webnovel

Bab 5 Tertinggal di Mall

"Mama, Papa. Kalian dimana?" Aku berteriak mencari keberadaan mereka. Saat ditoilet tadi, memang agak lama. Karena, semua toilet dipakai, jadi aku harus menunggu cukup lama.

Tadi mereka masih ada disini, tapi mengapa sekarang tak ada? Kemana mereka? Apa iya, mereka meninggalkan aku disini? Apa mereka lupa kalau aku masih ditempat ini? Aku tak tau harus berbuat apa. Tak ada satu orang pun yang ku kenal ditempat ini, adakah seseorang yang bisa membawaku menemukan kedua orang tuaku. Apakah mereka sudah pulang? Atau hanya sekedar mengajak Gavriel dan Viola bermain ditempat bermain. Dan akan kembali sebentar lagi?

Ya Tuhan...mengapa nasibku begitu menyedihkan. Mereka seakan lupa kalau anaknya masih ada di Mall ini, bagaimana caranya aku pulang. Aku tak tau jalan, dan aku tak tau harus menghubungi siapa. Aku terus menunggu, tepat dimeja kami berkumpul tadi. Berharap Papa dan Mama akan datang menjemputku.

Orang-orang melihatku dengan tatapan iba, karena aku hanya seorang diri disana. Seperti anak yang tak memiliki orang tua, nasibku tak lebih baik dari anak yatim. Meski terlahir dalam keluarga kaya dan berkecukupan.

Hari mulai sore, dan tempat ini sudah semakin sepi pengunjung. Namun, tetap saja. Tak ku temui Papa dan Mama datang menjemputku, benarkah mereka sudah pulang? Dan meninggalkan aku sendirian disini. Aku takut, jika sampai malam nanti tak ada juga orang menjemputku. Meskipun itu hanya Bi Ningsih atau pak Joko supir pribadi di rumahku.

Ku tundukkan wajahku diatas meja, melipat tangan dan menenggelamkan wajahku disana. Aku menangis sambil terisak mengingat kedua orang tuaku yang benar-benar telah membuangku. Membiarkan aku sendiri ditempat ini. Hingga pada akhirnya, ada suara seorang laki-laki dewasa mengagetkanku.

"Dek, kenapa menangis? Dimana orang tua Adek, mengapa hanya sendirian disini?" Pria itu memakai seragam Satpam berwarna putih, mungkinkah dia adalah Satpam di Mall ini?

"Aku bersama Papa dan Mamaku, Pak. Dan juga adikku, tadi aku ke toilet. Tapi, toiletnya antri. Jadi, aku menunggu agak lama. Saat aku kembali, ternyata Papa dan Mama sudah gak ada disini." Aku mengusap air mataku yang sejak tadi tak berhenti mengalir.

"Oh begitu, jadi Adek tertinggal di Mall ini? Adek hafal gak, sama nomor telpon orang tua Adek? Biar Bapak bantu hubungi, dan bisa menjemput Adek pulang." Satpam itu bertanya dengan sangat hati-hati padaku. Agar aku tak merasa panik dan takut, saat tak mengenal siapapun disini.

"Nggak, Pak. Aku gak tau! Hu...hu...hu... Aku takut, Pak. Malam nanti, aku tidur dimana?" Satpam itu melihatku penuh dengan rasa kasihan.

Bagaimana tidak, usiaku yang masih terlalu kecil untuk menemukan alamat serta nomor telpon Papa dan Mama, sangatlah tidak mudah. Aku hanya bisa terus berharap agar mereka segera mengingat, bahwa aku tertinggal di Mall yang lumayan cukup besar ini.

"Adek mau gak, kalau tidur ditempat Bapak malam ini? Di Pos Satpam sini. Jika sampai malam nanti, orang tua Adek belum juga datang. Besok Bapak akan antar Adek ke kantor Polisi, agar mereka bisa membantu Adek, mencari tempat tinggal orang tua Adek ya!"

"Iya, Pak. Mau."

***

Aku dan Satpam tadi berlalu dari dalam Mall, yang sebagian sudah ditutup oleh para penjaga toko. Tak pernah terbayangkan olehku, kalau aku akan tertinggal di tempat ini. Ku lihat sekeliling pos Satpam yang menagajakku tidur ditempatnya, hanya ada satu kasur yang diatasnya terdapat satu bantal dan guling yang mulai lapuk. Saking lamanya dipakai oleh si pemilik.

Tempat ini sungguh sangat berbeda dengan kamarku yang begitu nyaman. Kasur yang empuk, udara yang segar dan tidak gerah seperti disini. Aku hidup begitu nyaman di rumah, tapi tidak disini. Angin sepoi-sepoi dari celah lubang diatas pintu, serta dari celah jendela yang terbuka sedikit. Membuatku merasakan dingin yang teramat sangat, bahkan tak ada gorden yang menutupi jendela.

Suara adzan Maghrib berkumandang, menandakan malam telah tiba. Biasanya, Bi Ningsih aka menyiapkan perelngkapan untuk sholat Maghrib berjemaah di rumah. Tapi, kali ini tak ada siapapun disini. Sampai detik ini Papa dan Mama tak kunjung datang untuk mencariku atau menjemputku. Apakah mereka memang sengaja meninggalkan aku disini? Apakah mereka sudah tak ingin memiliki anak sepertiku? Tapi kenapa? Aku salah apa, apa karena Gavriel yang sering menangis karena ulahku?

Jika benar demikian, aku berjanji untuk berusaha tidak membuat dia menangis lagi. Asalkan mereka tidak membuangku seperti ini, aku akan selalu menjaga Gavriel dengan baik. Bahkan, aku rela melakukan apa saja agar hidup Gavriel bahagia. Meski aku yang harus dikorbankan.

"Aku lapar, Pa. Ma. Aku ingin makan ayam goreng masakan Mama, aku ingin minum susu sebelum aku tidur. Kalian dimana? Kenapa belum datang menjemputku," batinku dalam hati.

Satpam tadi pergi, untuk mengecek semua toko yang ada di Mall ini. Apakah sudah ditutup semua atau tidak. Dia berkata, bahwa jam 17.30 tempat ini harus sudah kosong, tanpa pengunjung. Lama sekali aku menunggu, hingga mulutku mulai menguap dan merasa ngantuk menunggu Satpam tadi datang.

Krek...

Suara pintu yang dibuka oleh seseorang dari luar ruangan. Suara kaki melangkah dan hendak memasuki pos Satpam, aku bangkit dari tidurku. Aku takut, yang datang bukan Satpam tadi. Melainkan maling atau perampok. Karena, aku belum mengenal tempat ini dengan baik, apalagi diwaktu malam seperti ini.

Dua orang laki-laki masuk kedalam ruangan. Satu adalah Satpam yang tadi membawaku, dan satunya lagi aku tak tau. Karena dia berpakaian seperti orang biasanya, tak memakai seragam.

"Loh, ini anak siapa, Man. Kok bisa ada disini?" Tanya laki-laki yang datang bersama Satpam itu, kala dia melihatku.

"Gak tau aku, To. Tadi ku temukan dia didalam Mall, sedang duduk sendirian sambil menangis. Saat ku tanya, Papa dan mamanya gak tau kemana. Dia pergi ke toilet, sedang banyak orang disana hingga ia harus antri. Kembalinya dari toilet, Papa mamanya sudah gak ada. Begitu katanya."

"Kasian ya! Bocah cilik kok dibiarkan ke toilet sendirian, bukan ditemani."

"Makanya itu, To. Ku bawa dia kesini, karena Mall udah mau ditutup semua. Kasian, kalau ditinggal didalam keadaannya gelap gulita. Siapa tau orang tuanya datang mencari, jadi ku ajak dia tidur disini. Kalau sampai besok tak ada yang menjemputnya, biar ku bawa dia ke kantor Polisi. Biar bisa dibantu cari orang tuanya."

Perbincangan mereka berdua sangat jelas ku dengar. Membicarakan tentangku yang tertinggal didalam Mall, saat sedang ke toilet. Aku memang tak seperti anak lainnya, yang bisa mendapatkan perhatian lebih dari kedua orang tua. Jadi, mau bagaiamana lagi, ke toilet pun aku harus berani sendiri.

"Pak, aku lapar." Ku adukan perutku yang mulai keroncongan pada Satpam tadi. Karena ku lihat dia sepertinya membawa bungkusan plastik, meski aku tak tau itu apa.

Satpam dan temannya menoleh padaku, mengeluarkan sebungkus nasi dan memberikannya padaku. Syukurlah, ternyata dugaanku benar, bahwa plastik yang dibawa Satpam itu benar-benar berisi makanan.

"Makan ya, Dek! Bapak cuma beli nasi rames tadi buat makan malam ini, mungkin gak seenak makanan di rumah, Adek. Tapi, bisa buat kenyang." Aku mengangguk mengiyakan ucapan Satpam itu.

Langsung ku buka nasi yang diberikan Satpam itu dan ku makan. Aku benar-benar lapar, apalagi setelah menangis tadi. Rasanya seperti menguras banyak tenaga. Satpam dan temannya itu melihatku dengan tatapan iba, karena aku begitu lahap memakan nasi rames yang diberikan Satpam tadi. Aku memang bukan pemilih makanan, meski di rumah aku selalu makan makanan yang enak. Tapi, hal itu tak membuatku jijik atau tak mau makan yang murahan seperti nasi rames ini.

Benar kata Satpam tadi, yang penting bisa buat kenyang. Karena aku tak tau, nasibku selanjuynya. Apakah aku masih bisa makan enak atau tidak, jika kedua orang tuaku tetap tak datang mencariku.

Selesai memakan nasi rames, Satpam juga memberiku air dari galon yang terletak di pojok ruangan. Aku meminumnya dan membasuh tanganku yang kotor karena bekas sisa makanan tadi. Satpam itu menyuruhku untuk segera tidur, dan aku mengiyakan perintahnya. Meski, tempat ini begitu tak nyaman untuk sekedar dibuat tempat tidur.

Next chapter