1 Malam Misterius

"Seandainya kamu menemukan mesin waktu yang bisa membawamu ke masa depan.... Apa yang Akan kamu lakukan saat masa depan yang kamu lihat tidaklah seperti yang kamu inginkan? "

Namaku Zie, aku seorang mahasiswa tingkat akhir di sebuah fakultas Keperawatan di sebuah universitas yang ada di kota ini. Saat ini aku tengah melakukan praktek lapangan di sebuah Rumah sakit swasta yang letaknya cukup jauh dari tempat kostku. Rumah sakit ini bernama Amanah Medika, rumah sakit ini termasuk rumah sakit yang sangat laris karena merupakan satu-satunya rumah sakit swasta yang ada di kota ini. Sudah hampir empat minggu kami para mahasiswa fakultas bertugas di rumah sakit Amanah Medika ini dan sudah hampir satu minggu aku bersama empat orang temanku mendapat giliran jaga di ruang VIP, malam ini aku mendapat giliran jaga malam dan partnerku malam ini adalah si tengil Ali.

Malam ini aku berangkat jaga dengan agak malas meski tetap berusaha datang sebelum jam pergantian jaga. Sampai di ruang jaga perawat ternyata Ali sudah ada di sana tengah melakukan operan jaga dengan Hasna dan Ria. Saat melihat kedatanganku Ali cuma menatapku sebentar lalu segera beralih ke Ria yang tengah memberi penjelasan tentang pasien yang membutuhkan perhatian lebih. Aku mendekati mereka setelah menyalami tiga orang perawat yang bertugas malam itu, mas Indra, mbak Anya dan mbak Atikah. Aku segera bersalaman dengan Hasna dan Ria tapi mengacuhkan Ali. Melihat tingkahku Hasna dan Ria segera tertawa, meski mereka maklum dari dulu aku dan Ali memang gak pernah akur. Ada saja yang membuat aku dan Ali selalu berdebat meski untuk masalah yang sepele.

"Yang akur, ya Zie, Al," goda Hasna sambil tertawa membuat kakak-kakak perawat yang bertugas mengalihkan perhatiannya ke arah kami.

"Ada apa rupanya?" tanya mbak Anya antusias seperti mendapat bahan gosip baru.

"Nggak papa, mbak, cuma Zie lagi ngambeg sama Ali saja, mbak," kali ini Ria yang yang menjawab pertanyaan mbak Anya.

Aku segera melotot ke arah Ria dan mencubitnya keras-keras, gadis itu mengaduh sambil tertawa ditimpali tawa semua orang yang ada di ruang perawat kecuali aku dan Ali.

Aku segera menghindar dari mereka dengan menyibukan diri membuka rekam medis pasien kemudian menyiapkan suntikan untuk pasien yang mendapatkan suntikan malam. Malam ini hanya ada sepuluh pasien dari lima belas kapasitas tempat tidur yang tersedia dan hanya ada enam orang pasien yang mendapat suntikan.

Hasna dan Ria masih saja menggodaku sampai mereka pamit dan membuatku makin ilfill pada Ali karena malah menanggapi candaan mereka.

Aku menatap Ali dengan sebal tapi cowok itu malah menatapku sambil tersenyum membuat mbak Anya makin semangat menggoda kami. Wajah Ali kembali datar saat mbak Anya sudah tak berada di dekat kami. Aku bergegas ke tempat penyimpanan flabot infus ketika ada keluarga pasien yang melapor infusnya habis dan segera menuju kamar pasien untuk menggantinya.

Sejak awal perkuliahan aku dan Ali memang sudah tak pernah akur meski berawal dari hal yang sepele. Dulu aku jengkel sama dia karena kursi yang hendak kududuki didahului oleh dia padahal sudah menaruh bukuku di sana tapi buku itu dipindahnya ke belakang, kami bersitegang karena tidak ada mau mengalah. Sejak itu aku dan Ali selalu bersitegang meski hanya untuk sebuah urusan yang sangat sepele. Pokoknya aku tidak mau mengalah dari dia, begitu pula sebaliknya dan semua orang di kelas kami sudah sangat tahu hal itu.

Beberapa saat kemudian aku sudah kembali ke ruang perawat. Kulihat mbak Atikah sedang menulis di buku laporan, mas Indra tengah bicara dengan keluarga pasien dan mbak Anya tengah menyiapkan obat pasien buat esok dibantu Ali.

Tiba-tiba aku mendengar telponku berdering, aku agak menjauh dari mereka untuk menerima telpon dari Harsya.

"Malam, sayang..." sapa Harsya lembut, membuatku berdebar karena sangat merindukannya, sudah dua bulan ini kami tak sempat bertemu karena kesibukannya "Lagi ngapain? Aku kangen,"

Aku tersenyum lebar sebelum membalas ucapannya. Harsya adalah kakak tingkatku yang kini bekerja di rumah sakit pemerintah di kota ini. Dia sudah di tingkat tiga ketika aku baru masuk kuliah. Tiga bulan yang lalu kami sudah bertunangan dan rencananya kami akan segera menikah setelah aku diwisuda.

Menjadi istri Harsya dan menghabiskan waktu bersama hingga kami menua adalah hal yang paling kuimpikan dalam hidupku. aku sangat mencintainya. Harsya tampan dan populer, ia juga pandai dan trampil tapi yang terpenting bagiku adalah dia sangat mencintaiku dan sangat perhatian padaku.

"Lagi jaga malam.... aku juga kangen," balasku.

"Jaga sama siapa?"

"Ali," jawabku dengan nada kesal.

"Dia tidak mengganggu, kan?"

"Semoga saja tidak ada hal yang membuat kami harus ribut,"

Aku dan Harsya segera terlibat dalam perbincangan. Harsya sangat tahu bagaimana hubunganku dengan Ali karena itu dia selalu mencemaskanku bila sedang dengan Ali. Tak lama kemudian Harsya mengakhiri panggilannya karena Harsya tak mau menggangguku yang sedang berjaga.

Waktu merayap semakin malam, setelah mengecek kondisi pasien satu per satu, memberikan suntikan dan mengganti infus pasien yang mau habis, mbak Anya dan mbak Atikah bersiap untuk tidur di atas tikar yang mereka gelar sementara mas Indra masih mengobrol dengan Ali. Sebenarnya aku sudah merasakan kantukku tapi aku memaksakan diri untuk tetap berjaga.

Aku merapatkan jaketku setelah merasakan udara malam yang semakin dingin. Udara itu berhembus dari ruang terbuka di tengah bangsal yang berada di depan ruang jaga perawat. Di tengah bangsal terdapat kolam ikan koi yang cantik dan taman kecil di sana yang bisa dilihat langsung dari ruang perawat.

Beberapa saat kemudian mas Indra menyusul kedua rekannya, bersiap untuk tidur. Aku berusaha merampungkan laporanku sementara Ali sibuk dengan laptopnya, mengetik sesuatu dengan earbud terpasang di kedua telinganya. Tiba-tiba Aku tertarik untuk mengamatinya meski dengan sembunyi-sembunyi, sebenarnya Ali cukup tampan, pantas saja banyak gadis di universitas kami yang mengejar-ngejarnya. Kalau saja tidak cerewet dan menyebalkan, mungkin aku bisa mempertimbangkannya jadi salah satu idolaku, eh?

Tiba-tiba Ali balik menatapku, mungkin dia tahu aku tengah memperhatikannya. Aku segera mendengus dan membuang muka darinya.

"Kalau pengin lihat, lihat saja nggak usah sembunyi-sembunyi gitu. Cuman ada konsekuensinya.., kamu bisa jatuh cinta," Ali tertawa tak terlalu keras karena takut mengganggu tidur para perawat yang sedang bertugas.

"Huh," dengusku. Siapa yang mau jatuh cinta padanya, lihat wajahnya saja sudah sangat malas.

"Beneran, lho" wajahnya terlibat serius, senyuman di wajahnya menghilang entah kemana.

Aku tidak menanggapinya, aku malas berbicara dengannya, tadi aku hanya penasaran kenapa Airin sangat menyukainya.

Malam semakin larut, akhirnya aku tak bisa menahan kantukku, kepalaku jatuh di atas meja di atas kedua lenganku dan terlelap.

"Teeeeet", bunyi bel dari salah satu ruangan pasien menyala, aku menatap panel lampu untuk melihat pasien ruangan mana yang membutuhkan pertolongan.

***

Hai, ini cerita pertamaku, kuharap kalian suka. Jangan lupa vote dan komen ya. Mohon juga reviewnya untuk novel ini.

AlanyLove.

avataravatar
Next chapter