webnovel

PROLOGUE

Suasana ceria dan penuh antusias begitu terasa di lingkungan SMA Cijantung, Jakarta Timur. Bagaimana tidak ? Pada hari Senin tanggal 12 Juli 2010, SMA Cijantung Jakarta memulai hari pertama tahun ajaran baru 2010 – 2011 setelah menutup penerimaan siswa baru, baik siswa – siswi yang baru saja lulus dari jenjang pendidikan SMP (Sekolah Menengah Pertama) maupun siswa – siswi pindahan dari SMA lain yang baru saja naik kelas dari bangku kelas X. Gerbang SMA Cijantung ramai oleh hiruk – pikuk siswa – siswi yang berjalan masuk membawa tas ransel dan menggunakan seragam sekolah.

Sebagian dari mereka mengenakan seragam SMA dengan atasan kemeja putih berbahan katun dengan logo OSIS (Organisasi Siswa Intra Sekolah) yang terletak di kantung kiri bagian dada berlatar berlatar belakang cokelat, dan bawahan celana panjang katun warna abu – abu pekat untuk siswa dan rok bahan katun panjang model A line hingga se mata kaki warna abu – abu pekat untuk siswi. Sebagian lagi mengenakan seragam sekolah tingkat SMP dengan warna bawahan berbeda sesuai asal sekolah masing – masing, tetapi tampak jelas mayoritas yang mengenakan seragam SMP ini mengenakan atasan kemeja putih dengan logo OSIS berlatarbelakang warna kuning dan bawahan berwarna biru gelap.

Di depan gerbang sekolah terlihat banyak kendaraan bermotor roda dua dan roda empat yang menepi untuk mengantar para siswa – siswi baru dan lama sekolah, juga ada beberapa yang masuk melalui gerbang atas izin satpam sekolah, menandakan kendaraan para guru, staff, dan siswa kelas XII yang telah memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM) dan diizinkan pihak sekolah untuk mengendarai kendaraan sepeda motor ke sekolah.

Bagi Kiki, lingkungan sekolah baru ini masih cukup asing.

Setelah setahun bersekolah di SMA Mahakam di Jakarta Selatan, ia memutuskan untuk pindah ke SMA Cijantung di Jakarta Timur. Walaupun remaja berusia enam belas tahun ini tinggal bersama keluarganya di daerah Pasar Rebo, namun sebagian besar waktunya sebagai anak sekolah berseragam putih abu – abu ia habiskan di daerah Mahakam, Jakarta Selatan. Bahkan di waktu senggang pun, ia lebih banyak menghabiskan waktu bergaul bersama teman – teman sekolahnya di berbagai area Jakarta Selatan.

Sampai akhirnya masa – masa itu akhirnya selesai.

Anak pindahan bernama lengkap Usman Rizki Sunarto ini turun dari angkutan umum beberapa meter dari gerbang SMA Cijantung. Sepanjang berjalan di trotoar dia melihat huru – hara kesibukan berbagai kendaraan pribadi dan angkutan umum mengantar siswa – siswi SMA Cijantung. Beberapa di antara mereka yang mengenakan seragam SMP ada yang didampingi orang tua atau kakaknya yang antusias melihat suasana sekolah baru mereka di jenjang SMA. Terlihat juga beberapa pria dan wanita dewasa dengan usia paruh baya dan beberapa lainnya sedikit lebih muda mengenakan seragam berwarna biru gelap untuk atasan dan bawahannya dan disapa dengan sopan santun oleh dua satpam yang menjaga gerbang sekolah dan beberapa siswa – siswi yang kebetulan ada di dekat mereka.

Kiki yang kebetulan sudah berjalan cukup dekat hingga gerbang sekolah juga turut menyapa salah satu di antara beberapa orang yang mengenakan seragam tersebut. Remaja laki – laki dengan tinggi 170 cm dan berpostur sedang namun atletis ini menyapa salah satu wanita berseragam biru gelap tersebut sembari menghampirinya.

"Selamat pagi, bu guru !", sapa Kiki dengan nada yang santun dan senyum yang ramah.

Ia menjemput tangan wanita tersebut dan menciumnya selayaknya mencium tangan orang tuanya sendiri.

Kiki paham betul adab bersikap terhadap guru merupakan kunci kesuksesan siswa menempuh kehidupan sekolah dan selalu teringat nasihat kedua orang tuanya bahwasanya para guru merupakan pahlawan tanpa tanda jasa dan menggantikan peran orang tua siswa di kehidupan sekolah untuk mencerdaskan para generasi penerus bangsa dengan ilmu pengetahuan alam dan sosial, juga melengkapinya dengan mendidik siswa budi pekerti yang baik.

"Oh, iya, selamat pagi juga ya mas !", balas wanita paruh baya tersebut dengan senyuman yang hangat.

Kiki merasakan kehangatan senyuman wanita tersebut, tersirat kebijaksanaan dan kasih sayang dari senyuman beliau di kesan pertamanya masuk sekolah baru ini. Dari tas dan perawakannya, Kiki langsung mengidentifikasi bahwa beliau adalah seorang guru sebelum menyapanya. Bu guru ini sedikit lebih pendek darinya, dan dari rupa wajahnya Kiki bisa mengira – ngira usianya sekitar 40 tahun atau kurang.

Dari tatapan matanya Kiki berpikir bahwa bu guru ini salah satu tipe yang lemah lembut, walau ia tau bahwa guru lembut pun bisa keras jika siswa – siswinya bersikap badung hingga kelewatan.

Kiki pun mudah menebak bahwa guru ini adalah wanita dengan latar belakang suku Jawa dilihat dari bentuk wajahnya dan aksen dari tutur katanya ketika menjawab salamnya. Guru ini mengenakan seragam standar para guru sekolah dan mengenakan jilbab segi empat bahan satin warna biru muda dengan sedikit kombinasi strip biru laut dengan label merek Umama Scarf.

"Saya baru melihat mas di lingkungan sekolah ini, mas siswa pindahan ya ?", tanya bu guru tersebut dengan lemah lembut.

"Betul, bu guru. Saya siswa baru, pindahan dari SMA Mahakam di Blok M, Jakarta Selatan, bu", jawab Kiki dengan sopan namun agak bersemangat.

"Wah, kalo begitu selamat datang di SMA Cijantung ya mas ! Pindahnya agak jauh juga toh ya dari SMA Mahakam ke sini, pastinya ini lingkungan yang jauh berbeda dari sekolah mas sebelumnya, semoga kerasan sampe lulus yah mas !" ucap bu guru dengan antusias, merespon jawaban Kiki.

"Iya nih, bu. Setelah terima LHB (Laporan Hasil Belajar) dan naik ke kelas XI, saya dan orang tua sepakat untuk pindah ke sekolah ini buat suasana belajar yang lebih kondusif bu. Saya dan orang tua saya sangat ingin menimba ilmu di sekolah ini karna sekolah ini SMA unggulan di Jakarta Timur dan peringkat ketiga se-DKI Jakarta, namun karna tidak lulus pada masa penerimaan siswa baru, saya bersekolah di SMA Mahakam dulu, bu" tutur Kiki.

"Oh, begitu. Berarti masnya siswa kelas XI baru yah. Yang semangat belajarnya di sini mas, Alhamdulillah atas izin Allah, masnya lulus tes penerimaan siswa pindahan dan membanggakan orang tuanya karena itu. Nikmatin juga masa – masa indah duduk di bangku SMA sama temen – temen di luar kegiatan belajar mengajar mas, siapa tau ga cuma dapet nilai bagus tapi juga ngeraih banyak prestasi dari ekskul dan lomba – lomba antar sekolah juga punya banyak kenangan sama temen – temen !" kata bu guru itu menyemangati Kiki.

"Hehe, insya Allah ya bu guru. Saya usahakan yang terbaik di sekolah baru saya ini, terima kasih banyak atas nasihatnya, bu guru !", respon Kiki sambil sedikit membungkuk memberikan gestur penghormatan kepada guru tersebut.

"Sama – sama ya mas !", jawab sang ibu guru.

"Saya permisi duluan ya ke ruang guru, mas. Masnya juga sebaiknya taruh tasnya dulu di kelas dan kenalan sama temen – temen barunya sebelum upacara. Assalamu'alaikum !", guru tersebut lanjut berjalan menuju pintu masuk gedung sekolah setelah memberi pesan terakhir tadi kepada Kiki.

"Walaikumsalam, baik bu", jawab Kiki dengan sedikit mengangguk dan senyuman.

Kiki pun melanjutkan langkahnya menuju pintu masuk sekolah searah dengan guru tersebut. Sembari berjalan kesana, ia memperhatikan beberapa siswa – siswi yang berkeliaran dengan membawa tas ransel sepertinya dan juga beberapa yang tidak membawa ransel. Para siswa – siswi yang tidak membawa ransel ini sudah tiba lebih awal daripada Kiki di sekolah dan berkeliaran di sekitar halaman luar area parkir mobil guru dan staff sekolah setelah sebelumnya menaruh tas mereka di kelas masing – masing dan meninggalkannya untuk berjalan – jalan.

Di antara mereka, Kiki melihat seorang siswi yang tingginya hampir sama dengannya juga mengenakan seragam SMA, akan tetapi dengan model kemeja yang agak ketat dan lengan baju agak lebih pendek dari yang kebanyakan dikenakan para siswi. Bawahannya pun agak berbeda dengan model rok span yang agak ketat meskipun panjangnya semata kaki seperti model rok klok standar seragam SMA. Gadis berambut panjang berwarna cokelat gelap itu memiliki kulit putih yang bersih, hidung yang agak mancung, dan pipi yang agak tirus. Meskipun bibirnya terlihat manis dan matanya cukup indah dengan kornea mata berwarna cokelat muda dan pupil yang kecil, Kiki menyadari bahwa raut wajah dan tatapannya kurang bersahabat meskipun ia lihat gadis itu sedang bercengkerama dengan ceria bersama kedua temannya yang juga siswi lama sekolah ini.

Sewajarnya remaja laki – laki seusianya, Kiki memandang gadis itu dan teman – temannya agak lama karna keindahan fisiknya. Tidak hanya berparas cantik jelita, gadis itu juga memiliki lekuk tubuh yang indah di atas standar remaja perempuan seusianya dengan postur yang langsing namun agak berisi. Kiki menilai kedua temannya juga cukup cantik, namun tidak secantik gadis itu. Bahkan teman yang berjalan di sebelah kanan gadis itu memili paras wajah yang kurang memikat menurut penilaian Kiki.

Kiki langsung mengalihkan pandangannya, khawatir ketiga gadis itu menyadari bahwa ia memandangi mereka, dan meneruskan perjalanannya. Setelah ia masuk ke pintu masuk utama gedung sekolah, Kiki menyapa staff yang berjaga di lorong utama gedung sekolah. Staff tersebut juga berseragam seperti guru tadi dengan mengenakan jilbab yang lebih panjang berwarna kuning lemon. Di samping meja berjaganya, ada pintu dengan papan penanda "ruang kepala sekolah" di atasnya, dan di sisi lain yang berhadapan ada pintu dengan papan penanda "ruang tamu".

Next chapter