14 Ch 11 [Bamboo Battle V] IBLIS

Bertahun-tahun, kebencian mengendap dalam batin. Keinginannya untuk melampiaskan amarah tidak dapat dilakukan. Pria itu berusaha mempertahankan timbangan moral miliknya. Apa yang baik dan apa yang buruk, ia sadar akan hal itu. Bak dua sisi dalam koin yang sama, semakin kuat ia meyakinkan dirinya untuk tetap berada di sisi putih, semakin kuat setan berbisik untuk mengikuti nafsunya.

Salah satu bentuk dari tujuh dosa manusia--amarah. Sungguh luar biasa baginya untuk bisa merendam itu sampai saat ini. Meskipun ia tahu itu tak akan berlangsung lama. Mantan Jendral yang kabarnya lebih memilih negaranya daripada keluarga meyakini, cepat atau lambat ia akan lepas kontrol. Lebih tepatnya, itulah keinginannya.

Hanya tinggal menunggu momen yang tepat. Pembelaan pada keyakinan semu, bahwa pria itu melakukannya untuk hal yang benar, setidaknya bagi dirinya sendiri.

Kini induk Liger terkekang oleh sihir pengikat, Donalian mendekat dengan bilah pedang tipis namun mematikan. Tusukan tegas menembus bulu-bulu keras Bella, tanpa ampun menghujam kulit dan otot-otot liger itu, mendarat diantara celah tulang rusuknya.

"Lihat! Makhluk ini bisa terluka dengan pedang sekecil ini. Kurasa kalian tidak perlu ragu untuk membunuhnya," Donalian berteriak sembari merentangkan kedua tangannya, memandangi yang lain dengan wajah penuh kesombongan.

Sikap Jendral kurus membakar semangat anak buahnya, salah satu penyerang segera menebaskan kapak ke perut kucing raksasa tersebut sambil berteriak penuh amarah. "Mati kau !! Pembunuh!!" Taring-taring penuh kepuasan muncul diantara giginya, bukan sebuah bentuk dari keadilan, melainkan rasa kepuasan mendominasi dari manusia berhati kerdil.

"Maaf Demonia, aku tidak bisa membiarkanmu atau anakmu membahayakan desa kami," kata Gladhir sambil mulai menebang leher makhluk tidak berdaya didepannya. "Lihat, ternyata legenda mengenai kesaktian seekor Liger hanyalah mitos!" Lanjutnya sambil menghantarkan pukulan demi pukulan menggunakan mata kapaknya.

Hantaman pertama hanya membuat kulit kucing itu sedikit terkuka, berikutnya membuat luka sedikit dalam pada kulitnya dan terus semakin dalam. Mengabaikan rasa sakit, yang ada dipikiran Bella adalah si bulu polos dan tentu saja, Nidhog. Apakah mereka berhasil lolos dari para manusia ini?

"Manusia... apa... kita tidak bisa... mencoba.. berbicara satu sama lain. Bukankah... aku juga... memiliki keluarga, yang sudah... kalian bunuh...," kata Liger berusaha berbicara diantara hantaman mata kapak.

"Kami tidak membuka negosiasi dengan Demonia. Kalian mengancam keberadaan kami, para manusia, dengan seenaknya menduduki teritori kami. Saat sekarat seperti ini kamu baru meminta belas kasihan!?" balas Donalian sinis.

"Ini semua demi keadilan !! Aku pasti akan menghancurkan semua sumber kejahatan, termasuk kamu, peliharaan Raja Iblis!" Timpal Sean dengan penuh keyakinan.

"Keadilan? Aku... ingin... bahagia... bersama anakku..." jawab Bella tanpa ada yang menghiraukan.

Zeal merasa tidak nyaman menyaksikan drama pembantaian di depan matanya. Dirinya sadar pembunuhan keluarga Liger tidak mungkin dicegah, ini sudah titah dari kerajaan, dan untuk menggenapi hal itu mereka ada di sini. Tetap saja, yang dilihatnya adalah orang-orang yang menikmati sebuah penyiksaan, menghabisi lawan tak berdaya, menertawakan makhluk yang meraung-raung penuh derita.

Pria itu terdiam melipat tangan memejamkan mata, tak satupun mempedulikannya. Meski Donalian sempat meliriknya beberapa kali, pada akhirnya menyerah untuk menaruh harapan agar Zeal kembali beraksi.

[Manusia.. aku akan menyerahkan... apapun, agar... keluargaku yang lain.. selamat]

Letto menendang wajah Liger itu sambil berteriak lantang, "Sedang apa kau! Jangan coba-coba untuk menggunakan kekuatan sihirmu! "

Sekelebat, besi pipih besar melewati kepala, tubuh, hingga menghujam tanah diantara kedua kaki pemegang perisai tersebut. Tubuh Letto terbelah dua, terjatuh ke dua arah yang bertolak belakang. Wajah-wajah tegang menemani kejadian tak terduga itu, beberapa wanita menutup mulutnya dengan kedua tangan, beberapa orang lagi menganga tidak percaya, sedangkan Donalian melotot dengan rahang terkatup.

Sosok pria besar membetulkan pegangan senjatanya yang baru saja digunakannya. Terlihat puas, senyuman mengerikan memperlihatkan gigi putihnya yang mengancam. Mata kuningnya menyala, menatap sang Liger sambil menjawab bisikan yang baru dia terima, "deal!"

"Zeal! Apa yang kamu..." Tinju besar menghantam wajah Donalian sampai tubuhnya tersungkur di tanah.

Seal yang berjarak kurang lebih sepuluh meter dari mereka menyadari kalau pria itu mulai gila.

"Aktifkan mantera pelindung!" Teriak Seal.

Para perapal mantera putih mengangkat tongkatnya dan mulai berkomat-kamit, namun kapak yang melayang berputar cepat menghujam tubuh Seal sampai melayang ke arah teman-temannya. Beruntung ia sudah melindungi diri dengan mantera sebelumnya. Sayangnya sihir pelindung massal yang memerlukan kerja sama semua perapal batal dikeluarkan. Tidak ada yang cukup tenang untuk menyadari bahwa Zeal sudah menghilang ke arah pepohonan rimbun.

Bangkit sambil mengusap darah di wajahnya, Donalian mengambil kendali pehuh menggunakan kapasitas pengetahuannya sebagai Jenderal ahli strategi.

"Bentuk formasi! Awasi semua penjuru!"

Sesuai arahannya, para manusia membentuk formasi saling membelakangi. Bersiap-siap menggunakan kemampuan sihir dan senjatanya begitu ada pergerakan.

Alih-alih siap menerima serangan Zeal, mereka terlalu ketakutan membayangkan sabetan kapaknya hingga lalai. Sebuah benda sebesar telapak tangan manusia menghantam kepala salah satu perapal mantera putih, menghancurkan sebagian kepalanya hingga isinya berceceran.

"Sebuah batu?! Pelindung! Hei perapal bodoh! Aktifkan pelindung!"

Segera, empat perapal mantera putih yang masih hidup mulai mengaktifkan kekuatannya, sementara para pembawa perisai bersiaga melindungi mereka baik dari depan maupun belakang.

"Pasukan berkapak! Bersiaga!" perintah Donalian. "Dua orang di depan, dua di belakang. Bersiap menyerang ke arah si brengsek itu jika dia melempar batu lagi, dan... tunggu! Kemana yang satunya lagi!?" Lanjut Donalian tiba-tiba menyadari ada anggota mereka yang hilang.

Tidak memberikan kesempatan kepada mereka untuk berpikir, sebuah benda kembali melesat hingga mengenai pelindung sihir yang sudah diciptakan. Kali ini berbeda, sebuah cairan terhenti diudara menempel pada energi pelindung, cairan berwarna merah pekat yang membuat pandangan mereka terganggu.

"itu.. itu kepala manusia! Milik satu dari pemegang kapak yang hilang," Sean menjelaskan apa yang dia lihat sambil bergidik ngeri.

Keringat Donalian mengucur deras. Apa yang dia takutkan kini terjadi, sebuah kapak melayang dengan rotasi dan kecepatan tinggi menghantam dinding pelindung hingga terjadi retakan. Dengan jeda sekejap Zeal melompat menuju kampak yang tertahan lalu menggenggamnya, kemudian menghantam bagian yang retak sampai terpecah berkeping-keping menghujam kepala perapal mantera putih paling depan.

Para penyihir mengeluarkan mantera yang digunakan untuk mengikat sang liger. Beberapa rantai energi hitam keluar dari permukaan tanah menuju sang mantan jenderal namun sia-sia. Kegesitan pria itu tidak berkurang sama sekali meski sedang mengayunkan kapak besar, dan dalam sekejap, ia melepas kepala beberapa perapal mantera hitam dengan bilah kapaknya.

Dia melempar kapak kearah salah satu pemegang perisai, yang tentu saja ditangkis. Memanfaatkan titik buta perisai besar, Zeal melompat ke arahnya lalu menonjok persis tenggorokan orang itu. Merebut pedang kecil korbannya barusan, dia menyelinap diantara besi-besi pelindung besar lalu menusuk perut orang-orang yang berada dibaliknya. Sampai akhirnya pasukan pertahanan mereka habis terbunuh.

Kini Zeal terkepung. "Empat orang pemegang kapak, dua penyihir, dan tiga perapal mantera putih..." katanya sambil menunjuk satu-satu orang yang hendak dibunuhnya. "Oh ya, dan satu orang lagi, kau..." lanjutnya memberikan senyum penuh percaya diri ke arah Donalian.

Dia tertawa tanpa henti dan semakin lama semakin keras. Wajahnya menghadap kelangit dengan suara kencang seolah sedang menghina dan merendahkan penghuninya. Rasa yang tidak bisa dipahaminya, membuat dadanya bergelora, mengeluarkan semua belenggu yang menahan ledakan amuknya selama ini. Hanya satu hal yang dapat dipahaminya sekarang, kepuasan dalam menyalurkan nafsu. Hal sama seperti yang dirasakan para pembantai liger, meskipun bagi mereka, dia sudah gila.

"Maaf kawan, kalian membantai keluarga liger demi perperangan berikutnya. Akan banyak orang-orang yang kehilangan keluarga seperti diriku. Tapi aku melakukan ini demi keluarga liger yang kecil dan tertindas. Lagipula, aku sudah membaca rencanamu sejak awal, Donalian," tegas Zeal.

Satu dari perapal mantera putih kabur sambil berteriak minta tolong. Rupanya mentalnya tidak siap melawan mantan jenderal sinting, kedua orang berjubah putih lain mengikutinya. Zeal melesat mendahului mereka lalu menebas para pengecut satu persatu. Menyisakan keputusasaan bagi yang tersisa.

Perlahan-lahan Zeal kembali ke medan pembantaian, dengan kampak dan tubuh yang merah pekat. Hampir tidak ada sisi kosong yang bisa dilumuri lagi oleh noda darah, kecuali gigi dengan seringai tajam dan bola mata yang terlihat putih.

Donalian dan para penyerang gemetar. Salah satu penyihir terjatuh pingsan, salah satu dari mereka sedang berlutut sambil memuntahkan isi perutnya. Sosok monster yang mereka lihat terlalu menakutkan, melebihi seekor liger yang hanya membunuh untuk bertahan hidup, yang satu ini menyiratkan amarah yang terpendam cukup lama.

"Ayo para pemegang kampak! Kita lihat siapa yang terkuat!" raung Zeal sambil menerjang dengan kampaknya.

Orang pertama, beradu senjata dan terlucuti sesaat setelah itu. Malang nasibnya karena tanpa ampun lehernya dipenggal begitu saja. Orang kedua mencoba kabur namun kecepatannya tidak bisa mengimbangi sang predator. Tubuhnya terbelah dengan sekali tebas.

Gladhir menjatuhkan kampaknya dan mengangkat tangan, "A..aku menyerah... aku akan melakukan apapun... aku.. sudah lama mengagumimu... aku akan menjadi anak buahmu dan melakukan apapun... "

Dengan lengan dan kampak digantungkan pada bahu, Zeal berjalan santai mendekatinya. Ia tersenyum dengan wajah ramah yang biasanya, "bukankah kejadian ini persis seperti yang dialami induk Liger tadi? Lagipula jika aku berada pada posisi yang sama denganmu, apa yang akan kau lakukan?"

Pemuda itu terkejut, mulutnya sempat terbuka untuk menjawab, namun terkatup lagi. Dalam sekejap bagian tubuh bawahnya sudah tidak lagi pada tempatnya. Tergeletak dengan badan dan usus terurai, orang itu hanya bisa mempasrahkan dirinya terhadap kematian.

"Ke... kenapa? Kamu pahlawan yang dengan keberanian dan pengorbanan bisa membela rakyat! Kenapa kamu melakukan ini...?" Kata salah satu pemegang kampak.

"Persetan," balasnya sambil mencabut nyawa pemuda itu.

Donalian sudah melarikan diri, dan hanya tersisa seorang wanita cengeng dan temannya yang pingsan. Dia menangis gemetar tak berdaya, mata memelas memohon agar diampuni.

"Hm... cantik juga, andai kita bertemu di tempat lain, misal di bar Crayte, mungkin kamu akan menangis karena kutunjukan seperti apa surga... " kata pria itu sambil mengacungkan jempolnya ke arah tempat yang dimaksud.

Tanpa ampun, dia lalu menghabisi dua penyihir yang tersisa.

"Manusia... terima kasih... " kata Induk Liger yang sudah terlepas dari belenggu energi.

Namun kematiannya sudah dapat dipastikan, darah yang keluar dari nadi dilehernya menggenang bagai kolam, tercampur dengan cairan merah para mayat disekelilingnya.

"Aku hanya melakukan apa yang ingin kulakukan," sambut Zeal.

Zeal mengangguk dan mengarahkan mata kapak ke arah leher makhluk di depannya, memastikan agar Liger itu tewas seketika tanpa rasa sakit sedikitpun. Dia mengangkat senjatanya dan berdiam beberapa saat hanya untuk merasakan sedikit kesedihan. Lalu diayunkanlah kapaknya dengan sekuat tenaga kearah leher liger itu. Mengakhiri hidupnya.

Mendengar sebuah teriakan, dirinya kembali waspada. Sebuah serangan dari makhluk misterius mengancam lehernya, meski dengan sigap Zeal menghantam si pengganggu hingga terhempas menabrak pohon. Tak terduga, sebuah pukulan kecil luput dari pengawasan. Sebelum tubuhnya yang sempoyongan terjatuh, ia menangkap si penyerang dan memanfaatkan momentum untuk membuat tubuhnya stabil, lalu membantingnya ke tanah. Sekuat tenaga ia menendang makhluk kecil itu berkali-kali sampai pikiran berhasil menguasai emosinya kembali.

Si kecil yang sempat ditemuinya beberapa waktu lalu. Anak yang tidak memiliki kaitan sama sekali dengan target balas dendamnya.

Saat itu Zeal yakin, anak ini tidak akan bertahan hidup cukup lama untuk tumbuh menjadi seorang pria dewasa. Jika tidak dicabik-cabik oleh serigala hutan, para manusia lah yang akan menghabisinya, karena mereka terlalu takut pada kekuatan yang dimiliki anak itu.

"Hei bocah. Camkan ini baik-baik!" katanya sambil membelakangi Nidhog. "Di dunia ini, yang kuat membunuh yang lemah."

Zeal kembali menghilang ke dalam bayang-bayang hutan. Mengejar buruannya yang tersisa.

Ia telah menjadi Iblis.

Iblis tidak pernah merasa salah.

Ia selalu yakin dirinya benar.

Hanya saja tindakannya dikendalikan oleh nafsu.

avataravatar
Next chapter