webnovel

Kota Samhradh bagian 2

"siapa sebenarnya kamu??" Tanya Allana kepada tahanan wanita yang telah menyerang kota Samhradh.

Wanita itu hanya terdiam. Wajahnya selalu tertunduk, tak satu pun kata yang keluar dari mulutnya meski berkali-kali diberi pertanyaan oleh Allana tentang identitas dan apa motifnya sehingga dia menyerang kota.

"Udah setengah jam. Dia gak akan ngomong apapun kayaknya." Sahut Fenriz seraya mendekati Allana.

Tiba-tiba wanita misterius itu langsung menatap Fenriz. Bukan amarah yang nampak dari sorotan matanya, namun sebuah kesedihan mendalam yang terpancar.

Sebelumnya Fenriz telah menangkap seorang wanita misterius yang telah menyerang kota Samhradh. Bukan, mungkin lebih tepatnya wanita itu menyerahkan dirinya kepada Fenriz. Wanita itu hanya bisa terdiam saat melihat wajah Fenriz, entah mengapa sorot matanya sayu, airmatanya jatuh tertumpah. Mimik penuh amarahnya seketika berubah dihadapan Fenriz. Hanya sebuah tangis yang mampu mengungkapkan isi hatinya tersebut.

"Kau kenapa?" Fenriz bertanya pada wanita misterius itu.

"Aaa, apa kau lupa? Ini aku Virstaya, ah tidak, ini aku Vi" akhirnya wanita misterius itu mulai berbicara.

"Vi??" Fenriz nampak sedikit bingung dengan ucapan wanita itu. Dia mencoba mengingat apa yang terjadi di masa lalu nya, namun tak sedikit pun ada nama Vi ataupun Virstaya dalam ingatannya.

"Maaf, aku tidak mengingat apapun tentangmu." Ucap Fenriz.

"Jadi begitu ya....." Vi kembali menundukkan kepalanya, ia menangis.

"Bukankah kau berjanji tidak akan melupakan ku apapun yang akan terjadi. KAU PEMBOHONG, DASAR LELAKI SIALAN!!!!!" tiba-tiba Vi berteriak di sela-sela tangisnya.

"Fen, dia menangis. Apa yang udah lu lakuin ke dia!!!" Ucap Ray.

"Gua gak tau Ray, gua lupa. Gua gak bisa ingat apapun tentang dia." Jawab Fenriz.

"Gua pikir seorang Succubus mampu melihat emosi dalam hati manusia. Kay, apakah tangisnya benar atau kah hanya pura-pura!?" Tanya Ray kepada Kay seraya menghampirinya.

"Entah kenapa, emosinya sungguhan. Tangisnya, airmata yang keluar benar-benar dari dalam hatinya. Namun, perasaan Fenriz pun benar adanya. Dia tidak berbohong tentang ingatannya. Ada sesuatu yang memang hilang dari ingatan Fenriz." Jawab Kay.

"BERHENTI BERCANDA!!! KAU SUDAH BERJANJI UNTUK TIDAK MELUPAKAN AKU MESKI KITA BERPISAH!!" kembali Vi menangis.

"Hah!?" Fenriz hanya terdiam. Pikirannya kacau, tanpa sadar dia malah pergi meninggalkan ruang tahanan itu menuju suatu tempat dimana ia bisa menenangkan pikirannya.

"Dia tidak berbohong fen." Kay mendekati Fenriz yang tengah kalut dengan pikirannya.

Fenriz hanya terdiam.

"Adakah sihir yang mampu mengembalikan ingatan seseorang???" Tiba-tiba Fenriz bertanya tentang suatu hal yang bisa dibilang cukup aneh.

"Sihir apapun yang berhubungan dengan ingatan, baik menghapus, mengembalikan ataupun pengendali pikiran merupakan sihir level tinggi. Ditambah sihir ini pun termasuk sihir hitam, maka dari itu hanya sedikit manusia yang mampu menggunakannya." Jelas Kay pada Fenriz.

"Siapa yang bisa menggunakannya? Hanya itu yang ingin ku ketahui." Tanya Fenriz.

"Seorang penyihir tua yang tinggal di bagian timur kota Samhradh bagian Utara. Menurut rumor yang beredar, penyihir itu sudah hidup lebih dari 136 tahun. Dan dia adalah satu-satunya penyihir yang sanggup hidup hingga masa sekarang. Namun untuk mencapai hutan tempatnya tinggal, kita harus melewati kota Samhradh bagian Utara terlebih dahulu." Kay menjelaskan dengan sesekali menerawang memandang bulan yang bersinar terang malam itu.

"Baiklah. Aku akan membawa Virstaya pergi bersama kita." Ucap Fenriz.

"Apa kau yakin Fen?" Sahut Kay heran dengan ucapan Fenriz.

"Ya. Aku sangat penasaran dengannya. Selain itu aku tak merasakan adanya ancaman yang muncul dari dalam dirinya." Fenriz menghela nafas sembari memandangi langit yang begitu terang.

Kay hanya bisa pasrah saat itu. Dia tahu pasti jikalau dia tak mungkin bisa merubah sesuatu yang telah Fenriz yakini. Dan malam pun berlalu dengan ketenangan.

....

"Tahanan kabur! Tahanan kabur!" Teriak seorang penjaga penjara sembari berlari mengejar sekelompok orang yang berlari bersama seorang tahanan.

"Biarkan saja" sahut Allana yang tiba-tiba muncul dari balik kerumunan orang yang tengah sibuk mengejar tahanan yang kabur.

....

[Sebelumnya]

"Maaf, ku bawa Virstaya bersamaku. Aku ingin mengingatnya. Meski sedikit, kenangan masa laluku. Mengertilah, ku mohon" Begitulah kata-kata yang tertulis disebuah surat yang ditinggalkan oleh Fenriz di atas sebuah meja di tempat dimana dia tinggal selama di kota Samhradh bagian selatan ini.

"Lelaki bodoh! Semoga kau bisa melindungi dunia ini dari amarah seorang Demon Lord!" Ucap Allana dalam batinnya.

....

"Kemana kita akan pergi Fen?" Tanya Ray kepada Fenriz.

"Samhradh bagian Utara." Teriak Fenriz.

"Tapi Kay tidak bersama kita." Sahut Ray dengan penuh rasa khawatir.

"Tenanglah. Dia bilang dia akan menunggu kita di dekat sungai Arafaat." Ucap Fenriz.

"Hey!!!" Teriak seorang wanita dari atas kuda nya.

"Kay!!!!" Teriak Ray kaget.

"Ku pikir kau berada di pinggir sungai Arafaat." Sahut Fenriz juga kaget.

"Hehehe. Tadi aku bertemu Allana sebelum ku pergi meninggalkan kota. Dia sudah mengetahui rencanamu Fen. Tapi entah mengapa, bukannya menghalangiku malah dia memberi ku tiga kuda ini." Kay mencoba menjelaskan sembari tetap mengendalikan kudanya dan berusaha mengimbangi kecepatan lari Fenriz dan yang lainnya.

"Baguslah. Ayo naik." Teriak Fenriz.

Fenriz melompat menaiki kuda berwarna hitam, bersama dengan Virstaya. Sedangkan Ray menaiki kuda berwarna coklat yang senada dengan kuda Kay.

Virstaya nampak masih belum mengerti mengapa Fenriz yang sebelumnya tak sedikit pun bisa mengingatnya kini membawa nya pergi bersama dengannya.

"Apa kau sudah mulai mengingatku Fen?" Tanya Vi di tengah perjalanan.

"Belum. Tapi aku akan mencoba mengingatnya. Maaf jikalau aku sudah melupakanmu, Vi." Ucap Fenriz sembari melemparkan senyumannya kepada Virstaya yang seketika membuat Virstaya gugup dan membuat wajahnya merah merona.

"Kalau gak keberatan, boleh aku berpegangan!? Aku takut terjatuh dari kuda ini." Sahut Virstaya.

"Silahkan." Sahut Fenriz singkat.

Bukan berpegangan, melainkan sebuah pelukan yang Virstaya lakukan yang membuat Fenriz tersentak kaget.

"Aaaaa. Hampir saja aku kehilangan keseimbangan." Sahut Fenriz sedikit berteriak.

"Kenapa?" Tanya Virstaya.

Fenriz hanya terdiam dan membiarkan Virstaya tetap memeluknya erat. Tak berapa lama, sungai Arafaat pun sudah terlihat.

"Di depan itu adalah sungai Arafaat." Sahut Kay bersemangat.

Tiba-tiba mereka menghentikan laju kudanya secara bersamaan tepat di depan sungai Arafaat, atau lebih tepatnya sebuah tempat yang dulunya disebut sungai Arafaat.

"Dimana airnya!??" Sahut Ray penuh tanda tanya.

Sungai yang dulu menjadi tempat mengalirnya air yang sangat jernih kini telah berubah menjadi sebuah Padang gersang tanpa air sedikitpun. Entah apa yang terjadi, yang pasti sejauh mata mereka memandang, hanya hamparan Padang pasir yang dapat mereka lihat. Tak ada satu pun tumbuhan yang dapat mereka lihat dapat tumbuh di sekitar situ. Hanya kaktus dan beberapa pohon palem besar yang masih berusaha tumbuh di sisa-sisa aliran sungai yang mungkin masih menyisakan air di dalamnya.

"Industri dan pertambangan membuat Samhradh bagian Utara menjadi seperti ini." Tiba-tiba Vi mengucapkan sesuatu yang membuat Fenriz dan yang lainnya sedikit mendapatkan pencerahan tentang apa yang terjadi pada kota yang dulu nya tak kalah indah dengan Samhradh bagian selatan.

Sementara itu tidak beberapa jauh dari tempat Fenriz dan teman-temannya kini berada, sekelompok orang tengah mencoba mempertahankan hidupnya. Mereka adalah kelompok pedagang yang berasal dari sebuah desa di pinggiran kota Samhradh bagian Utara.

"Kurang ajar!!! Kenapa pasukan tengkorak ini terus bermunculan?"

Arrrrggghhhhh...

Terdengar teriakan dari salah satu anggota kelompok pedagang itu. Dia diserang dengan secara membabi buta oleh sekumpulan tengkorak yang tiba-tiba bangkit dari dalam tanah. Tak berapa lama, munculah sesosok pria dengan jubah hitam dan busur panah yang mengeluarkan energi kegelapan yang sangat pekat. Ternyata pria itulah yang mampu membangkitkan para tentara tengkorak yang menyerang kelompok pedagang tersebut.

"Kau, siapa!?" Tanya seorang pedagang yang masih hidup.

Sosok pria itu hanya terdiam tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Lalu kemudian ia mengambil anak panahnya dan sejurus kemudian ia langsung menancapkan anak panah nya tepat di jantung si pedagang yang masih hidup itu. Pria itu tersenyum, roh yang ada di dalam raga si pedagang yang sudah mati tiba-tiba keluar dari raganya dan terhisap semua oleh busur panah milik pria itu. Ternyata dia adalah salah satu Powca yang sangat kuat.

....

"Lu merasakan energi yang sangat besar barusan nggak Fen???" Tanya Ray tiba-tiba.

"Enggak." Jawab Fenriz singkat.

"Barusan ada energi kegelapan yang sangat besar tiba-tiba muncul dan menghilang dengan sangat singkat." Ucap Ray menjelaskan dengan raut wajah yang sedikit khawatir.

....

Fenriz dan teman-temannya masih berjalan kaki menyusuri bekas aliran sungai menuju suatu tempat dimana kota Samhradh bagian Utara berada.

"Lihat asap di depan sana??" Sahut Vi sembari menunjuk ke arah langit di balik sebuah bukit yang lumayan tinggi.

"Itu adalah asap yang dihasilkan oleh pabrik-pabrik industri di kota Samhradh bagian Utara. Itu tandanya sudah tidak jauh lagi kita akan sampai disana. Mungkin sekitar 1 hari lagi jikalau kita terus berjalan seperti ini." Lanjut Virstaya menjelaskan.

Setelah beberapa jam berlalu. Fenriz memutuskan untuk beristirahat sejenak. Nampak jikalau kuda mereka mulai kelelahan dengan kondisi alam yang panas saat itu. Mereka berteduh dibawah bebatuan yang tinggi menjulang layaknya pilar-pilar penyangga sebuah bangunan yang teramat besar.

"Aku akan mencari air. Sepertinya aku mencium bau dari sumber air di dekat sini." Ucap Kay.

"Ray, temani dia." Sahut Fenriz.

"Hahhh!??? Kenapa harus gua??" Nampaknya Ray tidak mau menemani Kay karena Ray masih belum bisa menerima Kay sepenuhnya menjadi temannya.

Fenriz hanya terdiam, tak satupun kata terucap dari mulutnya saat itu. Dia hanya sedikit mendelik ke arah Ray yang kemudian menuruti perintah Fenriz untuk menemani Kay mencari air. Dan akhirnya pergilah Kay bersama Ray untuk mencari air.

"Kamu tau gak, cewek bernama Virstaya itu begitu mencintai Fenriz. Entah kenapa, padahal dia bukan dari kalangan iblis biasa." Sahut Kay tiba-tiba memecah kebisuan yang terjadi antara dirinya dan Ray.

"Lalu?? Itu bukan urusanku!" Sahut Ray tidak peduli.

"Aku hanya penasaran dengan masa lalu Fenriz. Sebenarnya siapa dia, dan mengapa Virstaya bisa mengenalnya." Lanjut Kay menjelaskan.

"Asal kamu tau Ray, aku ikut Fenriz karena aku sangat penasaran dengan kekuatan besar yang dia miliki. Yang ada dalam pikiranku, Fenriz bukanlah seorang manusia biasa. Tapi entah, aku gak bisa melihat masa lalunya di dalam pikirannya." Kembali Kay melanjutkan ucapannya setelah menghela napas panjang beberapa kali.

Ray yang sebelumnya tidak peduli, kini mulai terpikir jikalau dia pun sebenarnya penasaran dengan Fenriz. Tentang siapa dia sebenarnya, dan tentang bagaimana bisa dirinya tak sanggup menolak perintah Fenriz. Perintah Fenriz kepada Ray layaknya perintah seorang komandan kepada bawahannya, tubuh Ray tak bisa menolaknya barang sedikitpun.

Apakah benar apa yang dikatakan Kay jikalau Fenriz bukanlah manusia biasa. Apakah Fenriz adalah seorang malaikat dengan kelas yang sangat tinggi sehingga tubuh Ray tak bisa menolak perintah dari Fenriz. Itulah kira-kira yang kini ada di dalam hati Ray, penuh dengan pertanyaan tanpa satu pun jawaban.

"Lihat!! Bener kan. Tuh ada kolam kecil disana." Kay melonjak kegirangan karena menemukan sebuah kolam berisi air segar yang dapat diminum olehnya juga teman-temannya.

"Ayo Ray kita lari!!" Kay meraih tangan Ray dan menariknya berlari bersama.

Ray yang saat itu ikut bahagia juga karena telah menemukan air, terbawa suasana bersama Kay dan ikut berlari mengikutinya.

"Aaaaa air, air. Baru kali ini aku sebahagia ini melihat air." Kay memainkan air yang ada di kolam itu dengan kedua tangannya.

"Aku akan meminumnya dulu sebelum aku mengisi botol minumannya." Kay menangkup air dengan kedua tangannya dan kemudian ia meminumnya.

"Segar sekali ..... !!!" Teriak Kay dengan wajah berseri penuh kebahagiaan.

Saat itu mentari mulai condong ke barat, senja mulai menyapa. Langit yang mulai berubah kemerahan membuat Kay terlihat sangat cantik dengan wajah berserinya itu. Dan Ray, dia melihatnya tanpa sengaja, sosok iblis yang begitu cantik dan mulai menggelayuti hati malaikatnya.

"Dia manis sekali jikalau seperti itu." Ucap Ray lirih.

"Hahhh!??? Kamu bilang apa Ray???" Kay menengok ke arah Ray sembari mengibaskan rambutnya yang panjang dan indah yang membuat Ray tambah tersipu malu.

"Jangan bodoh!!! Cepat ambil airnya dan kita kembali. Mungkin Fenriz dan Virstaya sudah menunggu kedatangan kita." Sahut Ray dengan sedikit meninggikan suaranya untuk menutupi rasa malunya karena ia mulai tersipu pada seorang iblis wanita didepannya.

"Apaan sih!? Oke! Tapi gak usah teriak-teriak juga kali." Sahut Kay dengan wajah cemberut yang justru membuatnya semakin manis terlihat oleh Ray dan membuat Ray semakin tersipu dibuatnya.

Namun suasana penuh cinta dan bahagia tiba-tiba berubah. Sesosok makhluk tiba-tiba muncul dari bawah tanah. Dan menangkap kaki Kay dengan kedua tangannya.

"Apa ini!!!!!??" Kay berteriak.

"Holy Sword!!!" Ray terbang dan menebas sosok yang tiba-tiba muncul tersebut.

"Powca! Tapi yang satu ini aneh. Kekuatannya berbeda." Sahut Ray seraya melindungi Kay.

"Soul of Death!" Sahut seorang pria di seberang kolam kecil dimana Ray dan Kay berada.

Tiba-tiba sekelompok tengkorak bersenjata mulai bermunculan tanpa henti. Ray dan Kay melawan dengan kekuatan penuh, namun mereka selalu saja kembali hidup meski puluhan kali dihancurkan.

"Kay, lari. Minta bantuan! Panggil Fenriz!!!" Teriak Ray sembari merentangkan sayapnya yang sangat lebar.

"Sepertinya Powca ini bukan tandingan kita Kay. Cepat pergilah. Aku akan menghalanginya!!!" Ray terbang dengan kecepatan tinggi, menebas setiap tengkorak yang ada dan segera terbang menghampiri sosok pria yang ada di seberang kolam. Namun,

"Arrrrggghhhhh...." Ray berteriak karena sebuah anak panah tiba-tiba muncul dan menancap tepat di bagian dadanya.

Kay mendengar teriakan Ray. Namun apa daya, hanya berlari yang dapat dia lakukan sekarang, Ray saja sampai kewalahan melawan Powca itu, apalagi dirinya. Fenriz satu-satunya kesempatan untuk menyelamatkan Ray. Itulah yang ada dipikiran Kay sekarang.

"Fenriz!!!!!!!" Teriak Kay.

....