1 1. Bertemu Kembali.

Petang menjemput tampak seorang gadis berjalan menyusuri trotoar. Surai panjangnya dibiarkan tergerai di terpa angin. Ia kembali ke kota dimana ia pernah merasakan sakit.Gadis berumur 19 tahun ini bernama Alia Mardani, Alia adalah seorang gadis yang hidup sebatang kara, karena orang tuanya sudah meninggalkan ketika ia masih berusia 8 tahun. Ia menetap di Jakarta bersama bibi dan pamannya hingga ia berusia 17 tahun kemudian memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya untuk mengurus sang nenek yang berada disana.

Ia kembali ke Jakarta karena ingin mencari pekerjaan. Ia akan menetap dia sebuah kosan yang tak jauh dari tempat ia bekerja. Siang tadi sesampainya ia di Jakarta ia langsung mendapat pekerjaan di sebuah cafe 24 jam.

"Huhh lelah sekali."ucapnya setelah selesai berkemas.

"Semoga aku bisa menjalani hari dengan baik esok pagi."ucapnya kembali sebelum menutup mata menyelami dunia mimpi.

Berbeda dengan yang di alami oleh Alia. Seorang lelaki tampak duduk di kursi kebesarannya, berkencan dengan setumpuk berkasnya.

Ia Deba Anderson satu satunya pewaris dari keluarga Anderson, memiliki sifat yang dingin, posesif terhadap apa yang dia anggap sudah menjadi miliknya tak terkecuali sang bunda dan adik perempuan nya.

Walaupun umurnya sudah kepala dua, tetapi ia masih betah melajang belum ada wanita cocok yang bisa meluluhkan hatinya. Ia masih setia menunggu sang pujaan hati yang meninggalkannya tanpa sebab.

                          ****

Pagi hari Alia sudah berada di tempat ia bekerja, karena ini masih terlalu pagi jadi belum banyak pengunjung yang datang.

Semua karyawan sibuk membersihkan meja bahkan kaca yang berada di cafe itu.

"Kalau jam segini memang sepi ya kak?"tanya Alia terhadap Via.

"Iya Li, kalau udah masuk jam makan siang pasti rame."ucapnya

Waktu makan siang tiba, semua karyawan sibuk melayani pengunjung.

"Li kamu antarkan makanan ini ke meja nomor 17 ya?!!"ucap Via sedikit berteriak.

"Oke kak."

Dimeja yang ditunjukkan oleh Via tadi, tampak seorang pria duduk membelakanginya. Dilihat dari stelan jas yang digunakan, bisa disimpulkan jika pria itu bukanlah pria dari kalangan biasaa.

"Permisi Tuan. Ini makanan yang sudah anda pesan."ucap Alia sembari menyajikan makanan di atas meja.

"Alia?"

Alia mendongak, tubuhnya menegang seketika melihat sosok dihadapannya.

Ia ingin cepat pergi dari sana namun saat hendak berbalik, tangannya dicekal oleh pria tadi.

"Tolong lepaskan Tuan."cicit Alia.

"Kau kemana saja selama ini Lia?"ucap pria itu.

"Saya harus kembali bekerja Tuan."cicitnya lagi sembari berusaha melepaskan cekalan ditangannya.

"Aku bertanya kemana saja kau selama ini!!!"gertak Deba. Iya pria itu tidak lain adalah Deba, Deba Anderson.

"JAWAB ALIA MARDANI!!"

"Sa..saya kem.."sebelum Alia menyelesaikan kalimatnya, tubuhnya sudah berada dalam dekapan pria tersebut.

"Aku benar benar merindukanmu Lia."ucapnya Deba lembut.

Lama mereka berpelukan, lebih tepatnya Deba yang memeluk Alia karena Alia merasa tidak nyaman karena banyak pasang mata yang menatapnya.

Akhirnya Deba pun melepaskan pelukannya, mengecup kening Alia lembut. Hati Alia berdesir hangat, ia merindukan kecupan manis itu.

Tangan Deba yang semula berada di bahunya kini merambat menggenggam jemari Alia lembut.

"Ikut denganku ya?"ucap Deba lembut.

"Tapi saya harus bekerja tuan."ucap Alia sambil menunduk.

Rahang Deba mengetat dan raut wajahnya berubah menjadi datar"Ikutlah denganku!! Dan berhenti memanggilku tuan!!"Deba menyeret tangan Alia keluar dari cafe tersebut.

Alia menoleh kebelakang, disana Via tengah menatapnya, dan Alia pun memberi kode melalu matanya, agar Via menyampaikan kepada manajer cafe bahwa ia kembali lebih awal.

"Kau ingin membawaku kemana kak?"

"Kau akan tau nanti!"

Setelah itu tidak ada yang memulai percakapan. Keadaan didalam mobil benar benar canggung.

Akhirnya mereka sampai dia sebuah apartemen. Deba pun mengajak Alia turun dan masuk kedalam gedung apartemen itu.

Sesampainya di lift, Deba menekan tombol menuju lantai 9 gedung itu. Sampai saat ini belum ada pembicaraan dari mereka berdua.

"Mau apa kakak membawa ku kemari?"tanya Alia.

"Tentu saja untuk mengajakmu untuk tinggal disini bersama ku."ucapnya sambil mendekati Alia.

"Tidak! Aku ingin pulang kak."

"Aku tidak akan bertindak bodoh lagi untuk melepaskanmu Alia"desisnya tajam.

"Sebaiknya sekarang kau bersihkan dirimu, untuk pakaian aku akan menghubungi orang suruhanku untuk membelinya."ucapnya lagi.

Setelah selesai membersihkan diri, ia mencari keberadaan Deba. Apartemen Deba tidak bisa dibilang biasa saja. Jelas! Karena dia berasal dari keluarga yang berada.

"Kamu sudah selesai sayang?"

"Sudah kak."

"Kalau begitu mari kita makan siang, sepertinya kau belum sempat makan siang tadi."

Deba sudah mengganti stelan kantornya dengan stelan rumahnya. Dia hanya menggunakan kaos t-shirt dan celana pendek, namun sama sekali tidak mengurangi kadar ketampanannya.

Setelah selesai menyantap makan siang. Kini keduanya tengah duduk di sofa dengan Alia yang berada di pangkuan Deba dan memeluk pinggangnya erat. Tentu saja itu Deba yang memaksa Alia.

"Kak.. tolong lepas."cicit Alia.

"Biarkan seperti ini, aku masih sangat merindukanmu sayang."ucap Deba sambil mencium tengkuknya yang membuat Alia bergelinjang geli.

"Aku ingin kau memberi tahu aku, kenapa kau pergi tanpa memberi tahu aku?"

Alia hanya diam tidak menjawab pertanyaan dari Deba.

"Kau tahu? Aku nyaris gila karena kehilanganmu."

"Maafkan aku kak.."ucap Alia lirih.

"Tidak apa apa, asal kau berjanji padaku untuk kali ini kau tidak akan meninggalkan ku lagi. Tetap disini bersamaku. Aku mencintaimu Alia Mardani.                             

Malam tiba, kini keduanya tengah menikmati makan malam. Hanya suara dentingan sendok yang terdengar, sampai Alia berucap berhasil mengalihkan perhatian Deba.

"Kak, aku ingin mengatakan sesuatu."

"Hmm? Katakanlah."

"Setelah makan malam. Tolong antarkan aku pulang kak..."cicit Alia.

PRANG!

Deba membanting sendoknya keras sehingga membuat Alia terkejut.

"Aku sudah mengatakan padamu, aku tidak akan membiarkan mu pergi lagi. Sekalipun itu kembali kerumahmu!"

"Tapi aku harus kembali ke kos'an ku kak."

"SEKALI AKU MENGATAKAN TIDAK ITU TETAP TIDAK ALIA!!!!"

Deba marah. Sangat. Setelah itu ia melenggang pergi meninggalkan Alia yang masih dengan keterkejutannya atas bentakan Deba.

Setelah membereskan meja makan. Alia bergegas mencari Deba untuk meminta maaf. Ternyata pria itu sedang berada di ruang TV.

"Maaf.."ucap Alia setelah berdiri di sebelah Deba.

Tak kunjung mendapat jawaban. Alia beralih menjadi duduk di sebelah Deba, sembari memegang lengan kekar pria itu.

"Maafkan Alia kak. Kakak jangan marah."

Deba menghembuskan nafasnya."Huhhhh.... Makanya kalau aku bilang tidak, jangan membantah."ucapnya sambil mengusap puncak kepala Alia.

"Tapi bagaimana dengan barang-barang ku?"

"Kamu tenang aja sayang. Nanti orang suruhanku akan membawakannya kemari."

"Lalu bagaimana dengan orang tua kakak jika mengetahui aku tinggal di sini?"

"Orangtuaku mengenalku Alia."ucap Deba dengan smirknya.

"Ckk dasar!"decak Alia. Ia sangat hapal dengan sifat Deba yang selalu membuat orang-orang takluk pada dirinya termasuk Alia sendiri.

Deba hanya menampilkan senyumnya yang ia jarang perlihatkan pada orang lain.

"Ayo kita tidur, ini sudah larut."

"Kita? Maksud kakak kita satu kamar?"

"Jelas sayang!"

"Aku tidak mau kak!"

"Baiklah, tapi khusus malam ini aku ingin tidur bersamamu."belum sempat Alia membantah Deba sudah menariknya menuju kamar.

"Janji hanya malam ini?"tanya Alia memastikan setelah sampai di kamar.

"Iya sayang iya."

Kemudian Deba menuntun Alia untuk berbaring di ranjang, kemudian ia ikut bergabung disebelah Alia. Memeluk tubuh mungil itu erat. Sebelum terlelap Deba menyempatkan mengecup kening Alia lama.

"Selamat malam."                            

Cahaya matahari mulai mengintip melalui celah tirai, mengusik kedua insan yang tengah tidur. Bukan. Hanya si perempuan yang terusik si lelaki malah semakin mengeratkan pelukannya pada si perempuan. Ya mereka adalah Deba dan Alia.

"Bangun kak, ini sudah pagi."

"Hmmm"

"Ish bangun!"

"5 menit lagi sayang."

"Tapi aku harus bekerja kak."

Deba menggeram marah."Aku tidak mengijinkan mu bekerja Lia."ucapnya dingin.

"Bagaimana bisa? Aku baru bekerja satu hari kak?"

"Tentu saja bisa. Aku akan menyampaikan kepada pemilik cafe itu nanti."

"Apa alasan kakak tidak mengijinkanku bekerja?"

"Karena aku tidak ingin kau berdekatan dengan pria lain."

"Jika kau bekerja kau pasti akan berinteraksi dengan pelanggan pria, aku tidak mau itu terjadi."ucapnya lagi.

Sedangkan Alia hanya melongo mendengar alasan yang diberikan Deba.

Setelah perdebatan ringan itu, kini Deba tengah bersiap untuk pergi bekerja. Sedangkan Alia tengah menyiapkan sarapan untuk mereka.

Alia tengah menyiapkan sarapan di

dapur, ia terkejut karena merasakan sepasang lengan kekar melingkar di perutnya.

"Pasangkan aku dasi Lia."bisiknya ditelinga Alia.

"Baiklah. Tunggu sebentar aku masih memasak ini. Kakak tunggu saja dimeja makan."

Deba menurut dan melepaskan lilutannya pada perut Alia dan berjalan menuju meja makan.

Setelah selesai, Alia menghampiri Deba yang sudah menunggunya.

Deba memberikan dasinya kepada Alia untuk dipasangkan.

"Kau jadi ikut denganku?"tanya Deba kepada Alia yang masih sibuk menyimpulkan dasinya.

"Tidak. Aku disini saja."

"Baiklah. Nanti aku akan menghubungi Mytha untuk menemanimu disini."ucapnya sambil mengulas senyum.

"Benarkah? Sudah lama aku tidak bertemu dengannya, aku sangat merindukan gadis itu."ucapnya antusias.

Mytha adalah adik dari Deba Anderson.

"Mari kita sarapan."ajak Alia.

Mereka menikmati sarapan dengan bening. Setelah sarapan Deba berpamitan untuk pergi ke kantor.

"Aku berangkat kerja dulu sayang." ucapnya. Tak lupa juga Deba meninggalkan kecupan lembut di kening Alia dan mengecup sekilas bibir gadis itu.

Melihat ekspresi terkejut Alia, Deba terkekeh geli. "Bibir ini milikku."ucapnya sambil menunjuk  bibir Alia.

"Dasar."ucap Alia dengan semburat merah dipipinya.

"Aku berangkat. Sebentar lagi Mytha akan datang."ucapnya final sebelum melenggang pergi dari apartemen itu.

"Baiklah. Kau hati-hati di jalan."

                              

avataravatar
Next chapter