48 kamu yang ku sayang

Sebuah gerbang besar dengan penjagaan oleh pria - pria berbadan besar dan otot - otot kokoh menyembul disetiap tubuhnya berdiri tegap bertebaran di sana sini, masih ada jalan beberapa meter dari pintu gerbang menuju rumah besar itu. Halaman luas ditumbuhi rumput hijau yang terawat, bunga mawar dan anggrek bermekaran di mana - mana indah berwarna-warni.Ada air mancur melingkar di depan rumah besar itu, bergaya arsitektur barat klasik dan mewah. Beberapa mobil mewah terparkir rapi di sudut samping rumah.

Winda merasa sedikit heran sebab mobil mewah yang terparkir di dalam terlihat lebih banyak dari biasanya, bahkan beberapa diantarannya berplat nomer luar kota.

Ruang tamu di depannya yang cukup luas nampak penuh ramai dengan orang, Winda mulai berjalan menuju tempat tersebut namun Niko mengarahkan Winda langsung naik ke lantai dua ruang khusus untuk menerima tamu tamu penting dan kerabat dekat keluarga Adijaya.

"Nik, ada apa gerangan?kenapa begitu ramai orang di ruang tamu, dari mobil yang berjejer rapi di halaman pasti bukan sembarangan orang yang sedang berada di ruang tamu tersebut".

Winda bertanya karena penasaran, meskipun orang orang penting yang berdatangan namun Winda tetap merasa heran sebab Keluarga Adijaya yang terkenal dari keluarga terpandang dan sangat berpengaruh di Yogyakarta, membuat keluarga ini sulit untuk ditemui jika bukan atas kehendak si tuan rumah.

"Mereka adalah orang - orang dari kalangan relasi bisnis keluarga Adijaya, pastilah nona Winda sudah bisa menebak maksud kedatangan mereka disini".

Niko menjawab dengan pantas namun bukan jawaban itu yang sebenarnya ingin di dengar oleh Winda, tapi Winda tidak mau terlalu ambil pusing dia berjalan mengekori langkah tegap Niko.

Niko sebenarnya pria yang lumayan tampan, tinggi, gagah dan sopan. Jika dia dari keluarga yang berada mungkin dia bisa menjadi salah satu pesaing Luis.

Niko mendekati sosok wanita yang tengah duduk di sofa membelakangi arah kedatangan Niko dan Winda. Badan Niko sedikit membungkuk dan membisikkan seauatu.

"Nyonya, nona Winda sudah tiba".

Wanita tersebut nampak mengusap wajahnya sebelum kemudian dia berdiri dan berbalik menghampiri Winda, wajahnya begitu berbeda dari biasanya, kak Lisa...ya wanita di depanya adalah kak Lisa yang menjadi salah satu wanita idola Winda..wanita yang selalu nampak tegas, bersahaja namun baik hati dan penyayang.

Winda menjadi sangat iba melihat wajah kak Lisa yang tetap cantik meski riasanya mulai memudar.

"Winda.." Kak Lisa menghambur ke pelukan Winda, dia tak mampu lagi menahan perasaannya.

Winda membalas memeluk kak Lisa yang sudah seperti kakaknya sendiri. Winda begitu senang mendapatkan kasih sayang seorang kakak dari kak Lisa.

"iya kak, Winda disini..maaf baru bisa datang jam segini" Winda merasa tidak enak hati.

"Terima kasih sudah datang, ayo masuk...Luis sudah menunggu di dalam" Kak Lisa yang mulai berkaca - kaca merangkul Winda menuju kamar Luis.

"iya kak"

"Kamu tau, aku sangat menyayangi Luis? dan kini besarnya rasa sayangku itu juga sama ke kamu Winda..kamu harus selalu ingat..sampai kapanpun dan apa pun yang terjadi, aku akan tetap jadi kakakmu. Apa kamu mau berjanji untukku?" kak Lisa menatap Winda dengan penuh harap.

"Tentu kak Lisa, Winda janji" kata Winda mantap.

"Terima kasih sayang" Lisa membelai sayang rambut Winda yang tergerai lurus.

"Tidak kak Lisa, Aku yang seharusnya berterima kasih karena kak Lisa telah menyayangiku seperti adik kandung sendiri" mata Winda mulai berkaca - kaca, kak Lisa membalas dengan senyuman.

Niko membukakan pintu kamar Luis, Lisa masih merangkul Winda di sisinya. "Winda.." Lisa memandang Winda dari samping, nampak begitu banyak kekhawatiran.

"iya Kak?"

"Kamu harus kuat ya..bagaimana pun keadaan Luis sekarang" Lisa sedikit bergetar mengucapkan kalimatnya.

Winda seperti tau apa yang akan dimaksud kak Lisa, "Kak..jangan khawatir, aku begitu mencintai Luis, dia pria yang tak mudah untuk diabaikan keberadaanya" Winda menggenggam tangan kak Lisa, membagi kekuatan.

Sejujurnya hati Winda sedikit was - was menghadapi sikap kak Lisa yang tidak seperti biasa, kenapa wanita yang biasanya begitu tegar di matanya kini nampak begitu rapuh. Ah..mungkin karena dia sedih memikirkan kondisi kesehatan adiknya sehingga sebagian raganya nampak layu.

"Lihat...siapa yang datang..kakak membawa Winda.." suara Kak Lisa bergetar.

"Sayang..bagaimana keadaanmu?" Winda berjalan mendekati Luis yang terbaring di tempat tidurnya.

"Sayaang..." Winda duduk di tepi ranjang memandang wajah Luis yang nampak sangat pucat.

"Maaf..aku baru datang selarut ini..kamu pasti lelah menungguku ya? maaf telah membuatmu menunggu.." hati Winda tersayat - sayat melihat kondisi kekasihnya itu.

"Sayang.." Winda meraih tangan Luis dan menggenggamnya, betapa terkejutnya Winda..tangan Luis begitu dingin. Winda menoleh ke arah kak Lisa meminta pendapat, namun Lisa hanya terdiam berdiri mematung.

Winda memandang sayu wajah kekasihnya, memegang dadanya kemudian mengusap pipinya hingga berhenti di leher. Cukup lama Winda mematung di posisinya. Air matanya seperti akan tumpah..dia buru - buru menata perasaannya. Menyeka air matanya yang telah membasahi pipi.

"Sayang..aku akan menunggu...kamu istirahatlah..aku akan menunggumu hingga pagi menjelang..kamu akan terbangun..ya..terbangun dan wajahku yang pertama kali akan kamu lihat.."

Air mata Winda tidak tertahan lagi..begitu deras mengalir, sehingga dia mengutuk dirinya sendiri yang tak mampu mengendalikan air terjun di pipinya.

"Winda.."kak Lisa tidak mau kalah dan meneteskan air mata.

"Kak..ijinkan aku berada di samping Luis.."

"Kendalikan perasaan kamu sayang, hapus air mata kamu..Luis tidak akan suka jika melihatnya.." kak Lisa coba menenangkan Winda namun dia sendiri tidak mampu menghentikan air matanya sendiri.

Niko menundukkan kepalanya dan diam - diam mulai meneteskan air mata, tidak mampu melihat pemandangan haru di depannya.

Winda menggenggam erat tangan Luis, "kamu yang aku sayang...teramat sangat aku sayang..." Winda mengecup tangan Luis dengan penuh rasa sayang. Pria gagah dan tampan untuknya kini sedang terbaring lemah di hadapannya, begitu menyayat perasaanya.

avataravatar
Next chapter