20 Bab 20

Kalau saja aku tak mengacuhkanmu, hal mengerikan ini tak akan pernah kau alami sayang. Karena keegoisanku, aku hampir menjerumuskanmu ke jurang kegelapan. Seandainya aku tak datang tepat waktu entah apa jadinya. Oh Tuhan terima kasih sudah menyelamatkan kekasih ku.

Di tatap begitu dalam dan lembut oleh lelaki yang sangat di cinta tentu saja membuat matanya memanas. Bukan kerena rasa sedih akan tetapi karena rasa bahagia di cintai dengan begitu dalam. Tanpa dapat di tahan lagi air mata kembali menetes membasahi pipi mulus. Jemari Leonard terulur mengusap bulir – bulir air mata. "Jangan pernah teteskan lagi air matamu sayang. Aku tidak mau jadi alasanmu menangis. Apa kau mengerti?"

Calista mengangguk.

Kembali di rengkuhnya tubuh ramping ke dalam pelukan lalu mulai di kecupinya puncak kepala, kening, kedua mata, hidung dan ketika beralih ke bibir ranum, Leonard menatapnya cukup lama sebelum memutuskan untuk menyatukan bibirnya.

Ciumannya pun di sambut hangat dan entah sejak kapan lengan Calista sudah mengalung di leher Leonard. Di sela – sela ciuman bibir kokoh mengulas senyum bahagia. Kini sebelah tangannya sudah menekan tengkuk Calista untuk semakin memperdalam penyatuan bibir mereka.

Entah tindakannya ini benar atau salah yang jelas ia hanya ingin menumpahkan kerinduan mendalam. Satu hal yang berputar dalam benak Leonard kenapa Calista begitu hangat menyambut ciumannya? Bukankah dia sudah memiliki kekasih?

Calista yang terhanyut dalam rasa rindu kembali meneteskan air mata sehingga Leonard langsung melepaskan ciuman. "Apa aku menyakitimu baby?" Nada suaranya terdengar lembut menggelitik pendengaran Calista.

Calista menggeleng pelan kemudian menyipitkan matanya ketika Leonard memanggilnya dengan sebutan baby.

Baby, apa itu panggilan sayang untukku?

"Iya Calista. Baby … panggilan sayang untukmu," sembari mencubit gemas pipi Calista kemudian membawanya kembali ke dalam pelukan.

Apa yang harus ku lakukan sekarang? Ku antar Calista pulang ke apartement nya atau ku bawa ke apartement ku. Tapi, kalau ku bawa ke apartement ku apa Calista ga marah dan salah paham? Tapi, aku juga tak tega membiarkan Calista sendirian di apartement nya. Aku yakin Calista masih trauma dengan kejadian tadi.

"Baby," yang di panggil langsung mendongakkan wajahnya.

"Hm."

"Gimana kalau untuk malam ini saja kau menginap di apartement ku?"

Calista langsung mengurai pelukan, menatap tajam sepasang manik hitam. "Antarkan aku pulang ke apartement ku, please."

"Tapi baby … " menghujani sepasang siluet abu – abu dengan rasa khawatir berlebih.

"Aku baik – baik saja dan terima kasih sudah menolongku."

"Apa kau yakin?"

Calista mengangguk.

"Okay," lalu mengulas puncak kepala Calista.

Leonard segera melajukan mobil dengan kecepatan tinggi menuju apartement Calista. Sebelah tangan mengait di antara jemari lentik. Meskipun berulang kali Calista meyakinkah supaya fokus nyetir akan tetapi hanya di tanggapi dengan senyuman. Tak berselang lama mobil yang membawa mereka pergi telah sampai di apartement Calista.

"Dari mana kau tahu alamat apartement ku? Aku tidak pernah memberitahumu. Jangan bilang kalau selama ini kau membuntutiku."

"Apa kau tak suka baby?"

"Jadi benar kau membuntutiku selama ini?"

Maafkan aku baby. Itu semua ku lakukan karena aku tak tahan untuk jauh – jauh darimu.

"Tak ku sangka kau bisa melakukan ini semua." Aku tak percaya ini, bisa – bisanya kau mencurigaiku.

Wajah Calista langsung di tekuk, meskipun begitu sama sekali tak mengurangi kecantikannya. Dengan segera membuka pintu mobil namun tangan kekar Leonard lebih dulu menariknya hingga pintu kembali menutup rapat. Kini wajahnya sudah mendekat pada Calista, jarak yang sangat dekat mampu mengirim nafas hangat menyapu permukaan kulit. Siluet abu – abu memejam ketika Leonard semakin mendekatkan wajahnya.

Benda kenyal terasa hangat menyapu sepanjang bibir ranum. Awalnya hanya ingin mengecup singkat namun siapa sangka bersentuhan dengan bibir ranum Calista membuatnya di luar kendali diri. Yang terjadi selanjutnya lidahnya melesak masuk mengabsen setiap komponen. Ketika di rasa Calista mulai kehabisan nafas, ia segera menjauhkan bibirnya. Keningnya menempel pada kening Calista. "Biarkan aku mengantarkanmu sampai atas."

"Tidak."

Leonard segera menjauhkan wajahnya menelisik wajah cantik yang menatapnya tajam penuh peringatan.

"Kenapa tidak boleh baby? Aku hanya ingin memastikan kekasih ku ini aman sampai kamar." Aku tahu kenapa kau melarangku mengantarkanmu sampai kamar. Pasti kau takut dengan kekasih mu kan?

Dewa dalam hati Leonard seketika berbisik memperingatkan. Kalau kau sudah tahu bahwa Calista ini memiliki kekasih untuk apa kau masih juga mengejarny? Sadar Leo, sadar. Jangan jadi pewanor!

Satu hal yang Leonard pikirkan, selama Calista masih nyaman menyambut ciuman – ciumannya maka ia akan memperjuangkannya sekalipun Calista sudah berkekasih. Ia berjanji akan merebut Calista dari kekasih yang tak bertanggung jawab tersebut, kekasih yang membiarkan Calista dalam bahaya.

Kini mereka berdua berjalan bersisian memasuki apartement Calista. Tak ayal penampilan keduanya berhasil mencuri perhatian seluruh penghuni yang sedang melintas. Tak ingin jadi bahan pertontonan Leonard segera melebarkan langkah kaki menuju lift kemudian menolehkan wajahnya pada Calista seolah bertanya di lantai berapa kamu tinggal? Tanpa menjawab justru mengulurkan jemari dengan menekan angka paling atas.

Sudah sepantasnya kalau Calista menempati lantai paling atas di apartement semewah ini mengingat ia adalah putri Kafeel. Dan hal ini pasti karena adanya campur tangan sang kakak tercinta, Calvino Luz Kafeel.

"Jangan lupa segera mandi dan istirahat yah." Sebelum pergi meninggalkan apartement Calista segera menghujani puncak kepala dengan kecupan sayang.

"Terima kasih sudah mengantarkanku pulang." Yang di balas dengan senyum hangat.

" Hati – hati."

"Pasti baby, masuklah!" Leonard memastikan Calista masuk lebih dulu ke apartement nya sebelum benar – benar meninggalkannya. Akan tetapi segera mengurungkan niat setelah mendengar keributan yang terjadi di dalam. Leonard memutuskan mengintip dari celah pintu yang tak menutup rapat. Akan tetapi Leonard tak dapat melihat dengan jelas lawan bicara Calista.

"Kemana saja jam segini baru pulang, hah? Kakak mengkhawatirkanmu setengah mati. Ternyata seperti ini kehidupanmu di sini, hah? Ternyata keputusan kakak menempatkanmu di sini adalah salah besar." Sorot matanya menyirat rasa marah sekaligus khawatir berlebih.

"Aku tidak tahu kalau kakak masih disini."

"Jadi kamu berharap kakak kembali ke Jakarta supaya kamu bisa bebas? Begitu maksudmu, hah? Di antar siapa kau pulang?"

Leonard yang berada di balik pintu hanya bisa mendengar samar – samar. Ingin rasanya Leonard masuk dan membela Calista dari kemarahan pria tersebut akan tetapi niatnya tersebut segera ia urungkan. Dengan langkah lebar melenggang dari sana akan tetapi baru beberapa langkah sebuah suara bariton menghentikannya. Leonard segera memutar tubuhnya perlahan untuk melihat siapakah gerangan.

Seketika terperenyak ketika bertatapan dengan lelaki yang menatapnya murka. Lelaki ini adalah lelaki yang sama yang di jumpainya di lobby beberapa hari lalu, hanya saja untuk saat ini ia bisa melihat dengan jelas. Wajahnya sangat mirip dengan Calista, mereka berdua bagaikan pinang di belah dua.

Satu hal yang terpatri dalam benak Leonard, jika dua insan memiliki wajah yang sangat mirip maka mereka di takdirkan Tuhan untuk hidup berdampingan. Seketika dadanya bergemuruh hebat karena terbakar api cemburu.

avataravatar
Next chapter