yang kini wajahnya sudah sangat sedih, sudut mata gadis cantik itu memerah dan di penuhi air mata. Siap menumpahkan tangis.

Tapi dengan keras kepala Selena tidak membiarkan air matanya jatuh. Menangis di depan Andre sama saja menunjukkan kelemahannya pada pria ini. Selena tidak mau itu. Di cap sebagai gadis lemah oleh pria ini lagi.

"Kalau kamu ingin menangis. Menangis saja, aku tidak akan menertawakan dirimu." Andre berkata dengan suara lembutnya. Dia mengulurkan tangan, ingin meraih wajah Selena, namun gadis itu - seperti biasa -  melangkah mundur, menghindari jangkauan tangan Andre.

Tangan Andre hanya bisa meraih udara kosong dan matanya yang lembut pun menghilang, digantikan dengan raut dingin yang menyeramkan.

Selena tidak melihat perubahan ekspresi mendadak itu dari wajah Andre.

Sebelum gadis itu kembali masuk ke dalam rumah, dia dengan tulus mengucapkan banyak terima kasih pada pemuda di depannya.

"Andre, terima kasih banyak. Aku akan masuk ke dalam rumah lebih dulu."

Dari awal Selena tidak berniat menawarkan Andre untuk tinggal.

Selama ini, meski Andre adalah orang yang selalu membantunya, mendengar apa yang di katakan Novi padanya waktu itu. Selena lebih merasa takut pada Andre sekarang, dari pada merasa terkesan pada semua tindakan kebaikan dari pria itu.

'Selena, Andre tidak benar-benar tulus melindungimu. Kamu harus melihat wajah pria itu yang sebenarnya.'

Andre tidak langsung pergi dari sana, dia menunggu sebentar di depan rumah Selena. Saat dia melihat Selena sudah masuk ke dalam rumah, dia menyalakan motornya lalu pergi dari sana.

Hanya angin yang tahu, apa yang baru saja dia katakan pada dirinya sendiri.

***

Don't forget support for this novel. Please vote, review and comment if you like this story. Thank you, guys.

avataravatar
Next chapter