1 merantau

Berkumpul bersama keluarga besar di hari fitri merupakan suatu kebahagiaan tersendiri bagi setiap orang. Terutama bagi mereka yang harus tinggal jauh dari sanak keluarga demi mencari nafkah di tanah rantau. Momen lebaran adalah satu hal spesial yang dinanti-nanti.

Namun, tak semua orang yang merantau bisa pulang kampung pada lebaran di setiap tahunnya. Ada banyak sekali alasan mengapa mereka tidak bisa mudik. Tentu raut kekecewaan dan gambaran di hari lebaran yang begitu sunyi, sepi dan membosankan terlihat jelas di wajah mereka.

Satu dua alasan biasanya terkait pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan. Semisal bisa ditinggal itu juga tidak bisa lama. Kedua, waktu yang tidak memadai. Libur lebaran yang diberikan dirasa tidak cukup untuk pulang pergi ke kampung halaman. Karena kebetulan kampung halamannya jauh. Dan ketiga, sedikit konyol memang, tidak mudik karena malu.

Seperti judul di atas, pulang malu tidak pulang rindu.

Kalimat ini sangat akrab di telinga para orang-orang rantau, dan juga sering terlihat di pantat truk-truk yang ada di jalanan. Mengapa bisa malu kalau pulang kampung?

Tentu alasanya klasik yaitu belum sukses. Sehingga ketika pulang dan ditanyai pencapaiannya apa, tidak  bisa menjawab apapun. Ketika mudik kok terlihat tidak bawa buah tangan yang apapun, kalaupun bawa itu tidak menarik. Belum bisa bawa kendaraan baru atau bagi-bagi THR ke keluarga dan orang-orang di kampung.

Tak bisa dipungkiri, saat ini orang mudik ke kampung bukan hanya untuk bersilaturahmi dengan handai taulan di sana, namun juga sebagai ajang unjuk gigi. "Ini lho aku, sekarang sudah sukses dan kaya". Menjadi ajang pamer apa yang sudah di dapat di tanah perantauan, dan dipertontonkan sebagai suatu kebanggaan.

Oleh karena itu, sebagain yang merantau merasa malu bila tidak bisa menunjukkan pencapaian yang sudah dia dapat di perantauannya. Sialnya, masyarakat jaman now lebih menilai dari sisi materiil semata. Sisi lainnya pokoknya tidak dianggap. 

Sehingga buat mereka yang pulang tidak bawa mobil atau oleh-oleh yang melimpah, belum dikatakan sukses. Ujung-ujungnya jadi bahan gosip. Lalu gosip menyebar, dan sampai di telinga  keluarga yang bersangkutan, dan akhirnya kena semprot juga karena malu.  

Itu sedikit analisa prematur, mengapa orang malu buat pulang kampung. Walaupun memang tidak semua orang seperti itu, masih banyak juga yang masih belum sukses tapi tetap mudik. Dia tetap percaya diri dan tidak begitu menghiraukan apa kata orang.  

Buat mereka yang tidak pulang tidak ada pilihan lain selain bertahan di perantauan. Dalam sanubarinya yang paling dalam tersemat kerinduan yang begitu besar kepada kampung halaman. Namun apa daya rasa malu lebih berat dari rasa rindu.

Begitu tidak relevan, dengan apa yang dikatakan Dilan. Bahwa rindu itu berat. Bukan yang berat itu malu bukan rindu. Itu kata orang perantauan.

Hari-hari liburnya hanya diisi dengan nonton tv dan bermain mobilelegend. Bila pergi keluar, pasti yang bakal dituju yaitu tempat rekreasi, seperti pantai, kebun binatang, atau wisata-wisata lain. Di samping itu karena di hari-hari biasa, tidak sempat berekreasi, sibuk bekerja mencari uang.

Ketika sempat pun itu di libur lebaran, karena tidak pulang. Mana datangnya sendiri lagi, tanpa teman karena semua mudik. Mana jomblo lagi. Nambah nyesek tidak?

Meski di lokasi wisata ramai tetap saja merasa sepi sendiri. Bagai orang yang sudah kehilangan semangat hidup.

Ada cerita dari salah seorang rekan, kebetulan dia berasal dari luar pulau Jawa, dan sekarang dia tengah mengadu nasib di Jawa. Dia mengatakan bahwa keluarga di kampung berujar kepadanya, "Jangan pulang hingga kau sukses. Bila sukses baru boleh pulang."

Pertanyaannya suksesnya kapan? Kalau belum sukses ga pulang-pulang donk?

Dan benar saja, di tahun ini di tidak mudik ke tempat asalnya. Dia tetap tidak pulang walapun sebenarnya ingin. Namun karena rasa ingin membuat bangga keluarga begitu besar, dia memilih bertahan di perantauan.

Ketika ditanya apa kegiatannya ketika libur besok kalau tidak pulang, dia menjawab tidak tahu. Mungkin berlibur ke tempat saudara yang dekat atau pergi ke tempat wisata. Atau bila tidak dua-duanya, nonton film bluray di kontrakan yang mana sudah disiapkan sejak H-7 untuk stok selama liburan.

Memang pada kenyataannya ada pula yang tidak pulang karena permintaan dari pihak keluarga. Kalau belum saatnya pulang jangan pulang. Selesaikan dulu apa yang menjadi tujuan dan target yang menyebabkan dulu memilih untuk pergi merantau, semisal menempuh pendidikan atau mengejar karir. Ketika sudah selesai atau tercapai silakan pulang.

Alhasil mereka yang tidak pulang ke kampung karena alasan tersebut, tetap saja bengong ketika lebaran. Tidak melakukan apa-apa. Ketika ditanya mau ke mana lebaran kalau tidak pulang. Jawabnya kalau tidak di kos atau kontrakan nonton film atau main game, berarti jalan-jalan mencari tempat wisata. Walaupun itu dilakukan dengan sendirian.    

Tetap dengan nada yang sama, juga mengatakan, "pulang malu tidak pulang rindu

avataravatar