webnovel

1. Pembuangan Mayat

"Lo yakin mau di sini?" tanya seorang pria berbadan kekar, rokok ditangannya mengepul mengeluarkan asap.

"Yakin, arus sungai lagi deras. Kita dorong aja mobilnya, buat seolah-olah ini kecelakaan," kata pria dengan badan sedikit tambun.

"Mana bisa bro! Dari jejak mobil juga polisi bisa tahu."

"Udahlah, lo ikutan aja apa yang gue bilang. Urusan polisi belakangan, sekarang yang penting. Dia kita lenyapkan dulu, kalau dia hidup, kita bisa habis!"

"Yaudah, usahakan nggak ada barang bukti apapun. Gue nggak mau urusan sama polisi, apalagi terlibat pembunuhan berencana.",

"Aman, bokap gue punya kenalan di wereng cokelat. Kita aman bro, asal kuat duit."

"Ya udah, buruan dorong mobilnya. Sebelum ada orang liat. Sumpah, gue nyesel banget ikut lo malam ini. Tahu gini gue mending tidur!" Pria kekar membuang puntung rokok dan menginjaknya kuat-kuat.

"Ah, udah nggak usah banyak omong!" seru pria berbadan tambun.

Pria berbadan tambun membuka pintu belakang mobil, lalu memindahkan tubuh seorang wanita ke kursi kemudi. Setelah membuat wanita itu duduk sambil memegang kemudi. Kedua pria itu melap setiap pintu mobil dengan kanebo dan tisue basah untuk menghilangkan sidik jari.

Byuuurr!

Mobil Avanza hitam meluncur bebas dari atas jembatan ke dalam sungai. Setelah melihat mobil itu terbawa arus sungai. Kedua pria segera memasuki mobil yang satunya dan pergi meninggalkan jembatan. Sementara wanita yang berada di dalam mobil, tetap tidak sadarkan diri walaupun mobil mulai tenggelam.

*

Ciliwung.

Tim SAR dan Basarnas sedang menyusuri sungai Ciliwung, saat ini mereka sedang mencari seorang aktris bernama Leonida. Aktris yang tengah berada di puncak karirnya itu dikabarkan menghilang sejak dua hari lalu. Melihat jejak mobil yang masuk ke sungai, diduga Leonida mengalami kecelakaan.

Sampai saat ini jasadnya masih belum ditemukan, sementara bangkai mobilnya sudah diangkat dari sungai. Letak mobil berada sekitar dua kilo meter dari jembatan. Tim SAR dan Basarnas masih berupaya mencari jasad sang aktris.

"Pak Hilman, sepertinya ini ada hubungannya dengan hal mistis," kata Jojo, seorang relawan yang sedang beristirahat di pinggiran sungai. Pak Hilman merupakan ketua tim pencarian saat ini.

"Iya, sepertinya kamu benar. Karena kita sudah bolak balik mencari. Jasadnya masih belum ditemukan juga," sahut Pak Hilman lalu menenggak kopi di cup plastik yang dipegangnya.

"Kenapa tidak dari kemarin kita tanya orang pintar atau mungkin seorang kuncen, Pak?"

"Kredibilitas kerja kita akan dipertanyakan, Jo. Selagi bisa berusaha, jangan mengandalkan penglihatan mereka."

"Iya juga sih, Pak. Tapi kasihan juga, mungkin saja sudah jadi mayat dan mengambang ke mana-mana."

"Semoga saja tidak, kita doakan dia selamat."

"Iya, tapi melihat mobil yang ringsek dan arus sungai yang deras. Saya tidak yakin, Pak."

Pak Hilman tersenyum tipis, ia mengerti apa yang Jojo rasakan. Relawan satu itu belum beristirahat sejak pencarian Leonida di mulai. Doa dan acara keagamaan sudah dilakukan keluarga juga penggemar. Dengan harapan Leonida masih hidup saat ini.

"Permisi, Pak." Seorang gadis dengan penampilan tomboy, di lehernya berkalung syal warna ungu, datang menghampiri Pak Hilman dan Jojo.

"Iya, ada apa Mbak? Eh, Neng?" sahut Pak Hilman menoleh ke belakang.

"Saya ingin menyampaikan sesuatu, Pak," ucap gadis itu, wajahnya nampak takut-takut.

"Ada apa?" tanya Pak Hilman.

"Dia ada dibalik rumpun bambu. Sudah mengambang tanpa pakaian. Saya sarankan kalian segera membawa kantung mayat. Jangan sampai media tahu keadaan jasadnya," jawab si gadis, tangannya mengusap kening yang bercucuran keringat. Kepalanya tertunduk dalam, tidak berani menatap Pak Hilman.

"Rumpun bambu di mana, Mbak? Di sini banyak pohon bambu," sahut Jojo bertanya.

"Tidak jauh dari sini, silahkan lanjutkan pencarian. Jangan lupa membaca doa, minta bantuan pada Yang Maha Kuasa. Saya permisi." Gadis dengan syal warna ungu itu berbalik meninggalkan tempat.

Pak Hilman dan Jojo masih berdiri menatap kepergian sang gadis. Mereka saling melempar pandangan keheranan.

"Ayo Pak, kita ke sana," ajak Jojo.

"Bisa jadi dia asal bicara Jo, gadis yang aneh," sahut Pak Hilman.

"Tapi tidak ada salahnya menuruti petunjuk gadis itu. Daripada kita terus meraba-raba."

Pak Hilman menghela napas panjang, ide Jojo tidak terlalu buruk. Mereka menghabiskan kopi, lalu beranjak mengajak yang lain untuk terus maju. Sesuai petunjuk gadis itu, sesosok jasad mengambang di bawah rumpun bambu.

Tim SAR langsung memacu perahu karetnya menghampiri jasad tersebut. Ketika posisi jasad dibalikkan, mereka terkejut melihat kondisi jenazah Leonida. Satu matanya hilang, seluruh tubuh membengkak, dan robek di bagian belahan kaki atas sampai bawah.

Mereka langsung memasukkan jasad Leonida ke dalam kantung mayat. Tidak ada yang berani memotret mayat yang begitu memilukan. Mereka yang tahu fisik Leonida ketika masih hidup, tidak akan percaya melihat jasadnya saat ini.

*

Berita kehilangan Leonida cepat menyebar di tanah air. Bukan hanya melalui televisi saja, berita online pun ramai membicarakan sang aktris. Sebelum jasadnya ditemukan, mereka masih berharap Leonida selamat dari kecelakaan dan berhasil keluar dari mobil.

Namun, ketika kabar dari Tim SAR yang mengabarkan kematian sang aktris. Para penggemarnya menangis pilu, duka cita mendalam dirasakan oleh semua pihak. Ucapan bela sungkawa ramai memenuhi beranda media berlogo burung dan biru.

Sore hari jenazah tiba di rumah duka. Kedatangan peti jenazah disambut dengan isak tangis keluarga. Pak Darma, ayahnya Leonida langsung pingsan begitu ambulance dibuka dan memperlihatkan peti jenazah. Petugas menyimpan peti di ruangan yang telah disediakan.

"Tidak, tidak mungkin Leonida meninggal. Ini semua mimpi, ini cuma mimpi! Nidaaaa, kenapa jadi begini Nak," jerit Bu Vierna menelungkupkan tangannya di peti jenazah.

"Bu, jangan seperti ini, malu dilihat orang," bisik Cindywita, manager Leonida.

"Ini bukan Leonida! Ini pasti orang lain!" seru Bu Vierna.

"Ada media di mana-mana, Bu. Tolong jaga image keluarga."

"Aku tidak peduli! Aku sangat sedih, Wita!" bentak Bu Vierna.

"Bu, ini akting atau asli sih? Saya bingung melihatnya?" tanya Cindywita berbisik pada Bu Vierna. Posisinya memeluk ibu tiri Leonida tersebut.

"Aku benar-benar sedih, Wita. Sedih, karena kehilangan sumber uangku," jawab Bu Vierna berbisik sambil terisak.

"Astaga, aku kira betulan," sahut Cindywita.

"Kamu juga pura-pura nangis dong. Apalagi kamu managernya, kalau kamu tidak nangis. Apa kata media nantinya."

"Tidak, saya harus jaga image. Mata saya sudah sembab saja itu cukup."

"Terserah kamu, aku mau lanjutkan tangisanku. Nidaaa, kenapa Nak, kamu ini tinggalin kami. Kami semua sayang kamu loh huhhuhu." Bu Vierna meneruskan sandiwaranya.

Cindywita mundur menjauhi Bu Vierna. Wanita itu berdiri di depan pintu menyambut tamu yang datang untuk takziyah. Matanya berpendar mencari sosok David, kekasih Leonida yang belum menampakkan batang hidungnya.

Next chapter