12 Ch 9 [Bamboo Battle III] Strategi Melawan Hukum Rimba

Di bawah hamparan langit yang mulai terlihat hitam keunguan, dua rembulan berpendar indah. Para penguasa malam membuka matanya, baik untuk berburu, atau dengan riang berterbangan di angkasa gelap. Sayup-sayup suara langkah manusia nyaris terdengar melintasi jalanan pedesaan sunyi. Dua puluh dua orang berjalan ke arah Hutan Bamboo, tak santai tapi juga tidak terburu-buru.

Setelah memastikan jarak sudah cukup jauh untuk tidak mengusik telinga-telinga mereka yang terlelap, perjalanan ditunda.

"Baiklah, sebelum kita masuk ke Hutan Bamboo, aku ingin menggelar rapat penting," Donalian membuka acara.

Salah satu dari mereka mengeluarkan tangannya lalu sedikit membisikan sebuah mantra. Cahaya kecil namun cukup untuk menerangi sedikit ruang diantara mereka bak api unggun mengeluarkan pijaran yang konsisten.

Donalian menunjuk ke arah laki-laki yang baru saja menciptakan sihir itu. "Orang ini adalah pemimpin regu perapal mantra putih, yang terbaik di kerajaan Grootania. Prestasinya sebagai petualang kelas S tidak dapat diragukan. Ia memimpin empat perapal mantera putih lainnya yang masing-masing memiliki kelas A. Setiap divisi di sini terdiri dari lima orang. Satu menjadi pemimpin dari empat lainnya."

Pemimpin perapal mantera putih yang memiliki harga diri tinggi terlihat jengkel terhadap sikap Donalian. "Nama saya Sean, tuan Donalian," ia menegaskan, tetap sopan tapi dapat tersirat sebuah protes pada intonasinya.

Mendenguskan nafas, Donalian bertingkah tak menghiraukan, "yang lain silahkan memperkenalkan diri. Setidaknya aku bisa memanggil kalian dengan nama yang layak," tukasnya.

Orang berikutnya maju ke arah cahaya yang kini melayang-layang diantara mereka. Pemuda berambut cepak, lekukan otot-ototnya tampak jelas diterpa oleh cahaya putih, Dengan senyuman penuh percaya diri, pria itu mengambil giliran.

"Saya adalah Gladhir, ketua regu penyerang yang semuanya menggunakan kapak. Berbeda dengan yang lain, saya adalah pemimpin pasukan kelas elit kerajaan, menyamarkan diri sebagai petualang biasa," tukasnya sombong merendahkan yang lain.

Ada suara decil lidah diantara kerumunan.

"Kapak, bagus. Senjata yang cukup untuk membelah serigala besar. Itu bisa dilakukan jika diiringi kemampuan yang terlatih," cetus Zeal sedikit tertarik oleh kata "kapak".

"Tenang pak, kami rutin mengayunkan kapak kami seperti petani yang harus menyangkul setiap hari untuk bisa hidup."

"Cukup! Jangan mengulur waktu. Berikutnya," potong Donalian.

Kali ini manusia berzirah lengkap sampai menutupi wajahnya dengan perisai besar di tangan. DIiringi suara gesekan sela-sela besinya, ia mengenalkan diri.

"Aku Letto, pemimpin pasukan pertahanan. Sama seperti Gladhir, aku adalah yang terbaik dari pasukan pertahanan istana."

"Dan kamu bilang, kamu akan menyewa petualang untuk misi ini? Dasar pembohong," protes Zeal.

"Cukup Zeal, aku sudah mencoba mengatur formasi dimana misi ini hanya melibatkan para petualang, namun kita lebih baik menyusun strategi dimana kemungkinan untuk selamat lebih besar kan?"

Mengetahui tabiat temannya, Zeal sudah malas menimpali. Ia diam, berharap acara perkenalan diri ini segera berakhir,. Waktu semakin berjalan dan tidak baik untuk mengulurnya.

Cahaya berpindah kepada regu terakhir. Menyingkap kulit putih terbuka diantara kain-kain tipis yang hanya menutupi bagian dada dan sedikit bagian pinggul diantara mulut jubah hitam. Seorang wanita dewasa berumur tiga puluh tahunan dengan lekukan tubuh matang. Suara siulan terdengar, yang jelas hanya orang sesantai Zeal yang bisa melakukan itu di sela-sela ketegangan. Donalian mendisiplinkan sikap temannya itu dengan desisan.

"Aku adalah Liam, perapal mantera hitam," ia menoleh ke arah Zeal setelah memperkenalkan diri. "Tuan, jika kamu tertarik padaku, aku tidak menutup diri pada pelukan pria berotot, itupun jika kita berdua bisa keluar hidup-hidup," godanya.

"Tidak akan ada yang mati di sini. Kalian mungkin sudah mengenalku, tentu aku mampu meningkatkan peluang kalian hidup dari delapan puluh persen, menjadi seratus persen," Donalian tidak memberikan kesempatan bagi Zeal untuk meladeni wanita itu, arah pembicaraan akan menjadi lebih seronok jika ia biarkan. "Orang yang datang bersamaku kali ini bukanlah orang biasa, ia dapat menghabisi ratusan prajurit terlatih sendirian. Kalian pasti pernah mendengar namanya," lanjutnya.

Cahaya perlahan-lahan mendekati Zeal. Mata yang berwarna kuning memancar terlebih dahulu oleh pantulan cahaya sebelum wajahnya. Sampai cahaya menjamaah tunik bersisik yang dia kenakan jengkal demi jengkal. Tubuh kekarnya mulai terlihat. Beberapa orang terdengar menelan ludah, termakan oleh citra yang Donalian tanamkan. Namun ada juga yang dapat menangkap seberapa berbahayanya pria itu sejak awal.

"Aku adalah Zeal Brecker," pengenalan singkat tanpa banyak berkata. Senyuman intimidasi Zeal lebih banyak menceritakan seberapa berbahayanya kekuatan mantan jenderal itu dari pada rangkaian kata-kata.

"Sekarang mari kita rancang strategi yang sudah kusiapkan. Khususnya bagi ketua regu, dengarkan baik-baik," Donalian mengambil alih panggung sebagai pemimpin dari perburuan ini.

***

Mereka kembali melanjutkan perjalanan, kini dengan formasi lebih teratur. Saat mencapai tepi Hutan Bamboo, Donalian yang berada paling depan merentangkan sebelah tangan ke samping, kode untuk berhenti melangkah.

Donalian menunjuk ke para perapal mantera putih , "Hei kalian, cepat gunakan mantra antisonar."

Dengan tanggap, Seal memandangi bawahannya, menganggukan kepala, isyarat persetujuan. Lalu mereka membentuk formasi barisan melingkar mengelilingi semua orang yang ada disitu. Para perapal mantera putih mengangkat tongkat tinggi-tinggi, melantunkan lagu seperti sedang berdoa. Sebuah dinding pelapis transparan mengisolasi mereka semua dari dunia luar. Dalam sekejap, dua puluh dua orang itu hilang dari penciuman setiap makhluk yang mengandalkan bisikan udara untuk mendeteksi.

Setelah puas melihat atraksi itu, Donalian menepuk punggung Zeal, "Kuberikan lima orang pasukan berkapak kepadamu. Mereka bertugas untuk membuka jalan sesuai arahanmu sebagai pemandu. Jangan lupa, cari jalan tercepat."

"Ya ya ya," jawab Zeal meremehkan. Dia maju paling depan lalu menunjuk ke orang paling besar di antara para penyerang, "Hei kamu, Gladhir ya?"

"Iya pak! " Jawabnya sigap.

"Ikut denganku. Pertama, hancurkan semak-semak yang berada di depanku. Ini akan mengantarkan kita ke pusat hutan lebih cepat," perintah mantan Jendral itu sambil melambai-lambaikan tangan di telinganya tanpa menghadap ke belakang.

Dipimpin oleh pasukan penyerang, mereka berjalan dengan formasi rapih di dalam membran cahaya berpendar. Petualang-petualang muda bersenjata berat berjalan berdampingan dengan Zeal. Memiliki posisi yang cukup dekat dengannya, Gladhir mencoba menyapa.

"Tuan Zeal."

Sambil berjalan santai dan menggantungkan batang kapak yang di genggam pada bahu, Zeal menjawab ramah "Ya, benar sekali. Apakah pesonaku memikatmu?" katanya sambil menyengir lebar.

Pemuda itu memasang muka datar menjawab seadanya, "Tidak, bukan itu pak, aku masih normal." Setelah beberapa saat terdiam, Gladhir melanjutkan ucapannya, "sebenarnya, aku sudah lama mengagumi anda. Sejak dulu, pemuda dikampung saya rata-rata membicarakan anda dan menjadi inspirasi bagi kami untuk kuat."

"Lalu?" Balas Zeal penasaran.

"Aku hanya ingin menyampaikan itu saja pak. Maaf sudah mengganggu."

Gladhir tampak merenung. Zeal melanjutkan menebas semak demi semak tanpa kata-kata. Bukan suka cita atas [ujian yang dia rasakan, sikap Gladhir malah sedikit mengganggunya. Menghinakan diri, Zeal memutuskan menjawab, "kau mengagumi orang yang salah, nak."

"Setidaknya anda memanggil seseorang dengan sebuah nama. Saya yakin akan dengan senang hati masuk ke militer jika anda yang memimpin," bela Sean.

Kesal, wajah Donalian menjadi  kecut. Dengan nada tinggi dia menegur mereka, "Shhh! Kita berada di markas musuh!"

"Oh hoh? Kawan, sekeras apapun aku berteriak, dengan antisonar, tidak mungkin suara ini bisa terdengar oleh mereka yang berada di luar cahaya itu kan? Iya Kan?" kata Zeal menunjuk-nunjuk ke arah cahaya yang berada di depannya sambil melihat ke arah Sean.

Sean yang berwajah tampan dengan rambut kuning berkilau emas mengangguk membenarkan perkataan Zeal. Donalian membuang ludah menunjukan sebuah penghinaan.

"Um... anu... apa hubungan kalian tidak begitu akur?" tanya salah satu orang dari pasukan berkapak.

Zeal memegangi dagu memikirkan jawabannya, tapi hanya kalimat sederhana yang keluar dari mulutnya, "Hmm? Gimana yah? Ibaratnya kita seperti minyak dan air."

"Zeal Brecket, memiliki kekuatan yang diluar rata-rata manusia normal. Tanpa bekerja keras ataupun belajar bagaimana menjadi seorang jenderal, hanya dengan nalurinya berhasil memiliki pangkat tinggi. Dimana aku menggapainya dengan usaha penuh dan belajar pagi siang malam... " Jawab Donalian tiba-tiba. "Tidak ada yang spesial darinya kecuali bakatnya yang memang sudah ada sejak lahir," lanjutnya berusaha menyetarakan kharisma Zeal dengannya. Meskipun tak ada yang menanggapi ucapan pria kurus itu.

Zeal kembali tertawa, tidak ada tanda kemarahan sedikitpun darinya. Kemampuannya menjaga emosi sangat cakap, seperti pohon besar yang tegar diterpa cacian angin. "Donalian, terbukti sekarang usahamu berhasil menjadikanmu berpangkat tinggi. Sementara aku hanyalah pria pemabuk, iya kan?" tanyanya sembari merendahkan diri, membuat Donalian  mati kutu untuk bisa membalasnya.

"Berhenti!" Suara salah satu wanita dari regu yang memegang tongkat sihir, "Kita sudah berada ditempat yang paling sedikit energi sihirnya."

Tempat itu berbeda dengan lokasi lainnya yang dipenuhi tanaman besar dan pohon tinggi. Di depan mereka hanya ada rerumputan kecil terhampar luas dikelilingi oleh pepohonan dengan jarak yang cukup berjauhan. Liger memanfaatkan energi dari alam dan mengubahnya menjadi sihir, berbeda dengan manusia yang mengolah energi dari dalam tubuhnya. Dengan area berenergi sihir renggang, membuat kucing raksasa kesulitan dalam mengumpulkan energi untuk menyerang. Dengan kata lain ladang pembantaian sudah ditentukan.

"Latto! Kamu pimpin regu perisai ke barisan depan tempat Liger itu akan datang!" pimpin Donalian dengan penuh percayaan diri.

"Letto pak!" koreksi dari orang yang baru saja dipanggilnya.

"Pffft"

Dengan urat kepala yang menonjol dia menengok ke arah tertahannya tawa tersebut. Zeal yang mendapatkan tatapan tajam dari temannya itu bersiul-siul ke arah langit-langit dedaunan.

Formasi sudah terbentuk, kali ini berbeda dengan sebelumnya. Kelima pemakai perisai besar berada di barisan depan, sementara barisan kedua adalah Zeal dan para pemegang Kampak. Lapisan ketiga diisi oleh pengguna sihir bersama Donalian, dan paling belakang adalah perapal mantera berjubah putih yang kini berkumpul setelah formasi lingkaran mereka dibubarkan.

"Tuan Donalian, kami akan mengentikan sihir antisonar kami." Kata Seal.

Menjawab komando petualang itu dia mengangguk. Mereka menurunkan tongkatnya dan perlahan-lahan cahaya gemerlapan menghilang.Suasana mulai dingin mencekam, perasaan nyaman yang tadi menjaga mereka perlahan meredup. Otot-otot mulai tegang dan setiap orang mengencangkan genggaman mereka terhadap senjatanya. Semua dapat mendengar derapan langkah dalam semak-semak rimba. Salah seorang pemegang perisai menelan ludah, memasang kuda-kuda yang kuat untuk menyambut makhluk tersebut.

"Dia datang!" Kata Zeal

"Sekarang! Pasang dinding energinya!" Teriak Seal memberikan perintah kepada teman-temannya.

Lima energi berbentuk perisai segi enam terbentuk berjajar ke depan dengan jarak cukup berjauhan di depan pasukan pertahanan. Terdengar suara berdebum kencang, menandakan Liger telah menabrak dinding energi paling depan. Namun setelah itu suara seperti pecahnya bongkahan kaca terdengar, menandakan perisai sihir telah hancur satu-persatu.

"Bertahan!" Teriak Donalian ke arah pasukan paling depan.

Dengan formasi seperti mata anak panah, satu orang di depan, dua di belakangnya dan tiga paling belakang berusaha menjadi landasan untuk teman mereka. Pemegang perisai itu membentuk formasi solid agar siap menerima hantaman sekeras apapun.Dalam sekejap sosok kucing Raksasa sebesar harimau menerkam, mendarat dengan cakarnya tepat menembus perisai orang terdepan. Tenaga dan bobot yang sangat besar membuat mereka terpental tak berdaya, sedangkan pria yang paling depan tewas seketika tertancap oleh cakar makhkuk itu. Lima penyihir yang ada disana segera mengarahkan tongkat mereka dan merapalkan mantera. Kemudian rantai energi berwarna hitam melompat dari tanah lalu menyergap hewan itu, membelit tubuhnya, membuatnya tidak bisa bergerak dan mengamuk meronta-ronta.

Terdengar teriakan histeris dari mulut salah satu pemegang perisai yang menggoncang-goncangkan tubuh temannya, "Oh tidak! Fredo, Fredo...! Ahhh!"

"Selesai sudah, kita bahkan belum menggunakan sihir milik perapal mantera putih," kata Donalian dengan percaya diri. "Baiklah, sekarang tinggal mencari anak-anak dari liger ini. Dua ekor anak, kan?" tanyanya kepada Zeal.

Mendadak mata Zeal melotot, keringat keluar dari dahinya. Otot-ototnya menegang.

"Donalian, kau terlalu cepat merayakan kemenangan..." katanya.

"Apa maksudmu?"

"Itu bukan induk mereka! Pergi dari situ!" Teriaknya dengan panik.

Sekelebat siluet berbulu besar melesat melewati mereka, dengan sekejap melenyapkan dua orang berjubah putih yang berada di barisan belakang. Kemana perginya mereka dapat terlihat dari darah pada wajah Kucing Raksasa yang baru saja muncul, di mulutnya. Dalam satu gigitan dia meremukkan dua orang sekaligus. Sangat jelas bahwa yang satu ini adalah sang induk liger. Ukurannya sangat tidak masuk akal, hampir tiga kali lipat anaknya,  ujung kukunya mampu menembus kepala sampai bagian kemaluan manusia.

"Kau... " kata Liger itu mengarah pada Zeal.

Pemabuk itu hanya mengedikkan bahu dan menadahkan tangannya untuk memberikan isyarat kepada hewan itu bahwa dia tak memiliki pilihan.

Tiba-tiba cahaya bulat yang dilontarkan salah satu perapal mantra putih melintas di depan wajah Induk Liger dan dirinya, lalu berpijar dengan kuat, membutakan mata siapapun yang melihatnya, membuat pendengaran berdenging tuli. Kalap, Liger dewasa itu mengaum sepenuh tenaga, menggetarkan tanah dan lagit  membuat jantung seolah lepas. Mencakar ke segala arah, mancambuk apapun bahkan meski hanya udara kosong dengan ekornya. Zeal yang juga terbutakan hanya bisa mengandalkan nalurinya untuk menangkis atau mengelak.

Binatang buas itu terus menyerang. Zeal hampir-hampir tidak tahu apa yang terjadi,  digiring oleh keinginannya untuk bertahan hidup, ia menghindar kebelakang, berguling, atau memakai kapaknya untuk menangkis. Hal ini berlangsung beberapa menit sampai akhirnya ekor Liger itu menghantam tubuhnya dengan keras, membuatnya terpental hampir tiga puluh meter. Pria itu merasakan nyeri, dan kemudian tubuhnya mati rasa.

Zeal mulai terjaga, matanya perlahan-lahan kembali normal, hanya saja ia terluka cukup dalam hingga kesulitan untuk berdiri. Maka ia memutuskan tetap duduk diatas rerumputan. Kini posisi para petualang-petualang dan Donalian sudah berubah dengan teratur. Tiga pemegang perisai menekan induk liger dengan lempengan besinya sementara sihir pengikat telah membuat sang induk tidak bergerak. Pemuda berkampak siaga menunggu aba-aba dan perapal mantera putih menyanyikan lagu untuk menetralkan kemampuan sihir sang liger.

"Sialan! Lagi-lagi si licik itu menyimpan rencana cadangannya! Dan kemana saja kalian sejak tadi," umpat Zeal kesal.

"Hahahaha! Inilah balas dendamku makhluk menjijikan!" Kata Letto berdiri diatas Anak Liger loreng yang sudah terikat sambil memegang pedang kecil dengan kedua tangannya. Siap menancapkannya ke kepala Kucing tersebut.

Besi dingin menembus mata ke dalam kepala si loreng. Anak liger itu meronta-ronta sambil mengerang. Akhirnya, dia berhenti bergerak menghembuskan nafas terakhirnya.

Melihat salah satu anaknya terbunuh, liger dewasa mengaum tidak berdaya. Dengan tubuh yang terikat dan kemampuan sihirnya dimandulkan. Dia hanya bisa berteriak murka kepada orang-orang yang berniat menghabisi keluarganya.

"Zeal. Ekspetasiku terhadapmu salah. Kukira kamu akan lebih berguna tetapi sepertinya keberadaanmu tidak begitu penting disini," cuap Donalian sambil mengarahkan pedangnya ke kucing raksasa tersebut. Dingin tanpa ekspresi, dia membuka acara penjagalan.

"Mendapatkan informasi seberapa besar kekuatan liger, kemudian mencari formasi yang sesuai untuk menghabisinya. Tidak perlu tenaga besar, hanya butuh momentum yang pas. Ini adalah kemampuan seorang Donalian. Dan sekarang, eksekusi, dimulai," katanya dengan penuh kebanggaan.

avataravatar
Next chapter