23 Apakah Disengaja?

Di dalam kelas 11-A, Lucas duduk di kursinya yang berada di pinggir jendela bersama dengan Daniel, sepupunya.

Sudah sedari tadi pemuda tampan itu seperti sedang melamun. Dan Daniel yang melihat, jadi ikut menatap linglung.

"Kamu tidak sedang sakit kan, Lucas?"

Tidak mendapat sahutan, Daniel dengan gemas menusuk pinggang Lucas. Barulah saat Lucas mulai menatap kesal padanya, Daniel mulai menjauhkan tangannya dari pinggang pemuda itu sambil menyeringai nakal.

"Aku memikirkan seseorang." Ucap Lucas yang masih bisa di dengar oleh Daniel.

"Tumben sekali memikirkan tante Renata di sekolah."

"Bukan mama." kata Lucas sambil menyepak kaki Daniel keras, jengkel.

"Tidak perlu sampai menendang kan bisa?!" tukas Daniel melotot marah.

Lucas mengabaikan sepupunya itu dengan memalingkan muka. Tidak berniat melanjutkan bicara. Merasa muak dengan Daniel yang kadang-kadang bodohnya luar biasa.

"Oh, ayolah. Jangan ngambek begitu. Aku penasaran kalau kamu tidak memberitahuku, Lucas."

"Seperti aku peduli saja." ujarnya tak acuh.

Sebagai sepupu dan sahabatnya sekaligus, Daniel sangat tahu dengan sifat Lucas yang menyebalkan satu ini. Pemuda yang di cap dingin itu tak lain - dimata Daniel - merupakan seseorang bertubuh besar yang suka merajuk. Jika Lucas sudah seperti itu, Daniel memiliki sikapnya sendiri untuk membuat lunak pemuda tampan tersebut.

"Aku berjanji akan membelikanmu keyboard gaming, Cooler Master Quickfire Pro. Dengan syarat beritahu aku apa yang kamu sedang pikirkan sekarang. Bagaimana?" ujar Daniel dengan alis dinaik turunkan.

Lucas menyeringai, "Dengan Cherry MX Blue?"

"Deal."

Begitulah kesepakatan diantara kedua saudara itu berhasil di lakukan. Lucas kembali menceritakan kebingungannya saat dia bertemu dengan adik kelasnya waktu itu. Pria itu menceritakan pertemuannya yang absurd bersama Selena, yang mana setelah kejadian itu, wajah gadis itu tidak bisa dia lupakan.

Insiden memalukan di lapangan upacara bersama gadis itu merupakan hal terkonyol yang pernah Lucas alami. Itu sebabnya, saat dia dibuat keheranan dengan tingkah laku aneh dirinya yang masih mengingat gadis itu beberapa saat terakhir, membuat dia tidak bisa berdiam diri saja. Pasti ada yang aneh dengan dirinya setelah kejadian tendangan tak sengaja tersebut.

"Kamu tahu kan dengan gadis yang membuat masalah dengan ku di saat MOS?"

Setidaknya, insiden memalukan itu sudah diketahui banyak orang. Jadi pasti Daniel sudah tahu dengan kejadian tersebut.

"Selena?"

Lucas mengangguk, "Iya, gadis itu."

"Aku pernah melihatnya di gang perumahan Dio." ucap Daniel kemudian.

"Benarkah?" tanya Lucas tak percaya.

Daniel mengangguk, "Aku mengantar Dio pulang setelah kami selesai main futsal. Gadis itu datang berlawanan arah dariku menggunakan sepeda bututnya."

Lucas menyaring kata sepeda butut itu dan fokus pada imajinasinya yang memvisualisasikan pertemuan Daniel dan juga Selena.

"Apakah mungkin rumahnya di sana?" gumam Lucas tanpa sadar. Dio merupakan salah satu temannya. Dan dia juga pernah datang ke rumah temannya itu dulu.

Daniel menenggak kaleng cola di tangannya, lalu kembali menatap Lucas, "Aku masih belum percaya kalau kamu mengingat seorang gadis sampai saat ini."

"Apa menurutmu insiden terkilir waktu itu disengaja?" tanya Lucas tak nyambung. Ia juga merasa heran dengan otaknya yang dapat mengingat Selena hingga saat ini. Meskipun waktu itu dia sedikit merasa jijik, nyatanya ia masih bisa bertahan berdekatan lama dengan perempuan tersebut. Yang mana cukup mengherankan buatnya.

Daniel melihat ke arah Lucas dengan pandangan seolah-olah sepupunya itu sedang kesurupan, "Untuk apa juga gadis itu berpura-pura terkilir jika tampangmu saja tidak ada baik-baiknya sama sekali."

Bahkan walaupun saat itu dia tidak bisa melihat secara langsung adegan jatuh tersebut, dia masih bisa menebak raut mengerikan seperti apa yang Lucas ini tampilkan jika sedang mengawasi juniornya yang berjenis kelamin perempuan.

Ekspresi menyeramkannya saja dapat dengan mudah menakut-nakuti kucing sampai kencing.

"Kamu mau mati!"

***

Selena bersama dengan ketua kelas yang bernama Fendy sedang berada di ruang guru. Ketua kelasnya itu meminta dia untuk membantunya pergi ke ruang akademik mengambil label nama untuk dibagikan kepada setiap siswa.

"Kamu pegang ini, biar aku yang bawa kardusnya." ucap laki-laki itu ramah pada Selena.

Selena mengambil kertas putih yang berisi nama-nama teman sekelasnya. "Apa yang harus aku lakukan dengan ini?"

"Kamu tinggal mengabsen nama teman sekelas, biarkan mereka maju mengambil label nama masing-masing. Aku yang akan menyerahkannya nanti."

Selena mengangguk. Setuju. Wakil ketua kelas yang biasa bertugas hari ini tidak masuk sekolah, alhasil saat ketua kelasnya mengajak anggota kelas lainnya - seperti sekretaris kelas - gadis bernama Devi itu tidak mau. Karena guru sedang memberikan sekretaris kelas tugas, jadi Selena lah yang bersedia untuk membantu.

Dalam perjalanan menuju ke lantai atas, Selena tidak sengaja melihat kehadiran Lucas bersama Daniel di luar kelas. Kedua kakak seniornya itu sedang duduk di sana bersama dengan para pria lainnya yang Selena tidak ketahui namanya.

Daniel mengawasi Lucas yang bergeming disisinya meski baru saja seorang gadis yang tadi mereka bicarakan lewat di depan mereka.

Karena Lucas tidak bermaksud untuk menyapa adik kelasnya, dia pun bertindak acuh tak acuh ketika Selena dan Fendy menyapa sopan pada mereka.

"Bukannya gadis itu yang membuat masalah denganmu?"

Daniel memberikan tatapan memperingatkan pada temannya itu untuk tidak melanjutkan. Namun sayangnya, seakan tidak melihat raut wajah Daniel, pria itu tetap menunggu jawaban Lucas.

Selena yang tidak jauh dari kakak kelasnya itu hanya mendorong langkah kakinya semakin di percepat. Untuk kemudian diingatkan secara jelas mengenai insiden tersebut di depan dirinya sendiri, ia sangat malu untuk mengingat kejadian tersebut bersama dengan seniornya. Meskipun insiden itu sudah lama terjadi, ia tidak menyangka akan ada orang yang masih mengungkitnya.

"Entahlah. Tidak usah dibahas, aku tidak mau memikirkannya lagi."

Dengan jawaban ketidakpedulian dari Lucas, yang dapat Selena dengar, gadis itu langsung menepis pikirannya yang berpikir bahwa Lucas, setidaknya mengingat dirinya.

"Selena, perhatikan langkahmu." Fendy mengingatkan dengan suara tekejut sambil meraih siku Selena yang baru saja oleng. Untungnya gadis itu tidak jatuh. Kalau tidak benar-benar memalukan jika jatuh di sana kan.

Selena mengutuk pikirannya sendiri yang melamun dan memikirkan Lucas di saat seperti ini, "Terima kasih."

"Ayo, kamu jalan dulu di depan." ucap ketua kelas sambil menyuruh Selena berjalan di depannya.

***

Don't forget support for this novel. Please vote, review and comment if you like this story. Thank you, guys.

avataravatar
Next chapter