webnovel

Aydan dan Azka

Di sebuah taman bunga pribadi milik keluarga Wistara, dua orang anak laki-laki sedang berjalan beriringan. Seorang anak berparas tampan dengan kulit putih pucat, rambut yang di cat merah marun dan dua anting tindik berwarna hitam di kedua telinganya berjalan dengan tatapan bosan. Disebelahnya, seorang anak dengan rambut hitam gelap berkulit kuning langsat membawa pot untuk menyiram tanaman.

Mereka berdua adalah Aydan dan Azka. Dua anak lelaki yang tinggal di kediaman Wistara.

Aydan adalah satu-satunya putra dari Raydan Wistara dan Anna Sofia. Sedangkan Azka merupakan anak dari kedua suami istri yang sudah bertahun-tahun mengabdi pada keluarga Wistara dari zaman nenek buyut mereka.

Keluarga Wistara adalah keluarga terhormat yang masih memiliki darah bangsawan. Dari sekian banyak keluarga bangsawan, keluarga Wistara adalah salah satunya yang menguasai bisnis Real Estate dan berada di puncak piramida dari keluarga berdarah biru lainnya.

"Dan, keputusanmu udah fix nih?" keheningan diantara mereka berdua dipecahkan oleh Azka, matanya melekat, menatap orang yang sudah seperti saudaranya sedarahnya itu.

Aydan mengangguk, "Mending kamu yang sekolah disana," dia mengangkat bahunya, "bayangkan deh kalau aku harus tinggal di asrama, yang pengawasannya ketat, jadwal belajarnya juga ketat, ga sampai seminggu aku yakin bakalan out dari sana." Aydan berbalik menghadap Azka dan menggengam kedua bahunya erat, "Ka, aku ga punya kesabaran buat ngadepin itu semua!" tegasnya, "Aku percaya pada diriku yang mempercayaimu!" mata Aydan berkaca-kaca menatap Azka.

"Ga usah sok dramatis," Azka memutar matanya, "Pake ngutip quotes anime lagi." Aydan tertawa.

"Jadi," Aydan menyenggol Azka pelan dengan bahunya, "apa kamu sudah menyiapkan hati untuk besok?" tanya Aydan nyegir kuda.

"Kalau orang dengar bisa-bisa mereka salah paham," Azka mendengus, "Kaya aku mau ngapain aja pakai menyiapkan hati."

Aydan tersenyum lebar melihat sikap Azka yang cuek dan memeluknya setengah badan dengan tangan kiri, "Thanks ya Ka, aku ga tau gimana jadinya kalau ga ada kamu."

Azka sudah memutuskan untuk mengabdi pada keluarga Wistara, bukan karena orang tuanya atau nenek moyangnya, tapi karna Azka memilihnya sendiri. Karena itu ijasah maupun gelar bukanlah suatu hal yang sangat penting bagi Azka.

"Anytime," jawab Azka, "Asal jangan lupa aja kirimin aku makanan ke asrama."

Aydan nyengir, badannya tegap dengan tangan digenggam menepuk dada kiri, "Asyiaaap!"

‐------‐--------------------------

Sebuah mobil hitam Mercedes Benz melaju dengan kecepatan normal. Azka menopangkan dagu, wajahnya datar tanpa ekspresi melihat pemandangan dari kaca mobil. Wanita paruh baya di sampingnya tersenyum menatap anak laki-laki yang akan memasuki asrama menggantikan putra tunggalnya.

"Azka," panggilnya pelan,

"Iya tante Sofie,"

"Nanti di sekolah belajar yang tekun ya nak, ini kesempatan buatmu." Azka mengangguk, "Nanti setelah lulus kamu bisa kuliah dan bekerja di perusahaan untuk membantu Aydan kedepannya."

Azka mengangguk lagi. Dia mengerti makna dibalik apa yang dikatakan oleh nyonya tersebut. Keluarga Wistara memiliki pengaruh besar dalam dunia bisnis, koneksi mereka pun tidaklah sedikit. Azka tahu bahwa ijasah SMA bukanlah permasalahan besar untuk mereka.

Dengan koneksi Nyonya Sofia semata, Aydan bisa mendapatkan ijasah dengan mudah. Namun akan lebih baik jika Aydan secara fisik ada di sekolah tersebut dan menjadi bukti konkrit atas eksistensi Aydan Wistara. Azka mengerti Nyonya Sofia bisa saja membayar orang lain untuk mengisi kehadiran anaknya, tetapi dia memilih Azka.

Azka tahu benar bahwa hal ini adalah kemurahan hati nyonya Sofia yang membuat Azka menjadi orang berpendidikan, walaupun akhirnya pengetahuan yang didapatkan Azka nantinya akan digunakan untuk membuat keluarga Wistara menjadi lebih makmur.

Simbiosis mutualisme, pikir Azka.

"Kita sudah sampai nyonya." suara driver mereka, pak Dayoh, menyadarkan lamunan Azka. Dia melihat sebuah bangunan megah dari jendela mobil.

Pak Dayoh turun dan membuka pintu bagasi mobil, mengeluarkan koper yang berisi perlengkapan Azka.

Aydan merupakan pribadi yang tidak suka memakai pakaian yang sudah berada lama di dalam lemarinya. Barang-barang milik Aydan dari ujung rambut hingga ujung kaki masing-masing bernilai jutaan. Dan setiap tiga bulan dia mengganti isi dari lemari pakaiannya.

"Tau ga, di Jepang mereka selalu berganti pakaian setiap musim, masa aku harus pakai selama setahun."

Itu kata-kata yang Aydan ucapkan saat Azka bertanya kenapa dia sering memperbarui barang-barang miliknya yang banyaknya sudah satu ruangan penuh [wardrobe].

Dan kemana barang-barang yang sudah tidak dipakai oleh Aydan?

Tentunya diberikan pada Azka 50%, orang-orang yang bekerja di kediaman Wistara 30% dan sisanya di donasikan ke panti asuhan yang dikelola oleh nyonya Sofia.

Jadi, tanpa perlu persiapan detail pun, penampilan Azka sudah menyerupai penampilan anak konglormerat. Di luar keluarga Wistara pun yang orang-orang tau Azka adalah sepupu Aydan bukan anak orang yang bekerja pada keluarga Aydan [karena Aydan yang berkata seperti itu].

"Jaga dirimu baik-baik ya Azka." Nyonya Sofie mencium kening Azka dan menepuk pipinya pelan, "Jangan lupa telfon ke rumah ya,"

"Iya, terimakasih tante Sofie." Azka tersenyum simpul dan menyentuh punggung tangan kanan nyonya tersebut dengan keningnya.

Setelah keluar dari mobil, pak Dayoh membawa koper Azka di sampingnya, "Ayo saya bawakan ke asrama sekalian."

Azka menggeleng, "Tidak usah pak, saya sendiri bisa kok."

Pak Dayoh mengangguk, "Belajar yang benar ya, hati-hati dengan anak-anak konglomerat yang lain." kata pak Dayoh berbisik, "Saya dengar anak-anak konglomerat lain itu pada arogan, suka seenaknya sendiri, ga mau kalah."

Azka tertawa, "Ayden kan begitu juga pak,"

Pak Dayoh menggeleng tidak setuju, "Tapi dia berbeda, le. Den bagus tidak memperlakukan orang lain seenaknya. Percaya le, keluarga Wistara itu dua kali lipat lebih baik daripada keluarga konglomerat lainnya."

"Iya, saya bakalan hati-hati pak." jawab Azka.

Walaupun selama ini Azka belum pernah bertemu dengan anak-anak dari keluarga konglomerat lain, karena Ayden selama ini bersekolah di sekolah umum biasa dan berteman dengan anak-anak dengan latar belakang menengah, Azka tau benar apa yang dikatakan pak Dayoh tidak semuanya salah.

'Yah, tidak ada salahnya mengikuti saran pak Dayoh, toh aku kesini untuk belajar.' pikir Azka, seraya melambaikan tangannya pada Nyonya Sofia dan pak Dayoh sebelum memasuki asrama.

Berbalik menatap gedung asrama putra yang megah di hadapannya. Azka mempersiapkan hati untuk masuk ke sekolah elit yang sembilan puluh persen siswanya dari kalangan tingkat atas.

'Semangat Azka Rafardhan! Mulai dari sekarang namamu adalah Aydan Wistara.'

Any thought? Jangan lupa komen dan vote yaa :D

HauntedButterflycreators' thoughts