26 Akhir Pekan

Selena merasa malu datang ke tempat mewah dan terlalu terang seperti ini. Seakan-akan dia diingatkan bahwa dunia gemerlap ini tidak ada hubungannya sama sekali dengannya. Kontras antara beberapa orang yang dia lihat di sekitar, jika dibandingkan dengan penampilannya, itu hanya seperti keberadaannya menodai keindahan tempat tersebut.

Memang, selain dirinya sendiri yang berpenampilan sederhana, para pengunjung yang dia lihat memiliki penampilan glamor dan juga wangi.

"Pesan apa saja yang kamu mau, Selena. Dan berhenti melamun, cobalah menikmatinya, meskipun aku tahu tempat ramai seperti ini membuatmu tidak nyaman."

Selena mengangkat kepalanya yang sejak tadi menunduk, "Kamu sudah tahu aku tidak suka tempat seperti ini, tapi masih saja mengajakku kemari?" tanyanya tak habis pikir. Kebiasaan Andre yang satu ini benar-benar membuatnya memiliki ilusi jika pihak lain sedang mengerjai dirinya. Dia tidak suka tempat ramai dan dikelilingi banyak orang, Andre tahu itu, tapi bukannya menghindari tempat-tempat yang tidak dia sukai saat mengajaknya berjalan-jalan keluar, pria ini malah melakukan hal yang sebaliknya.

Andre mengangkat tangannya, memanggil seorang pelayan, "Apa yang aku lakukan demi kebaikanmu juga, Selena. Kalau kamu tidak membiasakan diri dengan lingkungan ramai seperti ini, kamu pikir, tinggal di tempat sepi dan jarang berinteraksi dengan orang lain merupakan tindakan yang tepat?"

Meskipun apa yang Andre katakan merupakan kebenaran, namun Selena tidak mau mengakuinya secara jelas. Setiap orang membutuhkan saling berinteraksi satu sama lain karena komunikasi merupakan hal terpenting yang setiap manusia butuhkan untuk memahami sesamanya.

Selena diam tidak dapat membantah. Kedatangan seorang pelayan di tempat duduknya membantu mencairkan ketegangan diantara mereka baru saja. Saat pelayan bertanya tentang pesanannya, Selena hanya menjawab singkat. "Air putih."

Jawaban ini terbukti memancing kemarahan Andre di depannya. Laki-laki itu memiliki ekspresi marah yang tidak disembunyikan di matanya. Selena memalingkan muka, tidak berani melihat. Meskipun Andre yang marah sangat menakutkan, dia sudah kebal. Paling-paling Andre tidak akan bicara beberapa saat saja dan diamnya laki-laki itu sekarang adalah apa yang dia butuhkan.

Andre menyesuaikan ekspresi marahnya menjadi tampilan tak acuh, berbicara pada pelayan, dia memilih beberapa makanan yang disukai oleh Selena.

"Kenapa memesan terlalu banyak? Aku tidak akan makan!"

"Memangnya aku memesan menu itu untuk kamu makan?!"

Selena tertegun. Sepasang matanya yang hitam, membulat sempurna. Dia tidak menduga jawaban tak acuh Andre akan dia dapatkan. Gadis itu lalu menunduk, rasa malu menyebar ke dalam dirinya, menghentikan sifat berani Selena untuk bersikap normal kembali pada Andre.

Ini adalah batas bawah yang dia miliki - pada orang lain - seperti Andre ataupun Cristine, sahabat karibnya. Tidak peduli seberapa dekat hubungannya terjalin dengan mereka, akan ada waktunya dimana dia menyusut kembali ke cangkangnya sendiri tanpa butuh kehadiran orang lain.

Seperti sekarang.

Selena selalu merasa rendah diri dengan keadaannya yang miskin. Jika dibandingkan dengan kedua teman kecilnya yang memiliki hidup nyaman dan tidak kesusahan, dia sering kali merasa terbebani dengan segala kebaikan ataupun pemberian Andre maupun Cristine padanya.

Tapi sayangnya tidak memiliki keberanian untuk menolak setiap niat baik kedua orang tersebut. Ketika raut sedih dan kecewa terpampang di wajah mereka saat dia menolak pemberian kedua temannya, itu adalah tampilan yang membuatnya sakit hati juga.

Jadi selain dia dengan enggan menerima semua pemberian itu, dia akan berusaha untuk membalas kebaikan mereka sebisa mungkin meskipun dia harus mengorbankan perasaannya sendiri.

Melihat Selena dengan kepala merunduk dan tidak berbicara lagi membuat Andre menyesali ucapannya. Ketika Selena duduk gelisah di tempatnya, dia menyadari bahwa dia sudah sangat kelewatan dalam bersikap kali ini. Dia benar-benar dibuat kesal oleh Selena tadi. Gadis ini memang selalu berhasil membuat kesabarannya tidak berarti.

Setelah makanan yang Andre pesan datang dan di tata rapi di atas meja oleh pelayan, pemuda itu kemudian mendorong pangsit isian daging ayam yang masih hangat ke depan Selena.

"Maafkan aku kalau aku kelewatan. Sekarang makan, Selena. Jangan khawatirkan soal uang karena aku memang ingin mentraktirmu seperti biasa."

Selena tidak menerima sodoran piring dari tangan Andre. Dia hanya mengambil air putih di atas meja lalu meminumnya sedikit. Implikasinya jelas, dengan tindakannya yang terang-terangan dia memberitahu Andre kalau dia tidak akan makan. Tapi bagaimana mungkin Andre akan diam saja dengan Selena yang sedang marah. Pria itu memiliki banyak trik di tangannya yang bisa meredakan kemarahan Selena.

"Kalau makanan di atas meja ini tidak kamu habiskan, aku akan membuangnya tepat di depanmu, sekarang juga. Kamu tahu aku tidak pernah bicara omong kosong kan?"

"Ancaman seperti itu, aku tidak akan tertipu lagilagi!" jawab Selena dengan ekspresi kesal.

"Kamu bisa melihat apakah aku sedang bercanda atau tidak. Sampai hitungan ketiga kamu tidak mengangkat garpumu, aku akan meratakan meja makan ini saat ini juga. Kalau kamu tidak percaya aku bisa melakukannya, kamu bisa terus bertahan bersikap dingin seperti ini padaku."

Selena goyah. Melihat keseriusan dimata Andre, dia tidak berani bertaruh. Pria ini tidak main-main. Meratakan meja makan merupakan masalah kecil bagi Andre. Bahkan kalaupun nanti akan ada kehebohan yang ditimbulkan setelahnya, Andre bisa dengan mudah mengatasinya.

Pada saat bersamaan, Lucas tidak mengalihkan pandangannya pada dua orang yang duduk tak jauh dari mejanya. Sejak kedua orang itu masuk dan duduk di sana, Lucas sudah mengamati gerak-gerik tidak biasa yang terjadi diantara kedua orang itu.

***

Don't forget support for this novel. Please vote, review and comment if you like this story. Thank you, guys.

avataravatar
Next chapter