webnovel

Bab 6

"Nail, mereka tadi siapa, Nak?" tanya Umi saat kedua tamu itu pergi.

"Ohh mereka, yang wanita sepantaran Umi tadi dia Ibunya Amar Rohimahulloh, yang dulu jadi muslim sehari sebelum meninggal itu lho, Umi."

"Ohh terus yang perempuan muda itu, Anaknya juga?"

"Calon istrinya Amar, Umi" jawabanku membuat Umi terkejut. Pandangan kasihan tetiba menghiasi matanya.

"Kasian sekali dia ya wanita yang ditinggal Amar itu?"

"Iya, belum jodoh berarti Umi, ya Nail yakin nanti dia akan dapat yang lebih baik lagi, insya Allah. "

Entah kenapa aku seperti pernah melihat perempuan itu, tapi di mana ya? Rasanya dia tidak begitu asing bagiku.

"Emang dia belum menikah lagi?"

"Ayah Amar menganggap Amar belum meninggal, Umi, jadi beliau menganggap kalau perempuan tadi masihlah menantunya."

"Astaghfirullah, kasihan sekali Nak Amar ya Nail apalagi perempuan tadi kelihatannya juga masih muda?"

"Iya Umi, makanya tadi ibunya Amar minta tolong ke Nail buat bantu nyadarin suaminya biar perempuan itu bisa menikah lagi. "

"Iya kalau Nail bisa ya bantu saja, kalau perlu minta bantuan Abi, Nak," saran Umi padaku. Umi itu selalu saja berbaik sangka pada orang dan kami anak-anaknya selalu melakukan hal yang sama.

"Insya Allah Umi, mohon doanya"

"Aamiin"

"Ya sudah, Nail mau jemput Arsy dan Daffa dulu Umi, Umi mau pesan apa?"

"Pesen kalian selamat sampai rumah saja"

"Ya sudah, Umi, Nail berangkat ya Umi, Assalamualaikum" ucapku seraya mencium tangan Umi.

"Wa'alaikum salam,"

Sesampainya di bandara aku menunggu Daffa dan Arsy di bagian kedatangan internasional. Dari jauh aku melihat Daffa dan Arsy sepertinya mereka sangat kecapekan karena perjalanan panjang ditambah sekarang Arsy sedang hamil muda, untungnya kehamilannya ini tidak menggangu aktifitasnya.

"Daffa... Arsy... " teriakku saat mereka sedang tolah-toleh mencariku, aku melihat Daffa mengeluarkan telpon gengamnya sesaat sebelum aku memanggil mereka tadi.

"Assalamualaikum, Bang," ucap Daffa setelah jarak kami dekat.

"Wa'alaikumusalam, yuk ke mobil sepertinya Arsy dah lemes banget itu."

"Iya Bang, gimana nggak lemes kamarin sebelum pulang ngajak shoping dulu katanya beli oleh-oleh."

"Aa...."

"Ups maaf, Sayang," sesal Daffa meski telihat senyum gemes terukir di wajahnya, aku bersyukur adekku dapat suami yang sangat baik dan cinta dengannya tapi yang paling penting sebenarnya adalah mereka sama-sama berusaha mencari keridhaan Allah dengan makin memperdalam ilmu agama.

"Bang, pesenan doa abang sudah Daffa sampaikan sama Allah di rumah-Nya, insya Allah bulan depan Abang menikah," celetuk Daffa menggoda

"Aamiin" Arsy mengamini doa Daffa sedangkan aku hanya bisa tercengang dengan ucapan Daffa barusan. Bulan depan? Aneh-aneh saja ini mereka berdua.

"Daffa enteng banget ngomong bulan depan nikah, orang calonnya aja belum ada "

"Bang, kadang kata-kata Daffa itu tepat, dulu sehari setelah balik dari luar negeri Daffa diejek sama temen Daffa kalau Daffa bakal jadi yang terakhir nikah karena nggak pernah pacaran tapi Daffa bilang kalian lihat saja bulan depan Daffa pasti nikah ehh kejadian kan?"

"Wah jangan-jangan kamu nikahi adekku karena takut malu ya Daff?"

"Astaghfirullah, salah ngomong dah, bukan itu maksudnya."

"Hahahahha, ya sudah, Abang bercanda kok."

"Abang sama Aa sama saja nggak ada yang peka, Arsy udah capek ini, malah ngobrol," sungut adikku, kesal karena tidak kami perhatikan.

"Ya Allah maaf, Sayang. Yuk pulang jangan ngambek dong yaa?" bujuk Daffa pada Arsy, ah apa nanti kelak istriku juga akan bertingkah manja seperti ini ya?

"Arsy nggak ngambek A' cuma ngertiin dong Arsykan nggak sendiri? Kasian debay kalau berdiri lama-lama."

"Ya sudah yuk pulang." ajakku lagi, akhirnya kami meninggalkan area bandara meski Arsy sedikit menggerutu. Mungkin bawaan bayi yaa, atau mungkin karena capek juga. Karena Arsy biasanya kalem meski manja jadi menggerutu dan ngambek.

"Kita ke rumah Umi langsung apa mampir dulu ke rumah Bunda?"

"Langsung ke Umi aja, Bang, Daffa sudah bilang sama Bunda. Paling nanti Bunda dan yang lainnya datang ke rumah Umi."

"Ya sudah kita pulang, biar ratu kita cepet istirahat " godaku

"Aa..... ~"

"Bang, jangan goain bidadarinya Daffa dong, kalau mau godain bidadari Abang." Astaghfirullah,Umi, Anakmu digodain Umi.

"Iya iya maaf Adekku, Sayang."

Sesampainya di parkiran baru sadar ternyata banyak juga yang mereka bawa, perasaan berangkat kemarin bawa dua koper doang. Ingatku.

Keluar bandara kita disambut kemacetan kota. Macet Jakarta bukan hal yang aneh lagi, perjalanan yang dengan jalan kaki saja tidak sampai setengah jam tapi dengan mobil bisa sejam, luar biasa Jakartaku ini.

Sesampainya di rumah, keluarga Daffa bener sudah di sini tapi melihat wajah Arsy yang kecapekan dan sedikit pucat mereka langsung menyuruhnya ke kamar dan beristirahat. Cuma Daffa yang ditahan di bawah bersama kami sedangkan Umi dan Bunda ada di atas menemani Arsy, ngomong-ngomong kenapa aku memanggil orang tua Daffa dengan sebutan Ayah Bunda karena ini permintaan Beliau berdua. Bahkan Ayah sempat berkelakar dengan bercanda andaikan anak perempuannya ada pasti akan di nikahkan denganku, Ayah ini ada-ada saja.

"Nail..., kapan nyusul? Ayah nggak sabar ketemu calon mantu lagi ini."

"Ayah ada-ada saja, jangan ikutan Abi, Yah. Dari kemarin nanyain calon mulu,"

"Hahhaha ya kan sebagai orang tua, kita pingin kamu juga cepat nyusul Daffa dan Arsy, andaikan anak perempuan Ayah ada pasti akan aku nikahkan denganmu, Nail"

"Duh, Yah, mending kalau cari calon istri mudah, Yah. Menikah kan bukan perkara niat dan modal doang, Yah, tapi juga perkara calon. Kalau calon nggak ada gimana mau nikah, Yah?"

"Dari kemarin jawabnya itu mulu Mas, capek saya nasehatin." kata Abi ke Ayah, harusnya kan kita dibiarkan berkarya dulu baru nyari istri, lah ini malah diburu-buru.

"Sayang ponakan Om dari pihak istri nggak ada yang cewek, kalau ada udah Om kenalin ke kamu, Nail" Kata Om Fajar adik dari Umi.

"Jodoh nggak kan lari Om," balasku realistis.

"Emang nggak akan lari, Bang. Tapi sulit ditangkap kek belut," ujar Daffa yang baru balik dari kamar mandi. "Arsy yang jelas-jelas Daffa perjuangin saja, Daffa butuh extra tenaga dan kesabaran apalagi yang cuma ditunggu, jangan kelamaan ditunggu nanti kalau ditikung baru deh tahu rasa."

"Bener itu, coba dulu kalau Daffa nggak gerak cepat. Udah jadi itu Abi jodohin Adekmu sama Anak temen Abi,"

"Ha yang bener Bi?" tanya Daffa kaget. Aku jadi teringat niatan Abi dulu, bener juga ya kalau aku nggak bilang Abi mungkin yang jadi adek iparku bukan Daffa.

"Iyaa Daff. Dulu ada teman Abi anaknya mau dijodohin sama Arsy eh Nail bilang kalai kamu mau kerumah, ya akhirnya Abi batalin."

"Alhamdulillah, masih rezeki Daffa kalau begitu."

"Berkat aku itu Daff, kalau aku nggak ngomong ke Abi mungkin kamu nggak jadi adek iparku, jadi jangan macam-macam," banggaku

"Makasih, Bang. Makanya sebagai ungkapan terima kasih, Daffa doain Abang biar cepet dapat jodoh, biar nggak baper sendiri kalau acara keluarga seperti ini."

"Hahahahahahaha"

Duh Abi sama Ayah malah ketawa lagi dasar Adek durhaka kau Daff, aku melempar bantal Sofa ke Daffa.

"Ada apa ini?" tanya Umi yang turun bersama Bunda.

"Daffa di panggil Arsy, sebaiknya kamu ikut istirahat bareng Arsy Umi dan Bunda mau bikin kue. Arsy nyidam mau maka kue putu ayu katanya"

"Iya, Umi, semuanya permisi dulu yaa bidadarinya Daffa minta ditemani."

"Iya Daffa sana temenin istrimu."

"Nail, nggak pingin?" goda Ayah dan Abi.

Ya Allah ampunnnnn ini mah Nail bakal diteror mulu, Nail nyerah ya Allah Nail nyerahh.