45 Ketabahan Lisa diuji

Lisa tersungkur ke belakang, untung tempat yang sedang dia duduki ada sandarannya kalau tidak pasti sudah jatuh kelantai. Badannya lemas mendengar penjelasan dr.Faisal.

Segera dia menata emosinya, Lisa duduk tegap lagi..coba menampilkan gaya tubuhnya sep3rti biasanya, tegap, elegan namun tegas.

"Berapa lama Luis akan bertahan dokter?" Lisa berkata dengan gemetar, dia berusaha kuat untuk tidak membiarkan air mata yang mulai menggenang di pelupuk matanya sampai jatuh dari tempatnya.

"Tergantung dari tubuh Saudara Luis itu sendiri untuk bertahan hidup, berdoa saja semoga keajaiban datang".

"Apa ada yang bisa kita lakukan dokter?".

"Operasi guna menghentikan perdarahan, tapi ini juga akan beresiko tinggi, tingkat keberhasilanya lima puluh persen, tapi jika gagal pasien akan lumpuh seumur hidup sebab lokasi perdarahannya dekat dengan saraf gerak".

Lisa tidak mampu lagi menahan air matanya yang telah mengalir melalui pipinya. Ya Tuhan..bermurah hatilah..kasihani hamba, jangan biarkan hamba sendirian dengan mengambil adik hamba. Hamba sudah cukup merasakan kehilangan kedua orang tua hamba. Lisa mulai memohon dalam hati.

Lisa tertunduk, air matanya terus menetes dan kedua tanganya saling menggenggam di atas pangkuannya.

Di ruang VIP 7A,

Winda sedang menyuapi Luis, kak Lisa masuk ke kamar Luis dengan gontai, kemudian dia sadar bahwa masih ada Winda di samping adiknya, wanita yang sangat di cintai Luis. Sesaat pikiran Lisa melayang memikirkan nasib adiknya, baru saja dia mulai bahagia setelah kepergian kedua orang tuanya, menemukan warna dalam hidupnya yaitu cinta. Tapi sekarang malah diberi cobaan seberat ini...

Air mata Lisa akan terurai lagi jika tidak di sadarkan oleh suara adiknya, "Kakak baru datang?" Luis melihat ke arah jam dinding.

Lisa segera menata hatinya dan berjalan mendekati adiknya di sisi lain bed pasien. Lisa memeluk adiknya dengan kuat dan cukup lama seakan memberikan kekuatan untuk bertahan.

Luis menjadi binggung dengan tingkah kakaknya yang tiba - tiba menjadi aneh, "Kakak kenapa?" tanya Luis khawatir.

"Ah..tidak apa - apa" ucap Lisa sambil melepas pelukannya. "Hanya merindukanmu..perhatian Winda ke kamu membuatku cemburu, kakak menjadi tidak berguna jika sudah ada Winda di sampingmu".

"Kakak jangan bilang gitu...kalian berdua sama - sama penting untukku".

"Iya..iya kakak tahu".

Winda hanya tersenyum melihat tingkah kedua adik beradik ini. Dia juga merasa sangat senang bisa menjadi bagian dari kebahagiaan mereka. Yah..Winda bisa mendapatkan kekasih hati yang super bikin dia bahagia dan sekaligus kakak perempuan, hidupnya menjadi lebih berwarna karena selama ini dia menjadi prioritas di keluarganya tanpa belajar mengalah dan berbagi perhatian. Ternyata berbagi itu menyenangkan karena kita tidak akan dirugikan malah akan mendapatkan keuntungan berlipat ganda.

"Ehm..Winda, kapan kamu rencana mau pulang Indonesia?" tanya kak Lisa.

"Siang ini kak"

"Kenapa buru - buru? Aku masih membutuhkanmu" Luis protes, namun kak Lisa melihat tajam ke mata Luis seperti mengisyaratkan Luis untuk tidak egois, Winda juga punya kesibukan lain yang harus dikerjakan.

"Ehm..maksudku setidaknya besok pagi saja baru pulang, temani aku satu hari lagi, please" Luis mengoreksi kalimatnya.

"Ha..ha..ha..baiklah" Winda tertawa kecil melihat ekspresi wajah Luis yang memelas seperti anak kecil yang minta permen.

"Sebaiknya kamu pergi sarapan dulu di kantin sekalian hirup udara segar, biar kakak yang menemani Luis" kak Lisa berkata pada Winda.

Luis nampak keberatan, namun berbeda dengan Winda yang ingin memberikan waktu berdua kak Lisa dengan Luis, mungkin ada hal penting yang perlu mereka bicarakan. "Iya kak, aku ke kantin dulu" Winda melemparkan senyum ke Luis.

Lisa duduk di tepi bed pasien adiknya setelah Winda keluar dari ruangan tersebut, memegang tangan adiknya dan menatapnya dengan sayu. Mata kak Lisa mulai berkaca - kaca.

"Luis, kakak tadi bertemu dr.Faisal dan beliau menjelaskan kondisi medismu saat ini, beliau bercerita... "

Kak Lisa mengungkapkan semuanya ke Luis, bagaimana pun juga adiknya berhak tau agar bisa mengambil keputusan secepatnya dan menyiapkan dirinya pada kondisi yang terburuk.

"Jadi bagaimana menurutmu? Apa kamu bersedia di operasi?" Lisa bertanya.

"Aku perlu waktu untuk berpikir dan menimbang resiko yang mungkin terjadi" sikap Luos tetap tenang, dia menyembunyikan ketakutannya tentang kondisi kesehatannya dan kegalauanya atas perasaan kekasihnya jika tahu tentang berita ini secara rapi di dalam hati, Luis juga tidak mahu membuat kak Lisa semakin sedih. Luis tahu persis perasaan kakaknya sekarang.

"Apakah kamu akan memberitahu Winda?" Kak Lisa merasa iba.

"Entahlah kak, aku sendiri pun tidak tahu sebaiknya harus bagaimana". Luis jauh menerawang ke depan.

"Baik, ku serahkan padamu, kakak akan tetap merahasiakannya hingga kamu menyuruh kakak untuk buka mulut.

"Terima kasih kak".

"Ohya, kakak teringat satu lagi, kakak minta ijin untuk memberi pelajaran ke Lusi, gadis itu sungguh tidak tahu etika" Lisa nampak geram.

"Tidak perlu kak, jangan memperpanjang masalah. Bagaimanapun juga Lusi temanku dari kecil". Luis menyurutkan emosi kakaknya.

"Tapi dia sungguh keterlaluan, kakak ingin menjambak rambutnya karena terus mengganggumu, dia sungguh egois. Sejak kecil dia selalu membuntutimu, bahkan kakakmu sendiri dicemburui olehnya. Apa kamu tidak risih? kakak saja merasa tidak tahan melihatnya!" Kak Lisa terus ngomel - ngomel, tapi Luis malah tertawa.

"Apa?? heh..kamu malah menertawakanku" kak Lisa tambah kesal.

avataravatar
Next chapter