17 Perintisan Bisnis Jelita

"Kak Lita! Selama kamu bisa melihatku, mulai sekarang, Ivar Gavaru hanya akan menjaga Kak Lita!" Setelah Ivar Gavaru menyentuh semua senjata, dia dengan enggan memasukkannya ke dalam tasnya, lalu dengan hati-hati mengambilnya dan berdiri.

"Kalau begitu, setialah pada Jelita Wiratama" ucap Jelita Wiratama dengan tegas.

Jelita Wiratama tertawa gembira, menepuk meja dengan satu tangan, dan berkata, "Oke! Dalam hal ini, organisasi "Zelita" kita secara resmi didirikan hari ini. Kita hanya menyediakan senjata untuk negara asing dengan keuntungan besar, tetapi kita tidak boleh berpartisipasi di Negara penjahat!"

Ivar Gavaru memandang Jelita Wiratama dengan tatapan serius. Di rumah bata sederhana yang terlantar ini, wajah cantik namun kekanak-kanakan dari gadis itu bersinar, terlihat mulia sekaligus tegas.

"Kak Lita!" Ivar Gavaru tidak bisa menahan diri untuk tidak memanggilnya dengan wajah bersemangat. "Yakinlah, meskipun 'Zelita' awalnya hanya kamu dan aku, percayalah, dalam waktu dekat, aku akan memberimu 'Zelita' yang besar dan menarik perhatian!"

Kata-kata ini bukanlah kata-kata yang arogan, dalam waktu dekat nama Ivar Gavaru akan benar-benar bergema di seluruh dunia.

Pada saat itu, Ivar Gavaru sangat bersyukur bertemu dengan Jelita Wiratama, lalu dipercaya dan dihargai olehnya, hingga akhirnya menciptakan sejarah dengan mendirikan Zelita.

"Aku percaya padamu." Ucap Jelita Wiratama dengan lembut, tapi dengan penegasan yang tidak perlu dipertanyakan lagi.

Sejak pertama kali dia melihat Ivar Gavaru, Jelita Wiratama berpikir tentang bagaimana cara untuk merekrut dan bekerja sama dengannya. Setelah menemuinya, dia mengetahui bahwa meskipun Ivar Gavaru adalah bajingan kecil kekar, tapi pemikirannya sangat terbuka. Dia bisa hidup beradaptasi di lingkungan mana pun. Kejatuhannya saat ini hanya karena dia tidak menemukan kesempatan yang bagus, tapi begitu diasah, kemampuannya akan sangat mudah berubah.

Jelita Wiratama memiliki banyak karir di masa depan yang tidak dapat ditampilkan untuk saat ini, dan yang terbaik dari semua itu adalah Ivar Gavaru lah yang menjadi juru bicaranya.

Keduanya duduk bersama dan berbicara selama hampir empat jam, dan keputusan awal mereka yaitu Ivar Gavaru harus maju untuk mengumpulkan beberapa bakat potensial, lalu mengirim mereka ke kamp pelatihan militer untuk, setelah itu mereka akan ditempatkan di seluruh Asia Tenggara.

Mengenai tes kepribadian orang-orang ini, Ivar Gavaru bertanggung jawab sepenuhnya. Dia sering mempelajari tentang kepribadian orang-orang disekitarnya, maka untuk melakukan hal-hal ini sangatlah mudah baginya.

Dan Jelita Wiratama bertugas menyediakan senjata dan peralatan, untuk didistribusikan oleh Zelita ke luar negeri. Mereka tidak terlibat dalam kepentingan negara-negara lain yang membeli senjata padanya, jadi tidak perlu khawatir tentang seluk-beluk kekuatan negara-negara tersebut. Mereka hanya perlu menyediakan senjata untuk mendapatkan keuntungan.

Tentu semua ini tidak sesederhana yang dikatakan, untuk mengembangkannya perlu dilakukan langkah demi langkah.

"Ngomong-ngomong, kamu masih perlu melakukan sesuatu yang lebih penting sekarang." Saat itu, mata Jelita Wiratama sayu, terdapat senyum dingin dari sudut mulutnya. "Ingatkah saat aku memberitahumu bahwa Nina Halim, putri Arman Halim, akan berhubungan denganmu di masa depan?"

"Kak Lita, kamu, apa yang ingin kamu katakan?" Ivar Gavaru gemetar saat melihat mata Jelita Wiratama, dan seluruh tubuhnya tiba-tiba menjadi sakit.

Kak Lita tidak ingin dia mengabdikan hidupnya!

Dia telah menyembunyikan kesalahannya selama lebih dari 20 tahun, apakah itu akan berakhir hari ini?

Melihat ke arah ransel yang penuh dengan harta di atas meja, dia mengepalkan tangannya dan mengertakkan giginya, benar-benar seperti orang kuat.

"Aku yakin kamu memiliki pemahaman yang jelas tentang hal-hal yang berhubungan denganku dalam beberapa hari terakhir. Maka dari itu kamu juga harus tahu apa yang terjadi pada Nina Halim." Jelita Wiratama memandangnya dengan bercanda dan berhenti untuk waktu yang lama sebelum melanjutkan. .

"Aku mendengar bahwa Nina Halim bunuh diri. Sejauh yang kutahu tentang dia, meskipun dia masih muda, dia memiliki pemikiran yang rasional. Sangat tidak mungkin baginya untuk bunuh diri karena hal seperti itu. Jadi sepertinya ini hal yang direncanakan pihak lain, dan, aku yakin akan ada langkah selanjutnya."

"Tapi jangan khawatir, aku akan memperhatikan keberadaan orang ini, dan melaporkan kejanggalan yang ada." Ivar Gavaru menghela nafas lega dan berkata dengan mantap.

Jelita Wiratama mengeluarkan ponsel lipat hitam kecil yang bagus dari sakunya, melemparkannya ke atas meja lalu berkata, "Ini adalah ponsel terbaru yang ada di pasaran, dan nomorku sudah tersimpan di dalamnya. Aku tidak membutuhkanmu untuk melacak Nina Halim. Tugasmu yaitu untuk mendekatinya dan mengungkapkan identitasmu dalam keadaan yang sesuai. Yang terbaik adalah membuatnya merasa bahwa kamu dapat digunakan olehnya dan membantunya mengatasi kesulitan ini."

"Aku ingin dia jatuh ke tanah dengan keras ketika dia mengira dia berdiri di tempat yang tinggi."

Jelita Wiratama berkata dengan tenang, matanya terlihat galak.

Nina Halim jelas merupakan lawan yang pintar, dia cukup kejam, jika dia dibiarkan begitu saja, akan dapat menyebabkan banyak masalah bagi Jelita Wiratama. Sayang sekali dia sekarang bertemu dengan Jelita Wiratama 18 tahun kemudian.

Adapun keluarga Pramudya, dia percaya bahwa seseorang akan menanganinya lebih baik darinya.

Pada awalnya Jelita Wiratama bertanya-tanya tentang jumlah seleksi khusus untuk Kelas Junior Universitas Indonesia, kemudian dia memikirkan nama belakang wakil gubernur yang bertanggung jawab atas pendidikan dan ekonomi, yaitu Daniswara, lika-liku perjalanan akan terlihat jelas.

Tentu saja, permasalahan Wiratama belum semuanya terselesaikan.

Tapi untuk keluarga Wiratama hari ini, jalan masih panjang. Mereka akan menghadapi lebih banyak krisis, dan tidak mungkin mencegah semuanya sebelum terjadi. Lagipula, kelahirannya kembali tidak bisa hanya sekedar balas dendam, dia tidak bisa membiarkan hatinya dipenuhi dengan kebencian, ada banyak hal yang lebih penting.

Oleh karena itu, mereka yang selalu mencari masalah terhadap keluarga Wiratama, silakan datang!

Dia bukan lagi gadis yang bingung saat itu.

Setelah Jelita Wiratama menjelaskan semuanya kepada Ivar Gavaru, dia kembali ke sekolah.

Saat itu pukul tiga sore, dan pesta kelulusan sedang berlangsung. Beberapa orang akan melanjutkan ke sekolah menengah atas, beberapa akan pergi ke kabupaten, dan beberapa akan mengakhiri studi mereka. Terlepas dari pilihannya, itu artinya siswa yang sudah bersama selama tiga tahun akan jarang bertemu lagi.

Setelah bertahun-tahun, teman sekelas di masa depan mungkin berlalu begitu saja dan mungkin tidak saling mengenal. Terlepas dari apakah hubungan antara semua orang baik atau buruk, saat ini, hati setiap orang sedang tertekan dengan kesedihan.

Ketika Jelita Wiratama, yang tiba malam itu, bergegas ke ruang kelas, dia melihat hampir semua orang menangis. Meskipun dia memiliki daya ingat yang sangat lemah terhadap teman sekelasnya karena kelahirannya kembali, dia ikut merasakan sedikit kesedihan di hatinya saat ini.

"Jelita Wiratama!" Tiba-tiba seseorang menepuk pundaknya dengan keras, dan Jelita Wiratama menoleh secara refleks, menatap tajam ke arah orang tersebut.

"Ya!" Seseorang itu adalah gadis kecil dengan kulit putih dan halus seperti bayi, menatap kosong dengan mata bulat besarnya. Dia seharusnya ketakutan oleh reaksi Jelita Wiratama.

"Oh, ya ada apa?" ​​Meskipun dia tidak bisa mengingat nama orang itu, tapi melihat wajah gadis kecil itu, Jelita Wiratama menarik tatapan tajamnya, dan berkata dengan nada yang sangat sopan.

"Jelita, apa kamu tidak ingat aku?" Melihat ekspresi Jelita Wiratama yang begitu dingin, mata gadis kecil itu tebelalak.

Melihat air matanya seperti akan keluar, Jelita Wiratama menggelengkan kepalanya dengan cepat dengan ekspresi menyesal.

"Kamu, kamu, oke! Jika kamu tidak mengingatku, tidak apa-apa. Ngomong-ngomong, aku buru-buru datang menemuimu!" Gadis kecil itu sepertinya memikirkan sesuatu, dan menarik kembali air matanya. Kemudian dia menarik Jelita Wiratama, dan segera berlari keluar dari koridor.

"Jelita, lihatlah benda-benda di lukisan ini, apa kamu tahu?"

avataravatar
Next chapter