7 Tidak terduga

Winda sampai di tempat kerja kurang dari lima belas menit sebelum waktu pergantian jam kerja. Pagi ini dokter penyakit dalam visit lebih awal dari biasanya. Winda diminta kepala perawat ruangan untuk mendampingi dokter dan asistenya berkeliling ke ruangan pasien.

Setelah beberapa kali keluar masuk ruangan, tibalah di kamar terakhir VIP nomor satu karena dokter tersebut memilih memulai memeriksa dari kamar paling ujung. Dalam hati Winda sudah mulai menggerutu sebab suasana paginya yang cerah akan segera berubah mendung setelah melihat tatapan jahil dari pasien kamar tersebut.

Winda menarik nafas dalam ketika melewati pintu, menata tiap balok kesabaran dalam hatinya.

Semoga saja pasien jahil ini tidak mengganggunya lagi, semoga dia tidak berbuat aneh-aneh di depan dokter ini. Hemm, semoga hariku akan baik-baik saja, ya semoga saja. Winda hanya bisa terus berharap.

"Selamat pagi Tuan Yahya" sapa ramah asisten dokter kepada pasien kamar satu VIP..

Seketika Winda mengangkat kepala dan pandanganya buru-buru ia tujukan ke wajah pasien yang sedang tidur di bed pasien.

Alangkah terkejutnya Winda, rupanya ruangan itu telah tergantikan dengan pasien lain, lega rasanya tidak akan ada lagi yang jahil padanya. Namun di dalam lubuk hatinya yang terdalam ada sedikit ruang kosong dengan perasaan yang aneh disana.

Akh perasaan macam apa ini? hemm, jangan macam-macam deh! Winda mengutuki pikirannya sendiri yang mulai melenceng dari keinginannya.

Winda segera sadarkan diri, dia kembali menyimak dan mencatat setiap hasil pemeriksaan dokter. Begitu visit dokter selesai Winda kembali melanjutkan tugasnya.

***

Jam makan siang tiba, Winda memilih untuk pergi makan di kantin saat giliran istirahatnya tiba. Baginorangbyang bekerja di dunia medis, sebenarnya tidak ada jam istirahat khusus.

Mereka biasanya makan atau istirahat di sela waktu senggang mereka. Sebab pekerjaan di dunia medis tidak menentu. Bisa saja tiba-tiba banyak pasien dalam satu waktu. Entah itu karena terjadi kecelakaan masal, keracunan skala besar dan lain-lain.

Winda sudah membuat janji makan bersama sahabatnya yaitu Intan dari bagian farmasi. Sahabatnya itu sudah duduk di salah satu meja kantin dan sudah memesankanya makanan karena waktu istirahat yang singkat bagi para perawat.

"Hai, sudah lama?" tanya Winda.

"Nggak lah, baru lima jam. Hahaha" kata Intan membalas dengan canda.

Sahabatnya itu memang suka bercanda jadi Winda harus pintar menganalisa tentang kebenaran ucapan sahabatnya.

"Ari mana? kamu nggak sekalian ajak dia?" tanya Intan.

"Nggak" jawab Winda asal.

Intan sedikit mengangkat alisnya sambil melirik sahabatnya, dia ingin bertanya lebih lanjut, tapi Winda nampak tak berselera jadi dia mengurungkan niatnya. Dia lebih memilih menunggu Winda yang menceritakannya terlebih dahulu.

"Biasa, sensitifnya lagi kambuh" Winda terasa kalau sahabatnya itu penasaran, ya Winda memang terbuka dalam segala hal dengan Intan.

Tuh kan dia sudah cerita sendiri. Intan terkekeh dalam hati.

"Kemarin aku membahas kegalauan ku lagi, aku bilang padanya kalau Bunda masih tetap tidak setuju dengan hubungan kami yang beda kepercayaan." Kata Winda melanjutkan.

"Oh tentang itu ..." balas Intan datar.

"Ari bilang butuh waktu sendiri untuk beberapa saat, sejak itu dia sama sekali tidak menghubungiku. Tapi ada yang aneh sejak saat itu juga, ada beberapa paket yang terus datang untukku dan itu sempat membuatku senang." jelas Winda sambil tersenyum.

"Uhm, itu mungkin siasat Ari saja untuk membuatmu luluh lagi" ucap Intan santai sambil mengunyah makanannya.

"Tapi nggak ada nama pengirimnya".

"Uhuk ... uhuk ..." tiba-tiba intan tersedak, dia langsung menatap Winda. "Ohya ...? smoga itu dari seseorang yang benar-benar baik untukmu" mata Intan berbinar-binar untuk sahabatnya itu.

"Iiihh ... apaan sih!" Winda tersenyum malu, seakan berharap hal yang sama. "Di ujung bawah suratnya, si pengirim menuliskan kalimat, maaf untuk salah yang pernah aku lakukan, gitu" tambah Winda.

"Aah ... malaslah dengar kalau itu dari Ari, buang saja" ucap Intan sambil manyun dan melanjutkan makannya.

Intan sebenarnya tidak suka sahabatnya berpacaran dengan Ari, bukan hanya karena kepercayaannya yang berbeda namun dia juga menangkap sinyal yang kurang baik tentang pria itu.

Menurut Intan, Ari hanya baik untuk orang yang dia suka tapi untuk lingkungan sekitar kehidupan ceweknya, dia tidak pernah peduli. Seakan Ari hanya memonopoli Winda untuk dirinya sendiri.

Bagaimana Intan tidak berfikir seperti itu, semenjak Winda berpacaran dengan Ari dua tahun lalu, dia tidak pernah ada waktu berdua dengan sahabatnya itu. Winda tahu persis jika sahabatnya itu kurang suka dengan pacarnya, tapi Intan sahabat yang baik untuknya, sahabat terbaik bahkan.

Intan tidak pernah menyuruhnya untuk putus dengan Ari, sahabatnya itu begitu menghargai dan mendukung setiap keputusan yang diambil Winda. Ya, mereka bersahabat swjak duduk di sekolah menengah pertama, tapi untuk hal pribadi mereka tidak turut campur jika tidak diminta.

Sepuluh menit berlalu mereka beranjak pergi karena telah selesai makan, saat mereka berbalik ke arah pintu keluar kantin. Winda melihat Ari makan bersama beberapa perawat wanita di meja pojok kantin, kedua mata mereka saling bertemu untuk beberapa detik, tapi kemudian Ari berpaling seperti tidak perduli. Baru selangkah Winda hendak mendekat ke arah Ari, Intan memegang lengan menahan Winda untuk niatnya itu.

Intan menujuk ke arah jam ditanganya, menyadarkan Winda untuk segera kembali bekerja.

Di meja pojok kantin, dalam hati Ari sangat yakin Winda akan menghampirinya.Namun, seketika keyakinanya itu runtuh, dia sedikit kecewa sekarang Winda mulai susah di kendalikan olehnya.

Ari merasa siasatnya sekarang sudah tidak mempan. Ari mulai berfikir mencari cara agar Winda kembali sebagai boneka yang menuruti setiap keinginannya namun dia tidak ingin terlihat mengemis ngemis cinta. Gengsi Ari memang setinggi gunung.

***

Ruang perawat VIP, Winda kembali ke ruangan setelah selesai makan. Beberapa perawat sibuk membuat dokumentasi keperawatan, entry data dan ada juga yang ngemil sambil bergosip.

Perawat Risa, wanita sok cantik dan biang gosip itu sedang menceritakan pasien kamar vip nomor satu. Bukan pasien yang baru datang tapi pasien lama yaitu Tuan Luis.

Dia bercerita begitu mengagumi pasien tersebut, bahkan membenarkan gosip yang ada bahwa dialah perawat yang disukai Tuan Luis.

Bukan sengaja Winda ingin mendengarkan gosip, tapi dia sedang menyiapkan obat injeksi di meja persis sebelah perawat Risa yang lagi bergosip dengan salah satu perawat. Mereka berbicara sambil sesekali berbisik dan tertawa kecil. Telinga Winda yang tidak biasanya digunakannya untuk mendengarkan orang bergosip diselamatkan oleh seorang perawat yang tiba-tiba mencolek pundaknya.

"Nda, kamu dipanggil kepala perawat tuh di ruangannya" kata salah seorang perawat.

"Ya, aku kesana. Terima kasih" jawab Winda.

Winda menuju ke ruang kepala perawat, dia mengetuk pintu dan memberi salam sebelum di izinkan masuk.

Winda masuk setelah di suruh orang yang di dalam dan dipersilakan duduk. Dalam hati Winda merasa was-was, coba mengingat-ingat apa dia telah melakukan kesalahan.

Kepala perawat terkenal sebagai orang yang berdisiplin tinggi, tegas, dan tidak suka di bantah. Tapi aslinya baik hati.

"Santai saja, tidak usah tegang" ucap kepala perawat mencairkan suasana.

"Hemm iya, bu" jawab Winda kaku.

"Winda, Saya memanggil kamu kesini untuk menyampaikan sesuatu, mulai besok kamu tidak perlu datang ke bangsal VIP lagi" ucap kepala perawat dengan tegas.

Kenapa? Kenapa aku tidak boleh ke bangsal vip lagi? Apa aku telah berbuat kesalahan? Astaga, tapi kesalahan apa yang telah aku perbuat? pikir Winda dalam hati. Apakah ini ada hubunganya dengan pasien jahil itu? Batin Winda.

"Karena ...." Kepala perawat sengaja menggantung ucapannya.

Ah apa yang mau disampaikan oleh kepala perawat? Jangan-jangan ...

avataravatar
Next chapter